BeritaDPRD Tolikara Tolak Vaksin Covid-19, Ini Alasannya

DPRD Tolikara Tolak Vaksin Covid-19, Ini Alasannya

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) kabupaten Tolikara menyatakan tak menerima vaksin Covid-19 masuk ke Tolikara. Alasannya, hingga kini Tolikara di zona hijau dan masih persoalkan uji klinis vaksin Sinovac.

Penolakan dikemukakan Sonny Wanimbo, ketua DPRD kabupaten Tolikara, saat memimpin pembukaan sidang paripurna pembahasan RAPBD Tolikara tahun anggaran 2021, baru-baru ini di aula kantor DPRD Tolikara, Karubaga.

“Vaksin yang disalurkan oleh pemerintah pusat itu tidak diizinkan masuk Tolikara untuk vaksinasi rakyat di sini. Vaksin ini menyangkut kekebalan tubuh. Saya mau vaksinnya benar-benar teruji secara internasional dan diakui seluruh dunia untuk secara paten digunakan,” ujar Wanimbo.

Lembaga Eksekutif menurutnya bersikap tegas demi memproteksi rakyat Tolikara tak sesegera mungkin mendapat layanan vaksinasi.

“Sampai sekarang banyak negara maju belum temukan vaksin Corona. Indonesia memberlakukan vaksin yang belum teruji baik. Memang secara nasional sudah dan itu hanya dalam negeri saja, tetapi secara ilmu belum jelas, sampai sekarang pun belum jelas. Kita ragu, dan perlu diantisipasi karena vaksin itu bahan kimia yang akan masuk dalam tubuh manusia,” beber ketua partai Nasional Demokrat Tolikara ini.

Baca Juga:  Freeport Indonesia Bangun Jembatan Hubungkan Kampung Banti 2 dan Banti 1

Di Indonesia, kata Wanimbo, DPRD Tolikara pertama kali menolak vaksin tersebut. Alasannya, negara-negara maju saja belum ada vaksin, sementara di Indonesia negara berkembang, sehingga vaksinasi terhadap presiden Joko Widodo pun belum bisa dipastikan apakah mampu menangkal Covid-19.

“Kita ketahui, presiden Jokowi pertama kali divaksinasi. Itu apa benar vaksinnya atau bukan, kita tidak bisa pastikan. Vaksin Sinovac yang dikirim itu kalau masih belum jelas uji klinisnya, kami tetap tolak,” tegas Wanimbo.

Baca Juga:  Atasi Konflik Papua, JDP Desak Pemerintah Buka Ruang Dialog

Pernyataan ketua DPRD Tolikara disambut sejumlah warga setempat yang merasa tak nyaman divaksinasi.

“Kita ikuti dari media, banyak yang masuk rumah sakit setelah divaksin. Ada juga yang mati. Ini berbahaya. Saya tidak mau. Kami sangat mendukung pernyataan dari pak ketua DPRD,” kata Sitiarni, warga Karubaga, Minggu (17/1/2021).

Sitiarni enggan divaksinasi karena sejauh ini masih minim informasi tentang efek sampingnya.

Karena itu ia berterima kasih kepada ketua DPRD Tolikara atas sikap tegas tidak menerima vaksin Covid-19.

“Harga vaksin dijual dengan berbeda, ada lima tingkatan harga. Itu ada unsur bisnisnya,” curiga Siti.

Yuan Wamafma juga menyatakan sangat mendukung sikap DPRD Tolikara menolak vaksinasi yang dilakukan petugas di masa pandemi Covid-19.

“Sebaiknya pemerintah pusat dan daerah jangan terlalu tergesa-gesa. Orang mau vaksin tanpa disosialisasikan, tidak mungkin langsung tau dan setuju. Kami saat ini belum tahu tentang vaksin ini. Masyarakat semua belum tahu banyak. Sosialisasikan dulu supaya masyarakat paham,” tuturnya.

Baca Juga:  Pencaker Palang Kantor Gubernur Papua Barat Daya

Lantaran sejauh ini informasi tentang vaksin tersebut belum disosialisasikan, ia maklum jika ada penolakan dari banyak pihak.

Wamafma juga mengaku sempat mendapat surat persetujuan dari keluarga untuk vaksinasi bagi anak yang bersekolah di Kota Jayapura.

“Harus sosialisasikan segera apa dampak positif dan negatifnya? Jangan langsung divaksin. Semua perlu ketahui apa saja jaminan kesehatannya jika sakit setelah divaksin? Apa jaminan asuransinya kalau sakit dan meninggal dunia? Saya kemarin dapat surat persetujuan vaksin dari Pemkot Jayapura untuk vaksinasi anak saya.”

Pewarta: Agus Pabika
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Pacific Churches Urge MSG to Expel Indonesia if it Does Not...

0
"Are the countries supporting Indonesia's candidacy as a member of the UN Human Rights Council saying that they are comfortable with human rights violations?"

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.