Semua Tapol Papua Harus Dibebaskan

0
1939

NABIRE, SUARAPAPUA.com — Kebijakan Menteri Hukum dan Hak Asas Manusia Yasonna Laoly membebaskan ribuan narapidana dari lembaga pemasyarakatan di seluruh Indonesia, diharapkan tak diskriminatif terhadap para tahanan politik (Tapol) Papua yang masih mendekam di penjara terkait rangkaian aksi massa menantang rasisme pada Agustus dan September 2019 lalu.

Natalius Pigai, pembela kemanusiaan yang juga mantan komisioner Komnas HAM RI, menegaskan hal ini karena keputusan tersebut terkesan tak adil bagi ratusan mahasiswa Papua sebagai warga negara Indonesia.

Para napi dikeluarkan dan dibebaskan setelah terbit Peraturan Menteri Hukum dan HAM nomor 10 tahun 2020 dan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor M.HH-19.PK/01.04.04 tentang pengeluaran dan pembebasan narapidana dan anak melalui asimilasi dan integrasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19.

Pigai menilai kebijakan ini sangat tepat mengingat kian mewabahnya virus mematikan yang menggemparkan seluruh dunia.

“Kami menghendaki kebijakan ini harus berlaku adil juga bagi ratusan mahasiswa Papua yang masih di penjara dan menjalani proses persidangan,” ujarnya kepada suarapapua.com, Sabtu (4/4/2020).

ads

Baca Juga: Tapol Papua Harus Dibebaskan Bersama 30 Ribu Narapidana

Para mahasiswa Papua dan aktivis yang ditahan berkaitan dengan aksi protes terhadap tindakan rasisme di Indonesia, kata Pigai, hingga kini masih menjalani proses hukum ditengah ancaman virus Corona.

Baca Juga:  Komisi HAM PBB Minta Indonesia Izinkan Akses Kemanusiaan Kepada Pengungsi Internal di Papua

“Sampai saat ini semua korban rasisme di Indonesia yang terjadi pada tahun 2019 itu masih ada di penjara, tahanan. Mereka kebanyakan dijerat dengan pasal makar, selain pasal darurat dan lain-lain. Proses hukum pun tidak adil, diskriminatif dan rasis. Sementara, pelaku rasialis di Surabaya dihukum ringan, sudah dibebaskan,” bebernya.

Pigai mendesak negara harus adil dalam menerapkan kebijakan keringanan dan pembebasan tahanan Papua dan aktivis yang ditahan karena turut menyuarakan persoalan Papua.

“Negara juga harus bebaskan mahasiswa Papua dan aktivis itu,” tegas Pigai.

Baca Juga: Bantah Semua Dakwaan, Tuntut Bebaskan Tujuh Tapol Papua

Terpisah, Laurenzus Kadepa, Anggota DPRP, menyuarakan desakan yang sama agar ditindaklanjuti para pihak terkait.

“Dengan surat peraturan dan keputusan Menkumham RI demi mencegah penyebaran virus Corona, Kejaksaan Tinggi Papua dan pihak terkait lainnya agar segera mengeluarkan tahanan Papua yang hingga sekarang masih dititip di Rutan Balikpapan Kalimantan Timur, Jakarta dan di manapun,” ujar Kadepa, Rabu (1/4/2020).

Dengan kebijakan Menkumham, ia berharap, pihak-pihak terkait harus segera tindaklanjuti juga untuk para Tapol Papua.

Baca Juga:  Sidang Dugaan Korupsi Gereja Kingmi Mile 32 Timika Berlanjut, Nasib EO?

“Mereka juga diberlakukan hal yang sama seperti tahanan lainnya demi mencegah terkena Covid-19,” lanjutnya.

Baca Juga: Koalisi Masyarakat Sipil Desak Jokowi Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat

Kadepa mengatakan, pemerintah pusat serta pemerintah daerah bersama Polda dan Kejaksaan Tinggi Papua bisa memahami kondisi akhir-akhir ini setelah Indonesia dilanda pandemi Covid-19.

“Semua Tapol Papua terkait aksi rasisme yang menjalani proses hukum itu harus dilindungi dari bahaya Covid-19. Mereka segera dipulangkan dan kalau bisa dibebaskan tanpa syarat,” ujar Kadepa.

Sebelumnya, Amnesty International Indonesia bersama 29 organisasi sipil mendesak pemerintah Indonesia memperjelas status Tapol Papua di tengah ancaman Covid-19 yang terkesan diabaikan pasca kebijakan Kemenkumham RI membebaskan 30.000 napi dewasa dan anak.

Usman Hamid, direktur eksekutif Amnesty International Indonesia, menyatakan, kebijakan tersebut belum jelas apakah Tapol Papua juga akan ikut dibebaskan atau tidak.

Menurutnya, peraturan dan keputusan Menkumham tak memberi kepastian bagi nasib Tapol Papua.

Baca Juga: 30 Organisasi Desak Pempus Perjelas Keberadaan Tapol Papua

Karena itulah pemerintah pusat didesak bersikap adil dan tak diskriminatif dalam menerapkan keputusan tersebut. Para Tapol Papua harus dibebaskan dari penjara atas tuduhan makar lantaran tindakan mengekspresikan opininya secara damai di beberapa tempat, baik di Papua maupun luar Papua.

Baca Juga:  Pacific Network on Globalisation Desak Indonesia Izinkan Misi HAM PBB ke West Papua

Dibeberkan dalam keterangan tertulis yang diterima suarapapua.com, pemidanaan terhadap Tapol Papua adalah pemidanaan yang dipaksakan. Mereka berhak mendapatkan hak atas kesehatan, sehingga sudah seharusnya untuk tujuan perlindungan kesehatan dan pertimbangan rasa keadilan, mereka semua harus dibebaskan tanpa syarat.

Hingga Jumat (3/4/2020), sedikitnya 5.556 napi telah dibebaskan. Menurut Yasonna, jumlah itu terkaver dalam Sistem Database Pemasyarakatan (SDP).

Perkiraan Kemenkumham setelah adanya dengan peraturan dan keputusan itu, sebagaimana dilansir kompas.com, sedikitnya 30.000 napi akan dikeluarkan dari hotel prodeo.

Syaratnya, seorang napi telah menjalani 2/3 masa pidana pada 31 Desember 2020 dan khusus anak telah menjalani 1/2 masa pidana pada 31 Desember 2020. Ini juga berlaku bagi pembebasan melalui integrasi yakni pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti menjelang bebas, juga sama.

Baca Juga: Peringati Hari HAM, Mahasiswa Minta Bebaskan Tahanan ‘Paksa’ Aksi Anti Rasisme

Yasonna mengklaim, kebijakan yang diambilnya sudah berdasarkan persetujuan Presiden Joko Widodo. Selanjutnya surat keputusan pembebasan diterbitkan oleh kepala lapas, kepala LPKA, dan kepala rutan di seluruh Indonesia.

Pewarta: Markus You

Artikel sebelumnyaLegislator Papua Berikan Apresiasi kepada Bupati Intan Jaya
Artikel berikutnyaGenerasi Papua di Gorontalo Butuh Bantuan Pemda Wilayah Meepago