JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Mahasiswa Papua dari sejumlah perguruan tinggi di Jayapura menuntut pemerintah segera menutup PT Freeport dan semua perusahaan asing yang dianggap sebagai dalang kejahatan kemanusiaan dan kerusakan lingkungan di seantero Tanah Papua.
Tuntutan mahasiswa awalnya hendak disampaikan dalam aksi demonstrasi damai, Rabu (7/4/2021) pagi. Tetapi massa aksi di tiga titik kumpul dibubarkan aparat keamanan gabungan TNI dan Polri.
Yops Itlay, ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Cenderawasih Jayapura, saat jumpa pers di gedung FKIP Uncen, menyatakan, desakan tersebut harus disikapi pemerintah provinsi dan pemerintah pusat.
“Mewakili rakyat Papua dan juga seluruh mahasiswa Papua, kami mendesak pemerintah pusat dan pemerintah provinsi Papua agar segera mencabut izin operasi PT Freeport Indonesia karena selama ini tidak ada dampak positif bagi seluruh rakyat Papua,” ujarnya.
“Perusahaan Freeport sumber malapetaka rakyat Papua sampai hari ini,” tegas Yops.
Selain Yops Itlay, di tempat yang sama, Gerson Pigai, koordinator aksi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Uncen mengaku kesal dengan sikap aparat keamanan membungkam ruang demokrasi di kota Jayapura.
“Aksi hari ini kami sebenarnya secara damai, tetapi kami sangat kecewa dengan tindakan dari aparat keamanan yang terus membungkam ruang demokrasi. Kami tidak diizinkan untuk berorasi di titik kumpul,” beber Gerson.
Adapun tiga titik kumpul aksi massa: terminal Expo Waena, putaran taksi Perumnas III Waena, dan halaman auditorium Uncen Abepura.
Lantaran tak ada ruang demokrasi, mahasiswa Papua menyampaikan pernyataan sikapnya melalui jumpa pers.
Berikut beberapa poin penting dari aksi demonstrasi damai hari ini yang dibacakan dalam jumpa pers.
1. Segera angkat kaki dari Tanah Papua dan tutup PT Freeport bersama aktivitas eksploitasi semua perusahaan Multy National Coorporation (MNC) milik negara-negara imperialis: BP, LNG Tangguh, Korindo, Medco, dan lain-lain dari Tanah Papua.
2. Audit seluruh kekayaan dan kembalikan PT Freeport, serta berikan pesangon kepada para buruh.
3. Audit cadangan tambang dan kerusakan lingkungan.
4. Tarik pasukan TNI dan Polri baik organik maupun non-organik dari seluruh Tanah Papua.
5. Berikan “Hak Menentukan Nasib Sendiri” sebagai solusi demokratik bagi rakyat bangsa Papua.
6. Usut, tangkap, adili, dan penjarakan aktor pelanggaran HAM selama keberadaan PT Freeport di Tanah Papua.
7. Biarkan rakyat dan bangsa Papua menentukan masa depan pertambangan PT Freeport di Tanah Papua.
8. PT Freeport wajib merehabilitasi lingkungan akibat eksploitasi tambang selama ini.
9. Hentikan aktivitas Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) serta stop pembangunan Pangkalan Militer di seluruh Tanah Papua.
10. Tolak kebijakan Otonomi Khusus jilid II yang merupakan akar persoalan Papua di era reformasi ini.
Dalam kesempatan itu, seorang mahasiswa Uncen yang sempat ditahan aparat keamanan di Perumnas III Waena, Herian Soll, menilai tidak ada alasan mendasar menghalangi dan membubarkan aksi yang sejatinya mau dilakukan secara damai karena tidak akan mengganggu keamanan dan ketertiban umum.
“Saya dan teman-teman pada saat mau melakukan orasi di Perumnas III, kami ada tiga orang yang ditahan di pos polisi Waena dekat putaran taksi. Kami ditahan selama satu jam lebih, mulai dari jam tujuh sampai jam sembilan,” kata Herian.
Herian mengaku, “Dalam pos kami tunggu sampai ketua BEM Uncen datang dan koordinasi dengan polisi untuk bebaskan kami.”
Ditanya soal alasan ditahan aparat keamanan, Herian justru merasa heran dengan penahanan dan pembubaran aksi damai.
“Kami sedang siap-siap, kami langsung ditahan. Aparat bilang, kami tidak ada izin untuk berdemo dan melanggar protokol kesehatan dengan bergerombol. Jadi, kami yang dianggap sebagai koordinator aksi ditahan,” tuturnya.
Pewarta: Hendrik Rewapatara
Editor: Markus You