JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua mendesak Polda Papua segera menangkap dan mengadili pelaku penyalahgunaan senjata api (Senpi) dalam aksi penolakan Otsus jilid II, yang digelar mahasiswa Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, Selasa (27/10/2020) lalu.
Emanuel Gobay, direktur LBH Papua, saat dihubungi suarapapua.com, Kamis (29/10/2020) siang, menyatakan, mahasiswa yang ditembak menggunakan senjata api dan gas air mata merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951.
“Ada tindakan pengeroyokan terhadap massa aksi, babar belur hingga mengakibatkan luka, itu juga telah melanggar tindak pidana KUHP Nomor 170. Jadi, kami desak Kapolda Papua dan Kapolresta Jayapura tangkap pelaku itu,” ujarnya.
Ia menegaskan, tak ada yang lebih tinggi di depan hukum, sehingga tangkap dan proses pelaku penembakan dan pengeroyokan terhadap massa aksi.
“Kita semua sama di mata hukum, mau bilang presiden atau siapapun, termasuk warga negara, sama. Segera tangkap dan usut pelaku itu,” tegasnya.
Emanuel mengatakan, harusnya Kapolda Papua menyarankan kepada anggotanya untuk mengevaluasi kembali komitmen untuk menjalankan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang implementasi prinsip dan standar hak asasi manusia dalam penyelenggaraan tugas kepolisian negara Republik Indonesia.
“Sudah banyak terjadi tindak pidana demokrasi di Papua dalam pembubaran massa aksi yang dilakukan Polri dan TNI di Tanah Papua,” ucapnya.
Aparat keamanan telah membungkam ruang demokrasi. Polri dan TNI dikategorikan melanggar tindak pidana demokrasi dalam membubarkan massa aksi damai dengan dalil-dalil tanpa bukti.
Terpisah, Manu Iyabi, koordinator umum (Kordum) aksi, mengatakan, mahasiswa yang tertembak sebanyak tujuh orang dan mereka tercatat sebagai mahasiswa aktif di Uncen.
“Lima lainnya agak ringan, dua orang mahasiswa sangat kritis sampai sekarang,” kata Manu.
Aksi penolakan Otsus jilid II yang digelar di Kota Jayapura, menurut Gerson Pigai, koordinasi aksi di Ekspo Waena, sangat diskriminatif bahkan terjadi tindakan represif dari aparat gabungan.
“Kami di Ekspo dibubarkan secara brutal oleh aparat, dan di Abe sebanyak 13 orang sempat ditahan.”
Tujuan aksi jelas hendak menyampaikan aspirasi secara baik, tetapi dihadang dan dibubarkan aparat keamanan.
“Kami tidak mau melakukan aksi itu dengan anarkis, terpaksa kami membubarkan diri,” imbuhnya.
Pewarta: Yance Agapa
Editor: Markus You