KOTA SORONG, SUARAPAPUA.com — Para orang tua dari suku Miyah di kabupaten Tambrauw selalu bicara pentingnya sumber daya manusia (SDM) tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga penting untuk menghidupkan kembali pendidikan adat.
Paulinus Bame, kepala kampung Mawor, distrik Miyah Selatan, menilai generasi anak muda sekarang secara moral dan karakter goncang karena tidak tahu adat. Harga diri perempuan dan laki-laki sudah hancur akibat tidak mengikuti pendidikan adat.
“Ya, tidak tahu norma dan hukum adat, sehingga melakukan sesuatu tanpa batasan. Anak muda sekarang tidak saling mengakui suami istri. Tidak serius dalam keluarga. Pejabat dan anak muda main kucing-kucingan di luar. Ini pengaruh anak-anak tidak tahu adat dengan baik. Tidak dididik dalam pendidikan adat, sehingga tidak taat pada norma dan hukum adat. Harga diri perempuan hancur. Harga diri laki-laki hancur. Generasi selanjutnya harus digembleng masuk rumah adat. Pendidikan adat adalah dasar hidup suku Miyah,” tutur Paulinus saat diwawancarai suarapapua.com, Sabtu (3/4/2021).
Paulinus mengatakan, pendidikan adat mesti dihidupkan kembali agar norma dan hukum adat diketahui dengan baik untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
“Dengan pendidikan adat, anak-anak digembleng pengetahuan di luar ilmu yang didapatkan di sekolah. Dinasehati dan diajarkan tentang menjaga moral dan harga diri, dan pengetahuan lainnya. Ini masalah serius yang perlu diperhatikan pemerintah Tambrauw dan orang tua,” ujarnya.
Fredi Sedik, salah satu aktivis Tambrauw yang fokus tentang budaya, menegaskan, pendidikan adat Uwon dan Fenia Meroh harus dihidupkan kembali.
Sedik menjelaskan, Uwon merupakan pendidikan adat untuk laki-laki. Sedangkan Fenia Meroh adalah pendidikan adat untuk perempuan. Keduanya, kata dia, benteng awal dan akhir untuk menjaga relasi antara manusia, alam, dan Allah pencipta manusia dan alam semesta.
“Uwon dan Fenia Meroh harus dihidupkan. Itu benteng untuk mendidik manusia menjadi manusia sejati. Benteng untuk menjaga keutuhan relasi antara manusia, alam, dan Allah. Jika tidak ada Uwon dan Fenia Meroh, manusia Miyah tidak mampu membendung lajunya perkembangan yang merusak tatanan sosial antar manusia, alam, dan Allah,” beber Sedik.
Pewarta: Maria Baru
Editor: Markus You