Pemprov PB Diminta Berdialog Dengan Masyarakat Selesaikan Kasus Moskona dan Aifat

0
1416

KOTA SORONG, SUARAPAPUA.com— Pemprov Papua Barat, Pemkab Maybrat dan Teluk Bintuni, serta PT. Wanagalang dan Polda PB diminta segera berdialog dengan masyarakat adat wilayah Moskona dan Aifat Timur dalam menemukan solusi terbaik penyelesaian konflik yang terjadi belakangan ini.

Permintaan itu disampaikan koalisi organisasi masyarakat sipil pembela HAM dan lingkungan, yang terdiri dari SKPKC Ordo Santo Agustinus, Komisi Kerasulan Awam (Kerawam) Keuskupan Manokwari-Sorong, LBH-PBHKP Sorong dan Koalisi LSM Papua Barat Wilayah Sorong Raya.

Kaitannya dengan penyisiran aparat terhadap warga sipil di distrik Aifat, Maybrat atas pembunuhan anggota Brimob Polda Papua di HPH PT. Wanagalang Utama.

Pastor Bernadus Baru, Direktur SKPKC-OSA saat jumpa pers di Kantor LBH PBHKP mengatakan, penyelesaian masalah harus dilakukan dengan jalan dialog dan cara itu paling tepat meminimalisir langkah penguasa dalam menyelesaikan masalah.

Baca Juga:  Kotak Suara Dibuka di Pleno Tingkat Provinsi PBD, Berkas C1 Tak Ditemukan

“Kalau tidak dialog, maka masyarakat adat dan sipil yang akan menjadi korban,” tegas Bernadus pada, Sabtu (23/5/2020).

ads

Ia juga minta kepada PT. Wanagalang agar melakukan diaolog kembali dengan pemilik hak ulayat, LMA dan tokoh masyarakat setempat guna melihat kembali mekanisme kesepakatan, poin-poin kompenisasi, serta tanggungjawab moril perusahan terhadap masyarakat pemilik hak ulayat.

Selain itu, ia minta kepada pihak kepolisian dalam melakukan penyelidikan agar menjadikan PT. Wanagalang Utama sebagai pihak yang dilibatkan dalam proses penyelidikan terhadap motif pembunuhan anggota Brimob.

“Kami melihat, kasus pembunuhan terhadap seorang anggota Brimop di Wilayah Moskona Selatan, sebenarnya bersumber dari konflik antara PT. Wanagalang Utama dengan pihak pemilik hak ulayat. Maka dalam penyelidikan harus libatkan PT.Wanagalang Utama,” tuturnya.

Simon Soren, salah satu aktivis HAM dan Lingkungan meminta kepada pihak keamanaan untuk tidak menggunakan cara-cara intimidasi dan teror kepada masyarakat dalam mencari senjata dan pelaku pembunuhan anggota Brimob.

Baca Juga:  Ruang Panggung HAM Harus Dihidupkan di Wilayah Sorong Raya

Pihak keamanan harus menggunakan mekanisme demokratis dan hukum yang belaku di negara ini dalam proses pencarian.

“Meneror dan intimidasi itu cara yang tidak benar, karena itu merupkana kekerasan yang telah digunakan aparat. Kami menentang cara-cara kekerasan. Bangsa ini berhukum dan menganut sistem demokrasi. Ambilah langkah demokrasi dan sesuai prosudur hukum yang berlaku,” tegas Soren

Soren juga minta Polda PB untuk tidak mengabaikan prosedur asas praduga tak bersalah, sehingga tidak langsung memfonis pelaku pembunuhan mendahului proses pengadilan.

Karena hal tersebut bertentangan dengan prinsip hukum yang diatur di dalam kitab undang-undang hukum acar pidana (KUHAP) No. 8 Tahun 1981 dan UU No.48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman.

Baca Juga:  Pencaker Palang Kantor Gubernur Papua Barat Daya

Selain pernyataan pers, pihaknya menyatakan sikap agar pihak perusahaan tidak menggunakan jasa aparat kepolisian dari kesatuan Brimob  dalam kepentingan perusahaan, perusahaan yang beroperasi di wilayah Pemkab Maybrat harus memiliki izin dari Pemkab dan LMA.

Pihak TNI/Polri agar hentikan berkarier dengan cara mengejar dan menciptakan konflik, mengecam pendekatan militer, menarik aparat TNI/Polri dari perusahaan-perusahaan di tanah Papua, serta menolak pembangunan pos koramil dan polisi di Maybrat.

Kepada Pemprov Papua Barat agar evaluasi menyeluruh atas kehadiran perusahaan di Wilayah Maybrat dan Papua Barat. Mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Pemprov PB mencabut izin HPH PT. Wanagalang Utama dan memperhatikan nasib para pengungsi di hutan akibat penyisiran aparat belum lama ini.

Pewarta: Mari Baru

Editor: Elisa Sekenyap

Artikel sebelumnyaAir Terjun Klaisu, Pesona Alam Yang Patut Dikunjungi
Artikel berikutnyaBLT di Jayawijaya Dipastikan Cair 26 Mei 2020