SORONG, SUARAPAPUA.com — Yoseph Laurenzius Syufi, presidium Gerakan Masyarakat (Germas) Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Santo Agustinus cabang Sorong mendesak presiden Joko Widodo segera mencabut status teroris yang disematkan kepada TPNPB-OPM.
“TPNPB-OMP bukanlah teroris. Pemerintah jangan hanya melihat dari kasus penembakan Kabinda Papua beberapa waktu lalu, langsung cap TPNPB-OPM sebagai teroris. Sesungguhnya rakyat sipil banyak menjadi korban dari militer Indonesia,” kata Yoseph, Kamis (6/5/2021).
Menurutnya, pelabelan teroris kepada TPNPB-OPM sangat tidak tepat dan bertentangan dengan fakta sebenarnya yang terjadi di Tanah Papua.
“TPNPB-OPM sudah ada sejak lama. TPNPB-OPM pejuang kemerdekaan bangsa Papua. Dunia pun mengetahui adanya perjuangan kemerdekaan bangsa Papua. Indonesia seharusnya mengkaji status teroris dengan baik sebelum mencap TPNPB-OPM sebagai teroris,” ujarnya.
Indonesia menurutnya terlalu gegabah dan cepat dalam melabelkan teroris tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi kemudian.
“Jika ingin Papua damai, presiden Jokowi segera cabut status teroris dan minta kepada rakyat Papua, serta segera tarik kembali seluruh pasukan militer dari Tanah Papua,” tegas Yoseph.
Aktivis peduli Hak Asasi Manusia (HAM) ini menegaskan, Presiden Jokowi segera mencabut pernyataan status teroris yang disampaikan Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Benediktus Papa, ketua presidium PP PMKRI menyatakan, pelabelan tersebut akan berakibat pada stigma dan stereotipe yang rawan konflik dan berimbas ke masyarakat sipil Papua yang tidak berkaitan dengan KKB.
“Dalam hal tersebut kami mendorong pemerintah agar tegas mengklasifikasikan siapa saja kelompok yang bisa disebut teroris berdasarkan ciri dan karakteristik dalam arti perlu ada batasan yang tegas dan spesifik, sehingga ini meminimalisir penyalahgunaan label tersebut kepada masyarakat sipil Papua lainnya,” ujar Benediktus.
Ia kemudian menyarankan pemerintah menyelesaikan konflik di Tanah Papua melalui pendekatan sosio-kultural sesuai karakteristik masyarakat Papua tanpa mengabaikan hukum yang berlaku di wilayah NKRI.
Pewarta: Reiner Brabar
Editor: Markus You