JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Perdana Menteri Papua New Guinea, James Marape menyatakan bahwa apa yang dilakukan (penyelidikan) oleh pihak kepolisian tidak akan terhalangi olehnya sebagai perdana menteri.
Hal itu dikatakan Perdana Menteri kedelapan PNG ini atas apa yang dihadapi kepolisian PNG dalam banyak tuduhan yang merambah banyak orang, termasuk dirinya atas banyak hal luar biasa yang belakangan ini menjadi perhatian publik.
Peryataan ini dibuat PM Marape pada tanggal 24 Mei 2020, mengingat salinan instrumen 61 yang konon dirilis ke domain publik, dan beberapa bagian mengklaim bahwa Marape sebagai ‘pemain’ dalam kasus ini.
“Menteri Keuangan menandatangani Bagian 46 (b) dari UU IPBC dan Bagian 61 dari UU PFM berdasarkan permintaan dari Instansi Negara termasuk BUMN dan selalu menjadi yang terakhir dalam rantai proses persetujuan,” kata PM dalam statemennya yang direlease pada 24 Mei 2020 itu.
Ia lalu menyatakan, akan menawarkan pernyataannya sebagai Saksi Negara, seperti yang dia lakukan untuk UBS Saga guna ingin memberi tahu negara bahwa dirinya tidak akan pernah menggunakan kantor PM untuk menghentikan atau mendorong Polisi melakukan tugas konstitusional mereka.
Di bidang korupsi lainnya, PM mendorong warga negara dan penduduk PNG di semua tingkatan menggunakan perlindungan Undang-Undang Whistle-Blower yang disahkan Parlemen tahun lalu dan mulai melaporkan dan membantu menuntut penuntutan korupsi.
“Dalam sidang Parlemen Juni ini, kita akan mendapatkan pembacaan ketiga dan terakhir ICAC agar institusi khusus pemberantasan korupsi dapat dibentuk oleh hukum. Banyak pemerintah di masa lalu telah berjanji tetapi pemerintah saya akan mewujudkannya,” pungkasnya.
Sebelumnya, pada tanggal 23 Mei 2020, kepolisian PNG telah menahan mantan PM PNG, Peter O’Neill setibanya di Airport Jackson International Port Moresby dari Brisbane, Australia.
Penahanan itu atas dugaan penyelewengan, penyalagunaan jabatan dan korupsi resmi sehubungan dengan pembelian dua generator dari perusahaan Israel, LR Grup.
Pewarta: Elisa Sekenyap