JAKARTA, GREENERS.co/SUARAPAPUA.com — Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) provinsi Papua Barat mempublikasikan hasil penelitian terbaru yang menyebut Pulau Papua sebagai wilayah dengan keanekaragaman hayati terkaya di dunia.
Kolaborasi global yang melibatkan 99 ahli dan 56 institusi di 19 negara itu mengidentifikasi 13.634 spesies tumbuhan yang ada di daratan Tanah Papua.
Tak hanya itu, Pulau Papua juga dikategorikan memiliki biodiversitas lebih banyak dibanding pulau Madagaskar di Afrika Timur.
Penemuan yang diterbitkan dalam jurnal “New Guinea Has The World’s Richest Island Flora” pada Rabu 5 Agustus 2020, mencatat adanya 1.747 genus dan 264 famili tumbuhan. Sebanyak 68% diantaranya merupakan flora endemis di Tanah Papua dan tidak dapat ditemukan di tempat lain.
“Inilah yang membuat Pulau Papua menjadi satu-satunya kepulauan di Asia Tenggara yang memiliki tumbuhan endemis terbanyak,” kata Ezrom Batorinding, kepala sub bidang Diseminasi dan Publikasi Balitbangda provinsi Papua Barat, sebagaimana diwartakan greeners.co.
Ezrom menjelaskan tujuan penelitian ini untuk mengekspos flora di Tanah Papua dan sebagai rangkuman data publik.
“Informasi tersebut dijadikan sebagai acuan literatur dan informasi dasar bagi penentuan kebijakan maupun perencanaan konservasi.”
Hal ini menurut Ezrom, dianggap penting untuk memastikan kekeliruan literatur mengenai flora di Tanah Papua.
“Selama ini literatur yang ada menerka bahwa flora di Tanah Papua berkisar antara 15 hingga 25 ribu. Tetapi secara resmi yang teridentifikasi ada 13.634 jenis. Jumlah itu ada yang endemis Papua serta jenis tumbuhan yang ada di Malaysia dan Filipina, karena memang masih satu bentang,” tuturnya menjelaskan.
Ia menduga data jumlah ilmiah juga berpotensi membuka peluang pencurian flora di Pulau Papua.
“Untuk mengantisipasi hal demikian, Pemprov sudah tetapkan Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) nomor 10 tahun 2019 tentang Pembangunan Berkelanjutan di provinsi Papua Barat,” kata Ezrom.
Ezrom mengutip poin utama dari Perdasi ini yakni konservasi yang menjadi landasan dari seluruh rencana kegiatan pemerintah daerah.
“Peraturan tersebut menjadi satu upaya menjaga kekayaan keanekaragaman hayati Papua. Di dalam pemanfaatannya mengacu pada aspek-aspek kelestarian. Karena manfaat dari penemuan ini lebih utamanya untuk ilmu pengetahuan dan juga perencanaan daerah Papua,” urainya.
Para ilmuwan berharap, hasil identifikasi flora dapat membantu perencanaan konservasi di masa depan.
International Union for Conservation of Nature (IUCN) juga mengharuskan spesies dengan kategori daftar merah atau yang terancam punah memiliki nama tumbuhan yang valid. Sedangkan data penyebaran secara geografis berguna untuk menentukan penilaian konservasi yang meliputi pemodelan dampak perubahan iklim dan penggunaan lahan tumbuhan.
“Data ini yang dapat digunakan oleh IUCN akan membantu memastikan kelestarian flora di Pulau Papua,” tulis Charlie D Heatubun, kepala Balitbangda Papua Barat, dalam rilis resmi.
Heatubun akui Pulau Papua memang telah menarik perhatian para peneliti selama berabad-abad. Terbukti, penelitian terhadap flora telah berlangsung sejak abad ke-17. Tetapi karena kompilasi data yang tidak optimal, banyak yang belum tercatat, sehingga tidak terpublikasikan.
“Kami menyadari bahwa keanekaragaman hayati di Pulau Papua tidak begitu diketahui secara sains,” tulis Heatubun.
Para ahli botani selanjutnya melakukan verifikasi dan menemukan sekitar 23.000 spesies tumbuhan dengan lebih dari 704.000 spesimen. Observasi itu juga memastikan Pulau Papua memiliki hampir tiga kali lebih banyak atau 4.598 spesies tumbuhan berpembuluh di Pulau Jawa.
Jika dibandingkan dengan Filipina, jumlahnya 1,4 kali lebih banyak atau mencapai 9,432 spesies. Kedua daerah ini merupakan wilayah di Asia Tenggara yang telah merilis data floranya.
Tanaman anggrek merupakan flora yang menyumbang 20% keanekaragaman hayati di Papua Nugini dan 17% dari wilayah Indonesia. Angka ini dinilai sebanding dengan negara-negara yang memiliki biodiversitas tinggi, seperti Ekuador dan Kolombia. Sementara spesies pohon berkontribusi 19 persen dari semua flora.
Sejak 1970, sebanyak 2.812 spesies baru dipublikasikan dari Pulau Papua. Para penulis memperkirakan, dalam 50 tahun, jumlahnya bisa mencapai 4.000 spesies dan akan ditambahkan ke dalam daftar tersebut. (*)