Nasional & DuniaMahasiswa Papua di Makasar Dipukuli Anggota Ormas Disaat Menggelar Aksi Demo Penolakan...

Mahasiswa Papua di Makasar Dipukuli Anggota Ormas Disaat Menggelar Aksi Demo Penolakan Otsus

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Mahasiswa Papua di Makasar yang tergabung dalam Forum Solidaritas Peduli Rakyat Papua dilempari batu dan dipukuli anggota Ormas ketika hendak menggelar aksi demo damai tolak Otsus jilid II dan gelar referendum.

Marko Pahabol, koordinator aksi kepada suarapapua.com pada, Jumat (25/9/2020) mengatakan, satu hari sebelum aksi dilakukan, pada malam Kamis telah didatangi aparat dari Polres Makasar ke Asrama Papua dan meminta menunda rencana aksi tersebut.

Namun kata Marko, pada Jumat pagi sekitar pukul 7.10 WITA, mahasiswa tetap berkomitmen untuk menggelar aksi, dimana mahasiswa mulai berkumpul di Asrama Papua Makassar.

“Saat pagi sudah ada banyak orang tidak dikenal di asrama. Ada juga aparat berpakaian preman di depan asrama Papua. Jam 08:30 WITA datang juga polisi berseragam lengkap dan beberapa Brimob. Setelah semua masa aksi berkumpul, aksi dimulai Jam 09:30 WITA. Masa aksi mulai keluar dari titik aksi (asrama), namun dihadang di depan pagar asrama.”

Baca Juga:  Aksi Mahasiswa Papua di Jakarta Sempat Dihadang Aparat Karena Motif BK di Baju dan Mural

“Dengan cara menutup pintu pagar oleh kurang lebih lima aparat berpakainan preman. Sekitar jam 09.40 WITA, Korlap memberikan arahan kepada masa aksi untuk tetap melanjutkan aksi menuju jalan raya di Monumen Mandala,” jelas Marko.

Sekitar pukul 09.45 WITA kata Marko, terjadi pelemparan batu dari arah belakang masa aksi dan mengenai salah satu mahasiswa Papua. Tidak lama kemudian masa aksi dihadang satu orang anggota Ormas dan anggota Ormas lainnya meneriakkan yel-yel NKRI harga mati.

“Setelah itu banyak anggota Ormas mulai menyerang dari berbagai sisi hingga masa aksi mundur dan sempat terbagi menjadi dua kelompok. Setelah itu Korlap ditarik dan dipukul menggunakan helm kena dipelipis kanan dan sobek berdarah lalu terjadi aksi saling dorong. Kami kembali bersatu jadi satu kelompok, tetapi masih didorong oleh pihak Ormas.”

Baca Juga:  Program Transmigrasi dan PSN Ancam Hak Hidup Masyarakat Adat Papua

“Ada pembiaran dari aparat keamanan, hingga terjadi pelecehan terhadap dua masa aksi perempuan. Setelah itu masa aksi masih didorong, dipukuli, dan dilempari helem oleh pihak Ormas yang ditengahi oleh Polisi dan Brimob hingga masuk ke dalam Asrama Papua Makassar.”

Setelah itu kata Marko, masa aksi melanjutkan orasi didalam pagar asrama hingga pembacaan pernyataan sikap kurang lebih Jam  10:40 WITA dan setelah itu masa aksi membubarkan diri.

Marko mengatakan, ada 9 mahasiswa yang mengenai lemparan batu, dipukuli dengan helm, pelecehan seksual terhadap kawan-kawan mahasiswi dan sejumlah handphone dan topi diambil.

Rincian mahasiswa yang dipukul dan dilempari baru. Termasuk jumlah aparat TNI/Polri dan anggota Ormas yang menghadang dan melakukan pemukulan terhadap mahasiswa Papua.

  1. Marko (21 tahun)  : Luka bagian pelipis mata kanan dan bagian siku kiri biru.
  2. BN (19 tahun)  : Tangan bengkak, luka di bagian jari manis, dan baju robek. HP Oppo diambil.
  3. Yelfin (18 Thn):  Goresan samping kanan wajah.
  4. PB (22 Thn): Lecet goresan bagian Leher.
  5. WK (20 Thn): Terjadi pelecehan dengan menyentu dada seorang mahasiswi dan ditarik.
  6. AG (20 Thn):  Luka di bawah mata kanan dan luka bagian telinga kanan. Barang yang diambil, HP Oppo, Topi BK, Sendal.
  7. DW (20 Thn): Terjadi pelecehan dibagian dada.
  8. I (22 Thn): Luka Goresan disamping leher kiri.
  9. Mandela (25 tahun): terkena lemparan batu kaki sebelah kiri dari arah belakang.
Baca Juga:  Mahasiswa Papua di Makassar Mendesak Aparat Bebaskan Dua Massa Aksi dan Pendamping Hukum

Jumlah TNI/Polri dan ORMAS

Sebanyak 43 anggota Polisi  dan 23 anggota Brimob, aparat yang berpakaian preman 25 anggota, 4 anggota TNI dan 27 anggota Ormas .

Sebanyak 4 mobil Dalmas sedan dan sebanyak 17 motor Brimob .

 

Pewarta: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.