7 Tahun “Jangan Diam, Papua”: dari Jalanan hingga Nyanyian Tapol Papua

0
2091
adv
loading...

Awal April 2013, puluhan orang berkumpul di Asrama Mahasiswa Papua Kamasan 1, Jogja, untuk membicarakan kabar menyedihkan: puluhan orang tewas sejak akhir tahun 2012 di Distrik Kwoor, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat. Mayoritas korban jiwa yang mencakup juga anak-anak dan perempuan ini disebabkan oleh gizi buruk dan busung lapar. Menurut info Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sorong pada waktu tersebut, pemerintah daerah masih saja belum memberikan perhatian yang berarti kepada warga setempat. Minimal ada 300 penderita gizi buruk dan busung lapar di Kwoor pada waktu tersebut.

Mahasiswa, pekerja, aktivis perempuan, Ikatan Mahasiswa Aceh, dan banyak elemen lainnya hadir di Asrama Papua dengan keprihatinan yang sama. Walaupun latar belakangnya berbeda, niat mereka hanya satu, yaitu orang awam bisa melakukan apa untuk mengangkat tragedi ini jadi perhatian publik. Akhirnya, panggung solidaritas untuk Tambrauw di Titik Nol Jogja diadakan pada bulan yang sama.

Dalam rentang pertemuan puluhan orang di Asrama Kamasan hingga hari-H panggung solidaritas tersebut, Yab Sarpote menuliskan lagunya, “Jangan Diam Papua”. Lagu ini pertama kali dinyanyikan secara akustik bersama kelompok musiknya terdahulu, Ilalang Zaman, di panggung tersebut.

Baca Juga:  Waspada Bahaya Malware dan Virus pada HP Android: Bisa Kuras Rekening Bank!

Sejak saat itu, lagu ini sering dibawakan Yab Sarpote di panggung-panggung jalanan dan non-jalanan soal Papua Barat. Mulai dari Peringatan 35 tahun Mambesak, Kampanye Pelanggaran HAM Papua Barat, dan Peringatan Wafatnya Arnold C. Ap, salah satu musisi legendaris Papua Barat yang tewas di tangan Orde Baru.

Dari arensemen musik, lagu ini memiliki dua versi. Yang pertama, versi full band yang dibawakan oleh Ilalang Zaman dan sejumlah anggota Aliansi Mahasiswa Papua. Versi ini dirilis pada November 2013. Setelah Ilalang Zaman bubar pada tahun 2015, Yab Sarpote merilis versi akustik trio lagu ini bersama Yolanda Tatogo dan (alm.) Mateus Auwe. Versi kedua ini kemudian dirilis dalam album kompilasi “Papua Itu Kita” (2015), sebuah album solidaritas untuk Papua Barat, bersama musisi-musisi lain seperti Iksan Skuter, Sisir Tanah, Last Scientist, Simponi, Siksa Kubur feat. Morgue Vanguard. Album ini dirilis dalam sebuah konser pada Juni 2015 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

ads

Bagi Yab Sarpote, “Jangan Diam, Papua” adalah sebuah narasi tandingan dan ketidakpuasan terhadap karya-karya seni secara umum, dan musik secara khusus, terutama di media mainstream yang mayoritas membahas Papua dengan penuh bias eksotisme dan cenderung kolonialis, tetapi menghilangkan penindasan dan penderitaan orang-orang Papua Barat akibat eksploitasi alam dan ekspansi industrialisasi.

Baca Juga:  Waspada Bahaya Malware dan Virus pada HP Android: Bisa Kuras Rekening Bank!

Bagi Yab, lagu ini mencoba menggugat bias nasionalisme buta yang melekat dalam diri banyak orang Indonesia yang tumbuh dalam konstruksi media mainstream di Indonesia yang cenderung eksotis dan kolonialis. Lagu ini mencoba mengatakan bahwa perlawanan rakyat Papua terhadap penindasan, eksploitasi, perampasan ruang hidup adalah hal yang layak dilakukan untuk membebaskan hidup mereka.

Sejak awal lagu ini diciptakan, Yab sendiri menganggap bahwa lagu ini tidak punya intensi komersial. Yab sepenuhnya mempersembahkan lagu ini untuk menjadi salah satu teman seperjalanan dan nyanyian jiwa bagi orang-orang yang peduli terhadap nasib Papua Barat, baik orang-orang Papua sendiri, maupun orang-orang non-Papua. Tolok ukur pencapaian lagu ini bukanlah dari seberapa banyak uang yang dihasilkan, tetapi seberapa erat lagu ini ada dalam kepala orang-orang yang berjuang demi Papua Barat.

Pencapaian ini sedikit-banyak dirasakan Yab saat “Jangan Diam, Papua” dinyanyikan beramai-ramai dalam acara-acara mahasiswa Papua yang dihadiri Yab. Pencapaian ini makin Yab rasakan saat 6 tahanan politik Papua Barat menyanyikan lagunya sebelum sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada 13 Januari 2020. Para tahanan politik ini adalah Surya Anta, Charles Kossay, Dano Tabuni, Isay Wenda, Ambrosius Mulait, dan Ariana Elopere. Para tahanan politik ini dikriminalkan hanya karena unjuk rasa yang mereka lakukan untuk mengekspresikan pendapat politiknya soal Papua Barat di muka umum.

Baca Juga:  Waspada Bahaya Malware dan Virus pada HP Android: Bisa Kuras Rekening Bank!

Bagi Yab, dinyanyikannya lagu ini oleh para tapol Papua adalah satu bentuk bagaimana lagunya sudah menjelma menjadi teman seperjalanan dan nada jiwa bagi perjuangan yang ada dalam kenyataan. Lagunya tidak lagi menjadi ornamen panggung musik, atau nada di saluran dan perangkat digital semata, tetapi menjadi lagu yang berbicara lantang pada jalanan, pada dinding-dinding penjara dan pengadilan, pada polisi, hakim, dan aparatus negara yang selama ini menjaga penindasan dan kesengsaraan orang-orang Papua tetap berlangsung. Saat tubuh tak dapat menembus terali besi dan penjagaan aparat bersenjata, lagunya tumbuh dalam kepala-kepala orang yang haus akan kemerdekaan, kebebasan, dan keadilan.

Lagu dan video musik “Jangan Diam, Papua” yang telah ditonton sebanyak 111 ribu kali di YouTube. Lagu ini dapat anda tonton di sini:

Artikel sebelumnyaYohanis Marar Ditembak OTK di Kilo 7 Gunung Kota Sorong
Artikel berikutnyaYeimo: Hukum Indonesia Rasis