JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Masyarakat adat kabupaten Jayawijaya pada umumnya dan khusus distrik Ibele merupakan komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul leluhur secara turun-temurun di atas suatu wilayah adat. Namun, eksistensi mereka terancam di tengah banyak upaya penjarahan Sumber Daya Alam (SDA) dan pengalihan fungsi tanah yang menyingkirkan hak-hak masyarakat adat.
Hal tersebut disampaikan Satya Hilapok, Badan Pengurus Ikatan Elima kota Jayapura yang juga penanggung jawab tim penolakan TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) di distrik Ibele dalam jumpa persnya di sekretariat Elima. Minggu, (8/3/2021).
Masyarakat Adat memiliki kedaulatan atas tanah, kekayaan alam, dan kehidupan sosial budaya yang diatur oleh Hukum adat dan Lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakatnya. Namun, hingga kini masih banyak masyarakat adat yang terusir dari daerah mereka sendiri akibat ekspansi lahan pertambangan atau perkebunan kelapa sawit skala besar di tanah Papua.
“Selaras dengan UUD 1945, secara khusus, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 18B ayat (2), pasal 28I ayat 3 UUD NRI 1945. Kedua pasal merupakan dasar hukum dalam melindungi masyarakat adat dari segala bentuk penindasan dan perampasan,” katanya.
Lebih lanjut dikatakan, dengan melihat motif pendekatan Dandim 1702 Jayawijaya penjelasan tidak jelas, sehingga kami mahasiswa Elima terdiri dari delapan distrik yaitu, Distrik Hubikosi, Hubi kiak, Pelebaga, Ibele, Taelarek, Nanggo Trikora dan Mutsalfak menolak dengan tegas kehadiran TMMD di distrik Ibel.e. Karena media cetak maupun elektronik pada tanggal 22 dan 24 Februari 2021 tidak sesuai dengan sosialisasi terhadap masyarakat, sehingga Dandim 1702 dengar tuntutan penolakan TMMD oleh mahasiswa dan masyarakat yang punya hak Ulayat.
“Kami mahasiswa dan masyarakat Ibele mengutuk dengan keras kepada kepala distrik dan ketua LMA Ibele yang mengatas namakan masyarakat Ibele,” katanya.
Dia juga menegaskan, masyarakat yang dirugikan merupakan suku Wetipo Dabili, dan Wetipo Hilapok sehingga Beberapa hari yang lalu wawancara segelintir orang yang mengatasnamakan pemilik hak waris itu tidak benar dan oknum-oknum yang mengklaim beberapa hari itu segera bertanggung jawab.
Iberanus Hilapok, penanggung jawab tim penolakan TMMD distrik Ibele menegaskan pendekatan yang dibangun oleh militer di Papua selalu dengan cara/atas nama program pembangunan rumah, jalan dan infrastruktur lainnya guna mendekati dan memperdaya masyarakat adat untuk merampas hak atas lahan mereka di kemudian hari.
“Perampasan lahan masyarakat adat ini sering terjadi, atas nama pembangunan bawah program kasih senang masyarakat lalu kuasai tempat mereka untuk mengeksploitasi SDA,” tegasnya.
Mahasiswa melihat dampak yang akan datang dimana lahan masyarakat adat akan dikuasai oleh TNI, lalu bagaimana dengan nasib anak cucu generasi yang akan datang tidak memiliki lahan untuk membangun rumah.
“Kami akan jadi tamu di rumah (tanah) sendiri, karena lahan kita sudah di kasih ke pihak TNI oleh orang tua kita karena di iming-imingi rumah dan pembangunan serta uang,” katanya.
Dengan Alasan ini, kami yang tergabung di Ikatan Elima dari delapan Distrik menolak tegas kehadiran TNI di tanah adat kami atas nama pembangunan TMMD.
Pewarta : Agus Pabika
Editor : Arnold Belau