JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Pemuda Katolik Komda Papua menyayangkan hasil keputusan 14 kursi jalur Otonomi Khusus (Otsus) periode 2020-2024 yang tidak diwakili oleh perempuan.
“Sudah jelas-jelas itu diatur dalam Perdasus Nomor 6 Tahun 2014, Pasal 3 ayat 2, ‘Dengan memperhatikan keterwakilan perempuan dari setiap daerah pengangkatan’ sehingga Komda melihat keputusan itu tidak sejalan dengan pasal di atas,” kata Alfonsa Jumkon Wayap, Ketua Komda Papua kepada suarapapua.com di Jayapura, Selasa (1/9/2020).
Menurutnya, ada diskriminasi terhadap perempuan, padahal perempuan memiliki hak politik di dalam 14 kursi itu dan 14 kursi Otsus bukan hanya diperuntukan bagi kaum laki-laki.
Ia menyatakan, seolah-olah hak perempuan seakan dikebiri, dibungkam dan tidak ada ruang bagi perempuan. Dari sekian perempuan Papua yang diseleksi pada akhirnya perempuan tidak mendapat ruang di jalur 14 kursi pengakatan untuk periode 2020-2024.
“Saya ingat persis ditetapkannya Perdasus Nomor 6 Tahun 2014 pada tanggal 21 Agustus 2014 melalui sidang Paripurna yang diikuti 56 wakil rakyat. Namun kini peran perempuan tidak diberi ruang,” ujar Alfonsa.
Katanya, jangan karena kepentingan tertentu yang akhirnya mengabaikan hak Sipol perempuan dalam memperjuangkan aspirasi rakyat Papua. Perjuangan panjang OAP termasuk perempuan didalamnya, maka perempuan memiliki hak dalam menduduki kursi parlemen dari jalur 14 kursi Otsus.
Sementara Ketua Aliansi Papua Penuh Damai (Papeda), Yulianus Dwaa ketika dihubungi suarapapua.com mengakui, pihaknya menyesalkan penetapan 14 kursi DPR Papua yang dilakukan Pansel dan Gubernur Papua.
Jayapura, Rabu (19/08/2020) mengatakan
Menurutnya, dalam 14 kursi itu tidak ada keterwakilan perempuan di dalamnya, sebagaimana Pasal 65 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilu yang ‘mengatur partai politik peserta pemilu memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen dalam pencalonan legislatif’.
“Kenapa tidak di 14 kursi DPR Papua kita kasih 30 persen keterwakilan perempuan, untuk menyuarakan hak-hak mereka yang ada di tanah Papua?” tukasnya.
Pewarta: Agus Pabika
Editor: Elisa Sekenyap