Surat Terbuka: Proses Seleksi 14 Kursi DPRP Otsus Wilayah Adat Cacat Hukum

0
1746
Ustadz Ismail Asso. (Ist)
adv
loading...

Kepada Yth:
Bapak Kapolda Propinsi Papua. Irjen Pol Paulus Waterpauw
di-
Tempat.

Syalom. Salam sejahtera saya sampaikan kepada Bapak Kapolda Papua beserta jajaran Polda Papua senantiasa dalam lindungan Tuhan YME serta sukses selalu dalam melaksanakan tugas khususnya dalam Pandemi Covid19 ini. Amin.

Terkait Proses Seleksi 14 Kursi DPRP Pengangkatan 5 Wilayah Adat Papua. Maka saya adalah salah satu peserta Calon yang ikut mendaftar.

Sejak awal proses seleksi saya ikuti hingga tahapan interveuw (wawancara) saya melihat Pansel 14 Kursi DPRP tidak transparan dan proses seleksi tak lebih hanya formalitas atas “ pesanan” pihak berkepentingan dalam arti nama- nama sudah dalam kantong sehingga proses seleksi sama sekali tidak profesional layaknya memilih Calon Anggota DPRP yang terhormat mewakili aspirasi rakyat daerah Wilayah Adat yang diwakili.

Dengan dasar ini secara pribadi menggugat dan mempersoalkan idependensi Pansel Kursi 14 DPRP pengangkatan otsus dalam soal sistem rekruitmen yang dipakai Pansel menggunakan kriteria apa bahkan cenderung tidak transparan karena penetapan 150 nama yang dinyatakan lolos melanggar Wilyah Adat.

ads

Hal itu terlihat misalnya nama marga contoh marga Tabuni, Wandikbo dan Kogoya dimasukkan lolos dari Kabupaten Jayawi Jaya adalah cintoh kasus Panitia Seleksi tidak paham Wilayah Adat Lapago karena 3 marga ini bukan berasal dari Wilayah Adat Kabupaten Jayawi Jaya (terlampir). Ini contoh buruk kinerja PANSEL yang tidak paham budaya dan Wilayah Adat Papua berarti cacat hukum.

Oleh sebab itu dengan ini saya secara resmi menggugat Pansel dan ingin melaporkan ke POLDA Papua agar Pansel dipanggil dalam soal transparansi dan independensi kinerja Pansel.

Dengan bukti kasus ini saya menilai bahwa proses seleksi cacat hukum serta penuh rekayasa dan saya sangat meragukan kredibilitas PANSEL DPRP 14 Kursi Pengangkatan 2019-2024.

Pansel 14 Kursi DPRP 14 Kursi tidak paham budaya dan tidak memahami Wilayah Adat secara baik dari kata paham sebagai layaknya Panitia Seleksi DPRP 14 Kursi Pengangkatan Otonomi Khusus perwakilan Wilayah Adat.

Polda Papua untuk itu perlu mendalami kasus ada tidaknya oknum berkepentingan terlibat dalam hal intervensi kinerja independensi Pansel dalam rekruitmen Calon Anggota DPRP 14 Kursi.

Saya menduga PANSEL 14 Kursi bahkan tak bekerja secara independent melainkan berdasarkan pesanan dari oknum berkepentingan di Papua.

Dengan demikian hasil seleksi DPRP Kursi Pengangkatan 14 Kursi tidak sah alias cacat hukum ditilik dari contoh kasus diatas secara teknis sangat fatal.

Saran saya sebaiknya Kursi 14 hasil seleksi yang tak transparan dan Pansel perlu dibatalkan demi hukum dan para oknum Pansel digiring ke ranah hukum untuk diperiksa.

Saya berharap Polda Propinsi Papua segera memanggil dan memeriksa seluruh anggota dan Ketua Pansel DPRP Kursi Pengangkatan Otsus Papua periode 2019-2024 terkait persoalan ada tidaknya keterlibatan oknum pejabat Papua dalam mekanisme sistem seleksi karena melanggar hukum Wilayah negara RI yang berlaku yakni dalam aspek independensi, kejujuran, keadilan, yang bersifat langsung dan terbuka. Bukan atas pesanan pejabat alias nama-nama sudah di kantong pejabat proses seleksi hanya formalitas alias penipuan.

Jika itu terjadi maka biaya proses seleksi faktor pertama yang harus diperiksa oleh Polda Papua. Kedua tingkat independensi dan profesionalisme mekanisme rekruitmen Pansel.

Ketiga ada tidaknya intervensi pejabat Papua dalam proses seleksi.

Demikian alasan saya mengadukan atas dasar hak-hak demokrasi sebagai anak Adat Lembah Agung (Lembah Baliem) Kabupaten Jayawi Jaya atas persoalan ini ke Polda Papua agar ini menjadi perhatian dan segera ditindak lanjuti Polda Papua.

Demikian atas perhatian Bapak Polda Propinsi Papua. Terimakasih.

Jayapura 22 Mei 2020

Hormat saya

Ismail Asso
Ketua Forum Komunikasi Muslim Pegunungan Tengah (FKMPT) Papua

Artikel sebelumnyaMekanik Tiongkok Yang Diam-Diam Memimpin Revolusi Melanesia Selama 40 Tahun
Artikel berikutnyaAkademisi: Pemekaran Kabupaten dan Provinsi Tidak Mampu Sejahterakan Masyarakat