Resistance Sentimen Penguasaan Ekonomi (Bagian 2/Habis)

0
1204

Oleh: Ustadz Ismail Asso)* 

A. Ekonomi

Pengangkutan kekayaan alam secara tidak waras alias gila penjajah Inggris di India yang menyengsarakan pribumi di negeri itu penyebab kemiskinan di negeri itu setelah merdeka kini banyak gelandangan.

Rakyat India dibuat tak berdaya, mereka menjadi miskin papa, hanya tenaga kasar, buruh pabrik dan tenaga kuli lainnya di perusahaan tambang yang di kuasai penjajah dari kekayaan alam milik pribumi. (Pergerakan Garam Mahatma Gandhi Awal Perjuangan Awal Perjuangan India Merdeka, Okezone, 28/9/2019).

Demikian Indonesia masa lalu, rakyat pribumi dibuat miskin oleh Belanda dari tanah mereka yang subur seperti daerah pertanian subur di Jawa, Sumatera dan Sulawesi demikian kekayaan buah Pala di Maluku dan Fak-Fak. Semua sektor pertanian dan perkebunan dikuasai Belanda. Rakyat Indonesia dijadikan hanya tenaga buruh kasar.

ads

Hasil kekayaan alam Indonesia kaya raya itu di bawa pergi oleh Belanda ke negerinya dan Eropa akhirnya kita ketahui sekarang menjadi kaya dengan kemakmuran super luar biasa makmur saat ini. (Dr. J. Stroomberg, 2018).

Baca Juga:  Kegagalan DPRD Pegunungan Bintang Dalam Menghasilkan Peraturan Daerah

Dari dua kasus pola-pola penjajahan bangsa Eropa bidang pertanian, pertambangan, dan pengangkutan sumber daya alam pribumi ke negeri mereka.

Maka di Indonesia muncul SDI (Serikat Dagang Islam) kemudian SI (Serikat Islam) sebagai cikal bakal organisasi perjuangan perlawanan kemerdekaan rakyat pribumi Indonesia embrionya organisasi ini. (Sejarah Nusantara, 1800-1942, Wikipidia).

Kesadaran pribumi akan perjuangan perlawanan di semangati oleh agama Islam terjadi di seluruh Hindia Belanda mulai dari Jawa, pesisir Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Sumatera.

SDI sendiri tujuan awalnya adalah mengimbangi dan menampung para pedagang muslim yang umumnya pribumi terhadap pasar perdagangan yang dikuasai oleh VOC dari Eropa Kristen.(Sandew Hira, 2016)

Tujuan SDI mau menampung dan mengimbangi perekonomian yang dikuasai Timur Asing (baca, Cina) dan penjajah asing Eropa.

Untuk itu mereka harus kuasai asset ekonomi dari sumber daya alam mereka sendiri. Pada akhirnya mereka mampu melahirkan pengusaha pribumi dibidang perdagangan.

Sejumlah usaha kain dan tenun batik sebagai basis ekonomi rakyat dan perputaran uang dari, untuk, oleh, dari sesama pribumi dan muslim sanggup dihidupkan mereka.

Baca Juga:  Freeport dan Fakta Kejahatan Kemanusiaan Suku Amungme dan Suku Mimikawee (Bagian 3)

Dalam perputaran roda ekonomi pribumi ini sanggup menampung, membeli, menjual dan menyediakan bahan dasar perdagangan didalam kalangan pribumi muslim pribumi sendiri.

Demikian hal sama terjadi juga di India dengan penguasaan rakyat terhadap asset garam di negeri itu pada awal-awal perjuangan kemerdekaan mereka.

B. Bagaimana Papua

Karakter dan mentalitas (berarti soal budaya) rakyat Papua dibentuk oleh alam yang sangat kaya raya.

Dan itu akan membuat orang Papua menjadi bermentalitas konsumeristik. Alam menyediakan segalanya untuk kebutuhan dasar, kebutuhan primer, dan orang Papua hanya tinggal memungutnya tanpa harus bekerja keras.

Rakyat Papua dimanjakan oleh alam yang begitu melimpah ruah hasilnya. Karena itu akibatnya apa yang didapat hari ini dihabiskan untuk konsumsi hari ini besok memungut lagi.

Mentalitas ini terbawa sampai zaman berubah ditambah hidup dalam dunia yang semakin kompetitif seperti sekarang akibat globalisasi.

Jika ini dibiarkan terus-menerus tanpa diarahkan oleh pemerintah misalnya pelatihan enterpreneurshif (latihan kewirausahaan) maka orang pribuminya frustasi dan akibat jeleknya adalah merusak.

Baca Juga:  Hilirisasi Industri di Indonesia: Untung atau Buntung bagi Papua?

Biasanya pelampiasannya merusak barang-barang orang, misalnya barang gadangan milik pendatang, mengambil barang orang secara paksa, meminta secara paksa, membakar pasar, tokoh, kios milik orang pendatang.

Ini semua bisa terjadi akibat tiadanya keberpihakan penguasaan asset ekonomi dan sumber daya alam pada mereka. Sementara oleh alam mereka terbentuk mentalitas: apa yang didapat hari ini di habiskan hari ini juga.

Tapi penting diingat untuk dipertanyakan disini bahwa benarkah memang orang Papua itu malas? Belum ada penelitian serius membenarkan tesis ini sebagai acuan kebenaran anggapan itu.

Tapi pendapat saya dan ini dugaan saja justru keengganan orang Papua tidak punya kecenderungan interpreneshif sebagai bentuk lain perlawanan silance tradisi baik dan untung lumayan itu terlanjur digeliguti amber (urban).

Lagi-lagi disini semangat berwiraswasta dijadikan alat penolakan diri mereka mau berbeda dari saudara-saudara pendatang baru. Benarkah?

Wallahu’alam bishowaf.

)* Penulis adalah Ketua Forum Komunikasi Muslim Pegunungan Tengah, Papua

Artikel sebelumnyaStop Establishing Kodim and Koramil in Tambrauw Regency!
Artikel berikutnyaSatgas Covid-19 Intan Jaya Sudah Bangun Lima Posko di Perbatasan