BeritaRakyat Papua di Lapago Tolak Otsus Jilid II dan Tuntut Referendum

Rakyat Papua di Lapago Tolak Otsus Jilid II dan Tuntut Referendum

WAMENA, SUARAPAPUA.com — Seluruh elemen masyarakat asli Papua yang berdomisili di wilayah adat Lapago dengan tegas menolak Otsus Jilid II dan menuntut referendum untuk menentukan nasip sendiri bagi bangsa Papua.

Hal itu mengemuka dalam rapat dengar pendapat (RDP) untuk wilayah Lapago yang dilaksanakan di halaman kantor Dewan Adat Balim, Selasa (17/11/2020) kemarin, dihadiri perwakilan seluruh elemen masyarakat yang ada di wilayah adat Lapago.

“Berdasarkan hasil RDP yang diadakan di wilayah Lapago, seluruh elemen masyarakat dengan tegas menolak Otsus Jilid II dan minta referendum bagi bangsa Papua,” ujar Dominikus Surabut, ketua Dewan Adat Papua (DAP), usai memimpin kegiatan RDP.

“Semua sudah nyatakan sikap tegas, tolak Otsus jilid II dan minta referendum,” ujarnya lagi kepada wartawan di Wamena.

Suksesnya kegiatan ini, kata Surabut, berdasarkan mandat dari MRP untuk laksanakan RDP di wilayah Lapago menyusul aksi penghadangan dan penyanderaan oleh sekelompok orang di bandar udara Wamena, Minggu (15/11/2020) pagi. Setelah tertahan tujuh jam lebih, MRP bersama rombongan terpaksa kembali ke Jayapura.

Ia menjelaskan, perwakilan yang hadir dalam kegiatan RDP ini tiga suku besar yakni Yali, Hubula dan Lani. Juga, dewan adat wilayah Lapago dan perwakilan tujuh kampus yang ada di wamena. Tak terkecuali perwakilan perempuan, tokoh pemuda dan tokoh agama di Lapago.

Baca Juga:  Soal Pembentukan Koops Habema, Usman: Pemerintah Perlu Konsisten Pada Ucapan dan Pilihan Kebijakan

“Mereka semua sudah sampaikan pandangan terkait Otsus dilanjutkan atau tidak. Jadi, dari semua pandangan itu, ditegaskan bahwa Otsus sudah gagal dan semua minta untuk menentukan hak nasip sendiri atau referendum,” tandasnya.

Seluruh pandangan tersebut diakui Surabut, siap dihimpun dengan baik untuk diteruskan ke MRP.

“Pandangan dari semua pihak itu juga saya buat notulensinya, terus ada rekaman dan dokumentasinya. Itu semua kumpulkan dan saya akan serahkan ke MRP. Karena MRP berikan mandat kepada saya setelah berkoordinasi untuk mengadakan RDP di wilayah Lapago,” jelas Surabut.

Menurutnya, dalam RDP tak ada pernyataan subjektif dari ketua DAP.

“Saya sendiri tidak bicara, karena saya bagian dari mengawal proses ini untuk mendengarkan rakyat mau bicara apa. Karena kalau saya yang bicara itu nanti dipandang bahwa ketua dewan adat sudah disetting baru hanya minta dukungan saja. ini yang tidak.”

Baca Juga:  Dewan Pers Membentuk Tim Seleksi Komite Perpres Publisher Rights

Penegasan ini perlu disampaikan karena kata Surabut, suara rakyat akar rumput sudah disaksikan semua pihak.

“Teman-teman wartawan juga tadi melihat langsung bahwa kegiatan ini diadakan di alam terbuka dan siapa bicara apa, dengan gaya bicaranya masing-masing sudah dengar dan saksikan semua. Bahasanya kita tidak seting atau tulis, tetapi ya secara spontan mereka sampailkan begitu,” kata Domi.

Langkah berikutnya, ia menambahkan, hasil RDP dari Lapago akan diserahkan ke MRP.

“Selama satu atau dua hari ini kita akan siapkan notulensi beserta dokumen-dokumen, kita finalkan dan langsung sampaikan ke MRP.”

Tak hanya di Lapago, Domi memastikan kegiatan sama dilaksanakan juga di empat wilayah adat lainnya: Animha, Meepago, Saireri, dan Mamta.

Domi juga mengaku mendapat laporan secara umum kondisinya sama. Khusus wilayah adat Animha di Merauke, sekelompok orang dikondisikan institusi negara untuk tidak menerima MRP adakan RDP. Sama pula di Saireri dan Meepago.

“Kita di Lapago, kondisi beberapa saat sampai hari ini, semua sudah dialami, pemerintah daerah bersama TNI dan Polri sedang melindungi kelompok LMA dan BMP untuk mempersempit ruang gerak bagi kami dan rakyat bicara Otsus,” bebernya.

Baca Juga:  PT Eya Aviation Indonesia Layani Penerbangan Subsidi Wamena-Tolikara

Sementara itu, Mully Wetipo, ketua Forum Masyarakat Jayawijaya Pegunungan Tengah Papua (FMJ-PTP) menegaskan apapun sikap masyarakat harus diterima semua pihak sebagai bagian dari evaluasi terhadap implementasi Otsus di Tanah Papua sejak tahun 2001 lalu.

Mully bahkan tegaskan, “Kami menolak yang namanya revisi Undang-undang Otsus. Siapapun yang sedang memperjuangkan untuk perpanjangan Otsus, kami mengutuk segala bentuk tindakannya.”

Alasannya, beber Wetipo, tidak ada hal yang bisa menguatkan Otsus berhasil diimplementasikan di Tanah Papua.

“Nyatanya selama ini di semua sektor termasuk pengelolaan sumber daya manusia, sama sekali tidak berhasil.”

Sebagai anak muda penerus masa depan Papua, ia menyatakan mendukung sikap bersama seluruh elemen masyarakat Papua di wilayah adat Lapago.

“Di depan alam terbuka dan di depan masyarakat di atas tanah dan di bawah langit ini, saya mewakili seluruh elemen pemuda yang ada di wilayah Lapago, dengan tegas menolak revisi Otsus,” ujar Mully.

Pewarta: Onoy Lokobal
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

IPMMO Jawa-Bali Desak Penembak Dua Siswa SD di Sugapa Diadili

0
Pelajar dan mahasiswa Moni se-Jawa dan Bali juga mengutuk segala bentuk tindak kekerasan dan kesewenang-wenangan yang dilakukan aparat keamanan Indonesia di Papua khususnya wilayah Intan Jaya yang menyebabkan konflik tidak berkesudahan sampai saat ini.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.