Koreksi Indikator Keberhasilan PSSB Papua

0
1485

Oleh: Yosef Sumaseb)*

Pada hari pertama penerapan PSBB di beberapa tempat di Provinsi Papua (Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Timika, Keerom dan Nabire) senin 16/05/2020 Kapolda nyatakan bahwa jika pasca 14 hari tidak terjadi perubahan signifikan maka akan dilakukan penutupan total. “Nanti setelah tanggal 4 Juni, virus ini tetap ada, kita tutup total dan tidak ada yang boleh keluar rumah,” tandas Kapolda Waterpauw lebih lanjut.

Muncul pro kontra menanggapi pernyataan Kapolda itu. Tanggapan kontra umumnya didasari keprihatinan terhadap masalah matapencarian dan asap dapur kelompok yang paling rentan karena berpenghasilan harian seperti mama-mama penjual pinang, buruh pelabuhan, tukang ojek, sopir dll.

Tanggapan pro lebih banyak muncul, karena adanya kekuatiran terhadap peningkatan jumlah kasus ODP, PDP, OTG dan pasien positif. Pasien meninggal bertambah. Kapasitas rumah sakit dan perawat terbatas. Kemungkinan keletihan para perawat dan petugas lainnya sehingga kesulitan untuk menangani pasien COVID-19.

Baca Juga:  Menghidupkan Kembali Peran Majelis Rakyat Papua

Berkaitan dengan tanggapan pro kontra itu saya berpendapat bahwa saat ini bukan saat tepat bagi masyarakat untuk berpolemik. Saat ini adalah saat untuk disiplin menjalankan PSPB untuk memutuskan mata rantai penyebaran COVID-19. Kedisiplinan semua pihak bisa membantu tujuan itu tercapai. Hal ini sudah berhasil dilakukan di Vietnam, Jepang, Korsel dan Wuhan (China). Jadi dari pada mengkritisi hal yang belum tentu terjadi pasca 4 Juni, lebih baik patuhi kebijakan PSPBB dengan disiplin supaya ada perubahan signifikan dan tidak perlu dilakukan penutupan total pasca 4 Juni 2020.

ads

Namun demikian, saya memiliki dua konsern terhadap penerapan PSBB ini. Pertama, tentang indikator keberhasilannya. Kedua, tentang rencana mitigasi kemungkinan terburuk jika pasca 4 Juni harus ada penutupan total.

Ukuran keberhasilan PSBB ini menurut Kapolda seperti dikutip wartawan adalah “nanti virus ini tidak ada”. Selengkapnya berikut ini pernyataan Kapolda ““Nanti setelah tanggal 4 Juni, virus ini tetap ada, kita tutup total dan tidak ada yang boleh keluar rumah”.

Baca Juga:  Orang Papua Harus Membangun Perdamaian Karena Hikmat Tuhan Meliputi Ottow dan Geissler Tiba di Tanah Papua

Ini merupakan indikator keberhasilan yang mustahil tercapai dalam 14 hari. WHO menyatakan virus ini baru bisa dapat diatasi dalam 4-5 tahun.

Karena itu, indikator keberhasilan PSBB di Papua harus dikoreksi. Lebih masuk akal jika yang ditargetkan adalah penurunan angka pertambahan ODP, PDP, dan pasien positif. Ini pun memerlukan skenario yang tepat untuk memprediksikan kapan anti-klimaks jumlah orang terpapar COVID-19. Apakah satu minggu ke depan adalah puncaknya dan per 4 Juni mulai menurun? Atau justru 4 Juni adalah puncak dan butuh 2 minggu lagi untuk melihat penurunan pertambahan orang terpapar COVID-19?

Dan untuk skenario tutup total pasca 4 Juni jika tidak terjadi penurunan pertambahan jumlah orang terpapar COVID-19 bukan hal mudah. Butuh berbagai langkah persiapan sejak sekarang. Butuh persediaan bama yang cukup, butuh perencanaan untuk distribusi bama secara baik (adil, tepat target, tidak menimbulkan konflik, tidak mengumpulkan massa), dll.

Baca Juga:  Mengungkap January Agreement 1974 Antara PT FI dan Suku Amungme (Bagian II)

Berdasarkan assesmen ini maka saya berpendapat bahwa:
1. Saat ini semua pihak sebaiknya patuhi kebijakan PSBB. Jalani dengan disiplin.
2. Perlu indikator keberhasilan yang terukur dan rasional untuk mengevaluasi perkembangan PSBB saat ini.
3. Skenario tutup total pasca 4 Juni jika PSBB saat ini dinilai gagal adalah ambisi yang tidak realistik. Paling mungkin adalah perpanjang PSBB dua minggu lagi sesudah 4 Juni untuk melihat hasil dari PSBB dua minggu sebelumnya.
4. bila aparat berwenang hanya punya satu opsi rencana jika PSBB saat ini belum berhasil mencapai target dan harus dilakukan tutup total maka sejak sekarang persiapan ke arah itu harus sudah mulai dilakukan sebaik mungkin dan sematang mungkin.

Biak 19 Mei 2020

)* Penulis adalah Anak Kampung, Tinggal di Biak

Artikel sebelumnyaBLT Dana Desa di Paniai Disalurkan Bulan Juni
Artikel berikutnyaSolidaritas Bersama Buruh Menuju Free West Papua