JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Kelompok hak asasi manusia Australia sedang menilai kembali strateginya untuk mencoba meyakinkan pemilik tambang raksasa, Rio Tinto dalam memperbaiki kerusakan yang dilakukan pihaknya di Tambang Panguna di Bougainville Tengah.
Operasi tambang yang mayoritas saham dimiliki Rio Tinto ini telah melakukann kerusakan lingkungan dan sosial yang amat besar dan meninbulkan perang saudara selama tiga dekade.
Pihak Central Hukum Hak Asasi Manusia bekerjasama dengan pemilik tanah di Bougainville dan Gereja Katolik, telah berusaha untuk mengangkat masalah ini selama dalam pertemuan pemegang saham Rio Tinto baru-baru ini di Inggris dan Perth Australia.
Pertanyaan tertulis telah diajukan dalam pertemuan di London, tetapi tanggapan dari ketua Rio Tinto, Simon Thompson, bahwa yang telah dilakukan adalah sesuai garis yang telah digunakan perusahaan selama beberapa tahun.
Dia mengatakan kepada para pemegang saham bahwa Rio Tinto mengakui kekhawatiran yang diadakan di Bougainville, tetapi mereka percaya bahwa perusahaan tetap sepenuhnya mematuhi standar yang berlaku saat itu.
Keren Adams, Direktur Pusat Hukum, mengakui ada cara lain bagi para kelompok-kelompok dari Bougainville untuk mencapai perbaikan.
Dia mengatakan, mereka akan menjajaki opsi hukum dan juga mencoba dan mengajukan keluhan non-yudisial kepada pemeriksa organisasi untuk kerjasama ekonomi dan pembangunan kantor pusat perbendaharaan di Australia.
Adams mengatakan, orang ini dapat membuat keputusan tentang apakah perusahaan-perusahaan Australia telah melanggar pedoman OECD.
Dia mengatakan bahwa pihaknya bertujuan untuk kembali terlibat dengan Rio “sekitar waktu konferensi pertambangan dan keuangan yang diadakan pada akhir tahun. Apakah itu mungkin. Kami juga akan menghubungi banyak investor.”
Sumber: Radio New Zealand
Editor: Elisa Sekenyap