KOTA SORONG, SUARAPAPUA.com — Sedikitnya 31 organisasi pro hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi mendesak pemerintah Republik Indonesia bersama Polri untuk segera bebaskan Victor Yeimo, juru bicara internasional Komite Nasional Papua Barat (KNPB), dari jeratan hukum.
Hal tersebut disampaikan 31 organisasi masyarakat sipil dan pro demokrasi di Indonesia dalam siaran pers yang diterima suarapapua.com, Selasa (18/5/2021), mengingat tindakan penangkapan dan penahanan Victor Yeimo dianggap melanggar kebebasan berekspresi dan makin memperpuruk situasi sosial politik dalam negeri di mata dunia internasional.
Ditegaskan, tindakan menangkap dan mempidanakan lewat Pasal Makar terhadap aktivis KNPB merupakan pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi dan juga menjadi penghalang besar dari suatu solusi damai politik akan masalah Papua yang terus memburuk belakangan ini.
“Pemerintah Indonesia memiliki kewajiban HAM untuk membedakan ancaman kekerasan dari kelompok pro kemerdekaan bersenjata, yang bisa direspons dengan pemidanaan, dengan ekspresi politik damai yang dilindungi oleh norma dan standar hukum HAM internasional yang telah diakui Indonesia sendiri, khususnya ketika meratifikasi kovenan internasional tentang hak-hak sipil politik (ICCPR),” tulisnya dalam siaran pers.
Sejumlah organisasi ini menganggap penangkapan dan pemidanaan lewat Pasal Makar seperti Pasal 106 dan 110 dari KUHP terhadap Victor Yeimo adalah pelanggaran kebebasan berekspresi bagi aktivis di Indonesia dan Papua secara khusus.
Franky Samperante, pemerhati HAM Papua yang juga ketua Yayasan Bentala Rakyat, menuding pemidanaan terhadap VY cenderung bermotif politik.
“Pemidanaan VY, kami menganggap pemerintah Indonesia terus gagal dalam menyelesaikan setiap akar permasalahan di Tanah Papua. Salah satu contoh, sampai saat ini pemerintah belum menuntaskan praktik rasisme terhadap rakyat Papua baik yang dilakukan oleh aparat negara maupun warga lainnya yang intoleran. Selain itu, menyalahkan VY dan kawan-kawan aktivis politik Papua lainnya atas beberapa aksi kerusuhan dan kekerasan di kota beberapa wilayah di Papua pasca insiden rasisme Agustus 2019 di Jawa tidak hanya keliru, tetapi juga kontra produktif untuk meredakan ketegangan politik di Tanah Papua,” beber Franky.
Karena itu, pemerintah Indonesia dan Kapolda Papua segera bebaskan VY tanpa syarat. Juga meminta Kapolda Papua tak melakukan praktek penyiksaan ataupun perlakuan buruk lainnya terhadap VY dan menjamin kesehatan mental dan raganya tetap utuh selama masa pandemi Covid-19.
“Perlakukan terhadap VY akan terus dipantau oleh seluruh organisasi HAM di Papua, nasional, internasional, dan rakyat Papua,” urainya.
Organisasi pro demokrasi juga mendesak Polda Papua harus membuka akses seluas-luasnya bagi para pendamping hukum dan kerabat VY.
“Sudah berulangkali pemerintah Indonesia diperingatkan oleh komunitas dan organisasi HAM internasional secara ketat meski dalam situasi harus menghadapi gangguan keamanan dan ketertiban dari serangan kelompok-kelompok bersenjata,” tegas Imanuel Gobay, ketua LBH Papua.
Meski diakui adanya gangguan dan ancaman dari kelompok bersenjata pro kemerdekaan Papua, tetapi dokumentasi dan monitoring dari organisasi-organisasi HAM menunjukan seringkali respons dari aparat keamanan baik kepolisian, militer maupun intelijen berlebihan dan selalu menikmati impunitas bila terjadi pelanggaran HAM serius terhadap warga Papua dengan dalih gerakan separatis.
“Menetapkan kelompok bersenjata pro kemerdekaan sebagai organisasi teroris merupakan contoh kebijakan negara yang berlebihan,” tegasnya.
Seluruh organisasi yang mendukung pembebasan VY tak mengambil posisi partisan dari suatu solusi politik terhadap status Papua atau provinsi lainnya di Indonesia, tetapi mereka menganggap sesuai dengan standar-standar HAM internasional segala aspirasi politik damai tentang Papua merupakan kebebasan berekspresi dan berfikir.
Mereka pun menegaskan jika pemerintah Indonesia masih mengklaim diri sebagai negara yang demokratis dan menghormati HAM, maka segera bebaskan VY karena menjadi hal yang wajib.
Selanjutnya, pemerintah Indonesia segera mengakhiri semua bentuk pendekatan keamanan dan menghentikan penangkapan tanpa prosedur.
“Negara hendaknya hadir memberi rasa keadilan, rasa damai dan menuntaskan semua kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua dari tahun 1961 sampai 2021,” pintanya.
Berikut 31 organisasi pendukung pembebasan terhadap Victor Yeimo:
- AJAR (Asia Justice and Rights)
- AlDP (Aliansi Demokrasi Untuk Papua)
- AMAN Sorong Raya
- Amnesty International Indonesia
- Federasi KontraS
- FRI-West Papua
- Forum Independen Mahasiswa West Papua
- Forum Intelektual Tambrauw Cinta Damai
- Garda Papua
- Greenpeace Indonesia
- JERAT Papua
- JPIC OFM Indonesia
- KontraS
- KontraS Papua
- KPKC Sinode GKI di Tanah Papua
- Lembaga Study dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)
- LBH Papua
- LP3BH Manokwari
- PapuaItuKita
- PAHAM Papua
- Paritas Institute
- Perkumpulan Bentara Papua
- SAFEnet (Southeast Asia Freedom of Expression Network)
- SKP Keuskupan Timika
- SKPKC Fransiskan Papua
- WALHI EKNAS
- WALHI Papua
- Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
- Yayasan Perlindungan Insani Indonesia
- Yayasan Pusaka Bentala Rakyat
- Yayasan Satu Keadilan
Pewarta: Maria Baru
Editor: Markus You