Tanah PapuaLa PagoDAP Sebut, Penahanan Hingga Sidang Lima Tapol Papua Adalah Sandiwara Politik

DAP Sebut, Penahanan Hingga Sidang Lima Tapol Papua Adalah Sandiwara Politik

WAMENA, SUARAPAPUA.com— Ketua Dewan Adat Papua (DAP), Dominggus  Surabut desak pemerintah segera membebaskan lima tahanan politik (Tapol) Papua yang ditunda pembebasannya pekan lalu.

Lima Tapol Papua tersebut adalah Paulus Surya Anta Ginting, Charles Kossay, Ambrosius Mulait, Arina Lokbere dan Dano Anes Tabuni.

“Orang -orang yang mengembangkan isu hoaks semua tidak dijerat hukum, tapi malah mereka (5 Tapol) ini yang di hukum. Sama seperti kejadian di Wamena, yang ibu guru awal bikin isu itu tidak dijerat lalu dibebaskan,” ucap Sorabut kepada suarapapua.com di Wamena, Senin (18/5/2020).

Dikatakan, jika negara menghargai demokrasi, maka tahanan politik segera dibebaskan tanpa di tunda. Apalagi katanya, saat ini saat di mana situasi mewabahnya virus corona yang tentu membahayakan Tapol di dalam penjara. Lagian secara fisik tidak ada dasar hukum untuk mejerat mereka.

Baca Juga:  Penyebutan Rumput Mei Dalam Festival di Wamena Mendapat Tanggapan Negatif

Ia menilai, penahanan sejak ditangkap hingga sidang terakhir yang dilakukan negara adalah sebuah sandiwara politik. Disitu ada hitung-hitungan tertentu misalnya soal target politik dan kepentingan-kepentingan ekonomi.

Semua ketidakadilan hukum maupun pembatasan hak yang bernilai demokratis yang dilakukan di negara ini akibat negara yang dibangun atas kepentingan emosional, bukan  kepentingan ideologi.

“Mungkin kita bisa kuat dalam konteks penegakan hukum dan keadilan hukum terhadap tahanan politik,  tapi inikan hanya kepentingan emosional saja. Sehingga kelompok tertentu jadi korban,” ujarnya.

Dominggus mengatakan, berdasarkan pengalamannya, kelima Tapol tersebut tidak bisa disebut ataupun dijadikan Narapidana. Mereka itu Tapol. Hukuman  mereka juga bisa 7 sampai 8 bulan saja dan tentu berfariasi. Termasuk cuti bersyarat atau pembebasan bersyarat, di mana biasanya di kurangi masa tahanan.

Baca Juga:  Yakobus Dumupa Nyatakan Siap Maju di Pemilihan Gubernur Papua Tengah

“Tapi kalau memang itu waktu untuk mereka bebas, namun mereka ditahan itukan tidak ada dasar hukum. Karena status mereka suda ingkra, kecuali mereka naik banding. Putusannya juga 8 bulan di bebaskan, terhitung September 2019 – Mei 2020. Itu normal sesuai aturan. Tamba kebijakan khusus sesuai situasi Covid-19, maka tidak ada alasan untuk ditunda tunda.”

Terkait tuduhan makar, ungkap Domi, itu pasal karet – tidak ada dasar hukum untuk menjerat mereka dengan pasal makar. Sama sekali tidak ada sangkut pautnya.

“Inikan soal harga dirikan! Jadi supaya wajah negara tidak tercoreng, mereka ini harus di bebaskan. Sebab dari awal semua pelaku rasisme tidak di hukum. Hanya ada empat bulan, lima bulan dan termasuk ibu yang di Surabaya itu jugakan suda di bebaskan,” ujarnya.

Baca Juga:  Seorang Fotografer Asal Rusia Ditangkap Apkam di Paniai

Lagian apa yang dilakukan ke lima Tapol, semata-mata tidak merugikan negara, termasuk tidak adanya korban. Apa yang dilakukan mereka hanya sebagai bentuk ekspresi diri dalam menyampaikan pendapat secara demokratis tentang hak asasi manusia.

Oleh sebab itu, tegasnya ke lima Tapol Papua harus dibebaskan tanpa syarat dan tanpa ditunda-tunda.

Sebelumnya, Amnesty Internasional Indonesia mendesak lima Tapol Papua yang disebut tahanan hati nurani Papua di Jakarta untuk segera dibebaskan tanpa syarat.

“Penundaan ini sangat tidak dapat diterima. Para tahanan politik yang dalam istila kami (Amnesty) adalah tahanan hati nurani tersebut harus segera dibebaskan dan tanpa syarat. Mereka bahkan seharusnya tidak perna dipenjara sejak semula,” kata Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia di Jakarta.

Pewarta: Onoy Lokobal

Editor: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

Pemkab Yahukimo dan PGGJ Diminta Perhatikan Keamanan Warga Sipil

0
"Sampai saat ini belum ada ketegasan terkait pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di sana. Tidak ada ketegasan dari pemerintah daerah Yahukimo. Kami minta untuk segera tangani.”

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.