JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jayapura mendesak Kapolres Yahukimo agar menindak tegas personelnya yang melakukan kekerasan verbal, intimidasi dan penghalangan terhadap jurnalis Radio Sumohai Dekai dan Suara Papua di Mapolres Yahukimo pada tanggal 27 Agustus dan 2 September 2020.
“Mendesak Kapolres segera menindak tegas personilnya yang melakukan kekerasan verbal, intimidasi dan menghalang-halangi kerja jurnalistik,” kata Ketua AJI Kota Jayapura, Lucky Ireeuw kepada suarapapua.com, Rabu (2/9/2020).
Aji juga mendesak pimpinan kepolisian di Polda Papua dan Polres Yahukimo untuk menjamin keamanan, keselamatan dalam melakukan liputan di lapangan. Termasuk memberikan akses bagi jurnalis untuk meliput kejadian atau peristiwa di Wilayah hukum Polres Yahukimo.
“Demi tegaknya demokrasi dimana pers merupakan salah satu pilar demokrasi, kami mengharapkan dukungan dan kerjasama yang baik antara insan pers dan aparat penegak hukum, khususnya di tanah Papua,” kata Ireeuw.
Ia mengatakan, wartawan bekerja di lapangan dilindungi oleh UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dimana UU ini menyebutkan bahwa dalam melaksanakan profesinya, wartawan mendapatkan perlindungan hukum.
Pasal 4 ayat 3 disebutkan, “Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.”
Setiap orang yang menghambat atau menghalangi perihal tersebut terancam pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
Selain katanya, pelanggaran UU Pers, oknum polisi juga tidak memedulikan Nota Kesepahaman Antara Dewan Pers dengan Polri Tahun 2017 tentang Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.
Ia juga menambahkan, wartawan bekerja terikat pada kode etik profesi, yakni Kode Etik Jurnalistik (KEJ), sehingga data dan fakta yang diperoleh di lapangan adalah benar benar fakta, tanpa rekayasa, dari sumber yang jelas sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
Sebelumnya, pada 27 Agustus 2020, Ruland Kabak, wartawan Radio Bumi Sumohai (RBS) sempat dibatasi dan dihalangi oleh aparat untuk meliput di Mapolres Yahukimo terkait kasus pembunuhan yang terjadi di Dekai, ibu kota Kabupaten Yahukimo beberapa waktu lalu.
“Sekitar jam 11 lapor ke pos penjagaan. Saya ditanya, lalu saya bilang saya reporter dari radio Bumi Sumohai. Saya mau konfirmasi kasus pembunuhan kemarin, dan saya disuruh masuk.”
“Dekat pintu masuk kantor saya dihadang beberapa anggota. Satu anggota Polantas tanya saya mau ke mana. Saya bilang mau konfirmasi kasus pembunuhan kemarin dan saat itu satu anggota Brimob datang dorong saya dan bilang tidak ada. Kau pulang sebanyak 3 kali dan didorong hingga pos penjagaan,” jelas Ruland.
Kata Ruland, akibat dorongan itu tali gantungan kartu pers saya putus. “Saya bilang ia saya pulang, tapi jangan dorong-dorong, tetapi satu [anggota] lagi datang bilang kamu melawan. Kamu pulang, ko [anda] kartu pers tidak ada jaminan buat ko,” ucapnya.
Serupa dialami Atamus Kepno, wartawan Suara Papua pada, Rabu (2/9/2020) yang hendak meliput ke Kantor KPU Yahukimo, namun sempat singgah di Mapolres Yahukimo dan dihalangi aparat.
“Ia saya sempat di lorong menuju ruang tahanan, yang berdekatan dengan ruang Reskrim. Disitu tas saya diperiksa, lalu dia [anggota] tanya kamu wartawan ya. Setelah dia melihat ID Card saya lalu dia bilang kamu jangan bikin-bikin berita hoax lagi. Tapi saya bilang bagaimanapun itu kita buat sesuai Narsum berikan informasi, kalau kasih tinggal bagaimana. Jadi dia [anggota] bilang saya kalau perlu nanti ketemu Kapolres, atasan kami,” jelas Atamus.
Pewarta: Elisa Sekenyap