Pemkab Puncak Diminta Transparan soal Penggunaan Anggaran Covid-19

0
1165

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Pemerintah kabupaten Puncak diminta transparan soal penggunaan anggaran awal penanganan Covid-19 dari APBD sebesar Rp 1,5 Miliar dan anggaran baru yang dipangkas oleh pemerintah Puncak yaitu Rp 167 Miliar lebih plus Rp 2 Miliar dari dana kampung.

Hal tersebut dikatakan Simson Dan Mom selaku ketua Forum Masyarakat, Intelektual dan ASN (RORMIA) kabupaten Puncak melalui sambungan telepon selulernya kepada suarapapua.com, Selasa, (26/5/2020), Jayapura, Papua.

Ia mengatakan, tim satgas gugus Covid-19 darurat pertama di kabupaten Puncak dibentuk pada bulan Februari 2020 diketuai oleh Setda kabupaten Puncak. Anggaran pertama untuk tim gugus Covid-19 Rp 1,5 Miliar, dan anggaran yang turun sifatnya untuk pembelian masker, sabun antiseptik, galon air untuk cuci tangan dan sosialisasi.

“Namun kenyataan yang terjadi hampir semua ASN, masyarakat dan pejabat anak asli Puncak tidak pernah dibagikan masker, sabun antiseptik untuk cuci tangan di rumah-rumah dinas dan gereja namun untuk tempat ASN non Papua diberikan, dan untuk anak asli mungkin hanya dilakukan di rumahnya wakil bupati Puncak selain dari itu tidak pernah,” katanya.

Dari dana Rp 1,5 Miliar yang dianggarkan tidak ada transparansi penggunaan anggaran. Kami tidak tau pemerintah belanja apa saja, karena sosialisasi tentang Covid-19 saja pemerintah tidak lakukan.

ads
Baca Juga:  Seorang Fotografer Asal Rusia Ditangkap Apkam di Paniai

“Hanya mereka lakukan satu kali saja di pasar, lalu bagi-bagi masker, foto-foto selesai langsung bubar,” katanya.

Sedangkan perekrutan tim relawan covid-19 yang dianjurkan oleh presiden Joko Widodo maupun kementerian itupun tidak dilakukan di kabupaten Puncak karena kami tidak tau relawan yang direkrut itu siapa.

“yang kami tau dan lihat selama ini yang kebanyakan jadi tim relawan satgas Covid-19 yaitu TNI/Polri bekerja sama dengan dinas kesehatan tanpa melibatkan masyarakat, tokoh pemuda, agama dan perempuan, dan ini yang terjadi selama ini,” katanya.

Namun hal tersebut tidak dipersoalkan oleh kami, karena kami berpikir bahwa dana Rp 1,5 Miliar tersebut minum karena banyaknya masyarakat dan situasi covid-19 di tanah Papua terus meningkat.

Setelah status tanggap darurat covid-19 naik, dan bupati jadi ketua tim gugus Covid-19 sesuai dengan keputusan menteri dalam negri, dan menteri keuangan agar bupati setempat menjadi ketua Satgas Covdi-19 sekalian memangkas anggaran pemerintah yaitu APBD dalam waktu dua minggu untuk melakukan pemangkasan dana covid-19.

Baca Juga:  Illegal Logging Masih Marak di Mimika, John NR Gobai: Masyarakat Dapat Apa?

“kami tidak tau nilai yang dipangkas oleh pemerintah, saya sebagai Kabag Organisasi dan Tata Laksana Sekretariat Daerah pun tidak tau, demikian juga dengan teman-teman OPD lain, ASN apalagi masyarakat,” katanya.

Dirinya mengatakan sejauh ini dalam penanganan Covid-19 di kabupaten Puncak, masyarakat, ASN serta DRPD belum mengetahui jumlah dana pemangkasan APBD yang dikucurkan pemerintah untuk menangani Covid-19.

“karena ketidakterbukaannya pemerintah, kami melakukan aksi spontanitas pada tanggal 15 Mei 2020 yaitu dengan menghalangi pembagian beras oleh pemerintah Puncak, itu baru kami tau kalau anggaran yang dipangkas oleh pemerintah Puncak yaitu Rp 167 Miliar lebih plus Rp 2 Miliar dana kampung, ini diutarakan langsung oleh kepala keuangan Pemda Puncak,” katanya.

Akibat tidak ada transparansi penggunaan anggaran Covid-19, masyarakat dan delapan perwakilan kepala distrik dari wilayah satu yang ingin terima beras dengan spontan bersama kami menolak bantuan pembagian bama tersebut.

“dana Rp167 miliar lebih itu pengalokasian untuk tim gugus covid-19 dan dinas kesehatan belum jelas sampai hari ini, anggaran ini diperuntukan untuk belanja peralatan kesehatan, sosialisasi atau belanja bama, serta sembako atau pun bantuan-bantuan lain pengalokasiannya seperti apa? Pengalokasian yang dilakukan diakukan tertutup rapi sehingga tidak diketahui masyarakat maupun ASN,” katanya.

Baca Juga:  Hilang 17 Hari, Anggota Panwaslu Mimika Timur Jauh Ditemukan di Potowaiburu

Sementara itu Stefanya Murib anggota komisi A DPRD kabupaten Puncak juga membenarkan hal tersebut terkait tidak adanya transparansi pemerintah soal anggaran Covid-19.

“DPRD pernah menyurati pemerintah (bupati) dan tim satgas gugus Covid-19 dua kali untuk rapat membahas proses pengalokasian anggaran pemangkasan Covid-19 namun mereka tidak pernah hadir,” katanya.

Ia mengatakan lembaga Legislatif Puncak saja tidak tau anggarannya digunakan untuk apa saja karena selama ini DPRD tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan anggaran Covid-19 dan pengalokasiannya seperti apa?

“aksi dilapangan lalu itu DPRD dukung karena kami ingin transparasi anggaran yang digunakan, DPRD saja tidak diberitahu tentang jumlah pemangkasan dari APBD itu sendiri, dan anggaran ini hanya diketahui bupati sendiri bersama OPD terkait serta tim Satgas Covid-19,” katanya.

Selama ini lembaga DRPD Puncak hanya menjadi penonton selama masa penanganan Covid-19, seolah-olah kami tidak dianggap bagian dari pemerintahan Puncak. Dan sejauh ini tidak ada pertemuan resmi soal penanganan Covid-19 dengan bupati, tim gugus Satgas Covid-19 dengan DPRD.

REDAKSI

Artikel sebelumnyaNico Wamafma: Hutan dan Tanah Papua Dalam Ancaman Investasi
Artikel berikutnyaUntuk Pertama Kalinya, Bapa dan Anak Asli PNG Jadi Kapten di Air Niugini