WAMENA, SUARAPAPUA.com— Ronal Kelnea, Anggota DPRD Kabupaten Nduga kesal terhadap Pemerintah Pusat yang sejauh ini hiraukan korban jiwa akibat operasi militer yang dilakukan negara terhadap warga sipil di Nduga, pasca insiden penembakan di Nduga Desember 2018 lalu.
Menurutnya, sejauh ini korban meninggal dari masyarakat sipil berjumlah 243 jiwa.
“Lebih bagus Pemerintah Pusat mengakui tindakan yang dilakukan negara hingga menewaskan warga sipil. Saya pikir orang Nduga mengganggu negara Indonesia,” ujar Kelnea kepada suarapapua.com di Wamena via telepon seluler, Selasa lalu.
Apa yang disampaikan ini merupakan sikap pihaknya, karena selama ini Nduga tidak dianggap sebagai bagian dari Indonesia.
“Maka untuk kedepan, kami mesti memisahkan diri dari NKRI. NKRI harus jelas memisahkan kami, dan pemerintah pindahkan kami ke negara mana. Kami tidak mau seperti ini terus seolah kami tidak ada apa apa di NKRI ini,” tegasnya.
Dikatakan, apa yang dilakukan aparat di Nduga merupakan perintah Presiden Republik Indonesia, sehingga presiden harus bertanggungjawab.
“Ini tidak ada inisiatif TNI/Polri. Pada saat 32 orang yang dibunuh di distrik Yigi, waktu itu pernyataan presiden jelas untuk aparat turun ke Nduga. Sehingga waktu tim ke Jakarta ketemu Presiden sudah sampaikan lisan dan tertulis, namun tidak ada respon,” katanya.
Dia juga menyesal karena ketika terjadi musibah di daerah lain di Indonesia, Pemerintah Pusat cepat meresponnya, tetapi ketika terjadi pengungsi di Nduga, Presiden seolah-oleh tidak tahu apa yang terjadi di Papua.
Kekesalan serupa juga diutarakan kepada Bupati-bupati se-tanah Papua, yang tak satupun memberikan perhatian terhadap pengungsi dan nyawa manusia yang meninggal akibat operasi militer berkepanjangan di Nduga.
Sebelumnya, Menko Polhukam, Mahfud MD, menyebut data korban Papua dari aktivis HAM Veronika Koman yang diserahkan ketika Menko dan Presiden berkunjung ke Canbera, Australia adalah data sampah.
Data-data yang diserahkan Vero sapaan akrabnya adalah data jumlah korban dan jenis kelamin, lengkap dengan waktu kejadian hingga data lokasi.
Pewarta: Onoy Lokobal
Editor: Elisa Sekenyap