JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Pemerintah Prancis telah menguraikan konsekuensi bagi Kaledonia Baru jika para pemilihanya memilih merdeka dari Prancis dalam referendum yang akan di helat pada 4 Oktober 2020.
Lebih dari 180.000 orang berada di daftar terbatas untuk memberikan suara. Referendum ini berada pada urutan kedua dari tiga kemungkinan referendum yang tersedia bagi New Kaledonia oleh Noumea Accord.
Dalam sebuah dokumen yang dirilis Komisi Tinggi di Noumea, Prancis sebagaimana dilaporkan RNZ Pasifik mengakui dalam kasus pemungutan suara ya, itu akan mengatur periode transisi terbatas waktu untuk mentransfer kekuasaan berdaulat yang tersisa, terkait dengan keadilan, pertahanan, kepolisian, kebijakan moneter dan urusan luar negeri.
Dikatakan itu tidak akan menjadi perpecahan yang brutal karena hubungan historis Prancis dengan Kaledonia Baru dan tanggung jawabnya di hadapan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pada waktu yang disepakati bersama, undang-undang Prancis akan mengakhiri status wilayah saat ini dan Kaledonia Baru akan mengeluarkan deklarasi kemerdekaan.
Pernyataan itu juga mengatakan mekanisme pendanaan negara tidak lagi memiliki dasar hukum dan karena itu akan menjadi usang.
Dikatakan, hubungan keuangan di masa depan akan didasarkan pada penawaran bantuan pembangunan.
Pernyataan tersebut menyebutkan penduduk Kaledonia Baru akan mendapatkan paspor yang dikeluarkan negara baru tersebut.
Kemudian tergantung Majelis Nasional dan Senat Prancis untuk mengesahkan undang-undang yang memungkinkan beberapa orang Kaledonia Baru untuk mempertahankan kewarganegaraan Prancis.
Jika mayoritas pemilih memilih status quo, referendum ketiga dapat dilakukan dalam dua tahun.
Dalam referendum pertama pada November 2018, hanya di bawah 57 persen yang memilih menentang kemerdekaan.
Hasilnya sebagian besar mencerminkan pola pemungutan suara dalam pemilihan provinsi, dengan Provinsi Selatan menentang kemerdekaan dan sebagian besar Provinsi Kanak Utara dan Kepulauan Loyalitas mendukung kemerdekaan.
Pada tahun 1987, lebih dari 98 persen memilih menentang kemerdekaan dalam referendum yang diboikot oleh FLNKS, organisasi pro-kemerdekaan. (*)