LBH Papua Desak Negara Tangani 40.819 Pengungsi  

0
2137
Anak-anak dari Kampung Ndugusiga saat hendak mengungsi ke Nabire. Mereka yang turun ke Nabire di bandara Sokopaki, Bilogai, Sugapa pada 28 Desember 2019. (Supplied for SP)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua mendesak negara tangani 40.819 pengungsi di tanah Papua. Pengungsi tersebut berasal dari Kab. Nduga, Intan Jaya dan Timika.

Menurut catatan LBH Papua yang diperoleh dari media, 40 ribu pengungsi tersebut mengungsi keluar dari kampung mereka karena adanya konflik bersenjata antara TPNPB dan TNI/Polri sejak tahun 2018 hingga 2020.

Direktur LBH Papua, Emanuel Gobai menjelaskan,  tirto.id mengungkapkan bahwa di Nduga, selama 2019 tercatat 37.000 orang mengungsi dan 241 orang tewas.  Radarpagi.com mengungkapkan 1.237 orang mengungi di Intan Jaya pada akhir Desember hingga Januari. Sedangkan kompas.com menyebutkan bahwa 1.582 warga mengungsi dari Tembagapura pada bulan Maret ini.

“Jadi dari data yang diberitakan media, semuanya ada 40.819 pengungsi di Papua. Warga sipil mengungsi dari tempat tinggal mereka karena konflik bersenjata antara TPNPB dan TNI/Polri. Jumlah pengungsi ini tidak termasuk 241 orang yang meninggal di Nduga,” ungkap Gobai kepada surapapua.com pada Kamis (12/3/2020) di Kota Jayapura, Papua.

Gobai mengatakan, akibat konflik bersenjata antara TNI/Polri dengan TPNPB yang terjadi sejak 2018 telah melahirkan banyak persoalan hukum dan HAM. Salah satunya adalah masyarakat mengungsi dari tempat tinggal mereka.

ads
Baca Juga:  LME Digugat Ke Pengadilan Tinggi Inggris Karena Memperdagangkan 'Logam Kotor' Dari Grasberg

Menurut hemat LBH Papua, pengungsi di Papua tidak ditangani secara baik oleh negara lewat lembaga yang negara bentuk seperti Palang Merah Indonesia (PMI) sejak 2018. Selain PMI, negara Peraturan Pemerintah No. 1/2008 tentang Kepalangmerahan juga masih berlaku.

Ia menilai, harusnya negara implementasikan UU dan PP tersebut di Papua untuk menangani pengungsi akibat konflik.

Sebab pengungsi yang dimaksudkan dalam Pasal 1 angka 12, PP No. 7 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2018 tentang Kepalangmerahan adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk dari bencana atau konflik.

 Dengan demikian, Peraturan Pemerintah itu kalau dihubungkan dengan fakta adanya masyarakat yang menjadi pengungsi akibat konflik di Nduga, Intan Jaya dan Timika, maka penanganan pengungsi akibat konflik merupakan tanggungjawab negara.

“Praktiknya penanganan pengunsi Nduga di Wamena dilakukan masyarakat sipil dan Kementrian Sosial,” katanya.

Meski pemerintah lewat Kementerian Sosial telah memberikan perhatian kepada pengungsi Nduga di Wamena, Gobai mempertanyakan dasar hukumnya. Sebab, yang harus Kemensos tangani adalah konflik sosial,  bukan pengungsi karena konflik bersenjata.

Baca Juga:  Media Sangat Penting, Beginilah Tembakan Pertama Asosiasi Wartawan Papua

PMI Harus Tangani Pengungsi di Papua

Emanuel Gobay menjelaskan, dengan pertimbangkan UU No. 1 tahun 2018 tentang Kepalangmerahan, pada huruf c disebutkan bahwa bahwa dengan telah diratifikasinya Konvensi Jenewa Tahun 1949 dengan UU No. 59 tahun 1950 tentang Ikut-Serta Negara Republik Indonesia dalam Seluruh Konpensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949 mewajibkan negara untuk menerapkannya dalam sistem hukum nasional.

Dengan adanya UU No. 59 tahun 1950 tersebut, aturan turunannya diatur dalam dalam PP No. 7 Tahun 2019 tentang Peraturan pelaksana Undang Undang Nomor 1 tahun 2018 tentang Kepalangmerahan yang dengan jelas memberikan tugas kepada Palang Merah Indonesia (PMI) untuk melakukan pelayanan bagi Pengungsi dimasa damai dan masa konflik bersenjata dengan prinsip kemanusiaan, kesamaan, kenetralan, kemandirian, kesukarelaan, kesemestaan dan lain-lain.

“Dengan dasar itu PMI harusnya tidak tinggal diam. Karena dalam penanganan pengungsi Nduga PMI tidak lakukan apa-apa. Dalam penanganan pengungsi di Intan Jaya dan Timika PMI harus bergerak aktif untuk tangani pengungsi,” tegas Gobai.

Ia menilai, jika PMI tidak menangani pengungsi Intan Jaya dan Tembagapura, maka negara melalui pemerintah tidak menjalankan UU No. 1 tahun 2018 tentang Kepalangmerahan bagi pengungsi dari Kabupaten Nduga, Kabupaten intan Jaya dan Timika yang berjumlah 57.819 orang.

Baca Juga:  Asosiasi Wartawan Papua Taruh Fondasi di Pra Raker Pertama

Dengan melihat tidak ada tindakan dan gerakan dari PMI untuk menangani pengungsi dari Nduga, Intan Jaya dan Timika, LBH Papua meminta presiden Joko Widodo untuk implementasikan UU No. 1 Tahun 2018 tentang Kepalangmerahan Junto Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Peraturan Pelaksana Undang Undang Nomor 1 Tahun 2018 tentang Kepalangmerahan dalam penanganan pengungsi Nduga, Intan Jaya dan Tembagapura.

“Palang Merah Indonesia (PMI) segera turun ke lapangan tangani pengungsi Nduga, Intan Jaya dan Tembagapura sesuai dengan perintah UU tentang Kepalangmerahan mengunakan mekanisme yang diatur dalam PP No. 7 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksana Undang Undang Nomor 1 Tahun 2018 tentang Kepalangmerahan,” tegas Gobai.

Pewarta: Ardi Bayage
Editor : Arnold Belau

Ralat: Pada berita ini sebelumnya disebutkan bahwa jumlah total pengungsi dari Nduga, Intan Jaya dan Timika antara 2018 hingga 2020 adalah sebanyak 57.817. Jumlah tersebut adalah keliru. Yang benar, jumlah total pengungsi dari tiga kabupaten tersebut adalah 40.819 orang.

Redaksi meminta maaf atas kekeliruan ini.

Artikel sebelumnyaPian Asso Harumkan Yahukimo di Ring SMANKOR Cup I
Artikel berikutnyaPlanti Studen Junior Skull na Hai Skull St. Anthony of Padua Sentani Rijen