Mahasiswa Intan Jaya Tolak PT. MSL Beroperasi di Tanah Migani

0
1780
Mahasiswa Intan Jaya memegang spanduk dan pamflet-pamflet penolakan PT. Moni Sejahtera yang beroperasi di tanah adat suku Migani, Intan Jaya, Senin 3/8/2020. (Yanuarius Weya - SP)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Komunitas Independen Mahasiswa Somatua Kabupaten Intan Jaya (KOMISI) dengan tegas menolak PT. Moni Sejahtera Langowan (PSL) yang berencana melakukan operasi tambang emas, uranium, perak, tembaga dan kekayaan alam lainnya di tanah adat Migani, dengan luas wilayah eksploritasi mencakup satu juta hektar. 

“Perusahaan ini sebenarnya sudah mau masuk beroperasi sejak 6 Oktober 2011, namun karena KOMISI melakukan sosialisasi ke masyarakat akar rumput sehingga tidak masuk. Kemudian KOMISI melakukan sosialisasi kedua juga untuk menolak perusahaan ini,” kata  Marius Hagimuni, Tim Penolak PT. MSL kepada suarapapua.com, saat dijumpai di Buper, Waena. Senin (3/8/20).

Sejak 2018 lalu, KOMISI mensosialisasikan penolakan perusahaan ini kepada warga di setiap distrik yang ada di Intan Jaya. Namun, perusahaan ini hadir di Nabire bersama dengan pembukaan sekretariatnya pada 6 Mei 2020.

“Kami mahasiswa kaget dengan kehadiran sekretariat di Nabire yang tidak jauh dari depan kodim,” ujarnya.

Baca Juga:  Kepala Kampung Minta Pemkab Tambrauw Atasi Abrasi Sepanjang Pantai Mega

Ia meminta oknum-oknum yang sedang berupaya hadirkan perusahaan tambang ini, agar berhenti dari usaha-usahanya, tanpa mempertimbangkan dampak dari kehadiran sebuah perusahaan.

ads

“Elit-elit atau borjuis stop mengatasnamakan masyarakat yang tidak tahu apa-apa, demi kepentingan kalian jangan rakyat korban lagi. Lebih baik berhenti oknum-oknum yang jual rakyat Intan Jaya demi sesuap nasi atau uang, karena Intan Jaya belum siap untuk terima perusahaan ini. SDM saja tidak mampu mengolah perusahaan ini. Kalau hadir untuk siapa dan yang kerja siapa jadi, stop bawa malapetaka di negeri Migani,” tegas Hagimuni.

Senada dengannya, Dewo Wonda turut mendukung pernyataan Hagimuni. Menurutnya, cukup PT. Freeport Indonesia yang telah masuk dan merusak alam, serta menguras seluruh kekayaan alam Papua.

“PT. Freeport Indonesia yang luas wilayah operasinya 200 hektar saja telah merusak kehidupan manusia dan alam di sana, apa lagi PT. MSL yang wilayahnya satu juta hektare, sangat berdampak besar dan ini masalah kita semua dari wilayah Meepago, Lapago dan Saireri.

Baca Juga:  Sinode GKI Gelar Lokakarya Pendirian Yayasan Misi dan Diakonia

“Kami harus bersatu dan menolak model apapun perusahaan tambang di tanah Papua. Cukup minyak bumi, minyak gas dan perusahaan kelapa sawit dan kayu yang sudah masuk dan dikuras habis di alam kita,” ajaknya.

Sementara itu, Pastor Kleopas Sondegau, Pr yang sebelumnya merupakan anggota komisi aktif pada masa mahasiswa mengungkapkan, KOMISI itu muncul dari inisiatif dan kepedulian mahasiswa waktu itu, demi memproteksi alam dan manusia Intan Jaya. Sehingga yang namanya merusak alam dan manusia itu kita tolak.

“Perusahaan apapun yang masuk tetap kita tolak termasuk PT. Moni Sejahtera Langowan, apalagi yang pakai nama perusahaan tambang, sebab mereka hadir bukan untuk mensejahterakan rakyat di sini, melainkan untuk merusak alam. Salah satu contohnya seperti limbah Freeport yang telah merusak ekosistem alam dan kehidupan masyarakat adat disana,” ujarnya.

Baca Juga:  Marinus Yaung Kaderkan Perempuan Mee Jadi Dosen di Prodi HI Uncen

Ia juga berharap agar mahasiswa atau oknum-oknum yang berjuang untuk kehadiran perusahaan ini berhenti, karena dampaknya buruk bagi rakyat dan geografis wilayah di sana tidak mendukung.

“Hati-hati juga mahasiswa yang masuk dalam tim mereka, karena dapat uang pulsa atau demi sesuap nasi, kalau mahasiswa seperti itu kita bisa dibilang pengkhianat. Kami harap juga oknum-oknum intelektual, atau bupati atau politisi siapapun berhenti. Dan pada prinsipnya kita akan tolak perusahaan apapun di Intan Jaya, dan itu bukan hal baru, tapi penolakan itu sudah dari dulu kami lakukan,” pungkasnya.

 

Pewarta : Yanuarius Weya

Editor : Arnold Belau

 

 

Artikel sebelumnyaMahasiswa Uncen Tolak Keterlibatan Akademisi  dalam Revisi Otsus Jilid II
Artikel berikutnyaMusisi Papua Ajak Masyarakat Jaga Alam