13 Kelompok Sipil Tolak Omnibus Law di Tanah Papua

0
1971

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Di tengah bencana nasional Covid–19 di seluruh nusantara, Pemerintah Republik Indonesia dan DPR RI masih melakukan pembahasan Omnibus Law dalam bentuk RUU Cipta Kerja, serta memanfaatkan keterbatasan ruang gerak masyarakat karena pandemi global. 

Saat ini pembahasan mengenai Omnibus Law sedang dihentikan, dikarenakan adanya tekanan masyarakat. Namun demikian, pembahasan dapat dipastikan akan dilanjutkan. Proses yang tidak transparan dari Pemerintah dan DPR RI sejak awal merupakan sebuah perbuatan yang telah melanggar keterbukaan informasi dan partisipasi masyarakat Indonesia, lebih lagi melanggar hak dari rakyat Papua.

Dalam keterangan tertulis yang diterima suarapapua.com pada Rabu (6/5/20), ketiga belas kelompok masyarakat sipil tersebut mengatakan, RUU Cipta Kerja akan mengubah berbagai undang-undang yang berkaitan dengan sektor penting perlindungan lingkungan, agraria, sumber daya alam dan hak masyarakat adat.

“Berdasarkan analis yang kami lakukan, RUU Cipta Kerja akan mempermudah proses perizinan usaha, menarik kewenangan pemerintah daerah ke pusat, mempermudah pengadaan dan penguasaan terhadap tanah untuk usaha dalam jangka waktu yang lama, mempermudah eksploitasi sumber daya alam, mempermudah proses penanaman modal asing, meringankan sanksi kepada pelaku pelanggar hak lingkungan.”

Baca Juga:  KKB Minta Komisi Tinggi HAM Investigasi Kasus Penyiksaan OAP

Mereka menilai RUU Cipta Kerja menciptakan kemunduran regulasi dalam perlindungan lingkungan, agraria, sumber daya alam dan hak-hak masyarakat adat.

ads

“Kehadiran RUU Cipta Kerja akan semakin menghancurkan kehidupan masyarakat adat Papua, mengkriminalisasi masyarakat adat dengan mudahnya, mengeksploitasi sumber daya alam dan tanah masyarakat adat Papua.”

Hal ini dikarenakan semangat dari RUU Cipta Kerja hanya menguntungkan investasi berbasis sumber daya alam.

“Kami menilai Tanah Papua adalah garda terakhir ekologi yang harus terus dijaga,
bukan untuk diekspolitasi. Masyarakat Papua berkali-kali mengalami pengalaman buruk terkait investasi sumber daya alam. Banyak kasus membuktikan bahwa investasi menyingkirkan dan memiskinkan masyarakat adat Papua.”

Baca Juga:  Freeport Bersihkan Dampak Longsor, Gereja Banti Dua Kembali Aktif

Papua merupakan daerah dengan Otonomi Khusus berdasarkan UU No 21 Tahun 2001. Melalui otonomi khusus, rakyat Papua berhak menentukan pembangunan di Tanah Papua dengan dasar perlindungan sumber daya alam yang memastikan dan mengedepankan hak-hak masyarakat adat Papua.

Namun selama ini berbagai UU sektoral telah memangkas pelaksanaan UU Otonomi khusus. Lebih jauh, dengan adanya RUU Cipta Kerja maka status tanah Papua sebagai daerah Otonomi Khusus akan semakin terancam dan hilang. Hal ini tentunya akan menimbulkan reaksi masyarakat di Tanah Papua. Berbagai elemen masyarakat sipil di berbagai wilayah telah menyatakan penolakan terhadap RUU Cipta Kerja.

“Begitu juga kami, masyarakat sipil yang ada di tanah Papua menyatakan sikap kepada Presiden Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia menolak RUU
Cipta Kerja–Omnibus Law, dan meminta untuk segera menghentikan dan membatalkan
proses apapun yang terkait dengan RUU Cipta Kerja, dan hanya focus pada penanganan
Covid-19.”

Baca Juga:  Pemuda Katolik Papua Tengah Mendukung Aspirasi Umat Keuskupan Jayapura

Ketiga belas kelompok masyarakat sipil tersebut meminta Majelis Rakyat Papua, DPR Papua dan Papua Barat untuk turut serta menyuarakan
kepada Presiden RI dan DPR RI dalam menolak dan membatalkan RUU Cipta Kerja.

1. FOKER LSM Papua
2. Greenpeace
3. Yayasan Pusaka Bentala Rakyat
4. Walhi Papua
5. Papua Forest Watch
6. Gemapala Fakfak
7. Perkumpulan Bentara Papua
8. PTPPMA Papua
9. Yayasan Rumsram Biak
10. Yayasan Konsultasi Pemberdayaan Rakyat Papua (KIPRa – Papua)
11. Sekretariat Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Agung Merauke (SKP Kame)
12. EcoNusa
13. Perkumpulan Lembaga Advokasi Peduli Perempuan (eL_AdPPer Merauke)

Pewarta: Yance Agapa

Artikel sebelumnyaRelawan Gusdurian Salurkan Bama untuk 115 KK di Wamena
Artikel berikutnya6 Mei PB 53 Positif Corona, Empat dari Raja Ampat