Fakta Pelanggaran Hukum yang Dilakukan Polda Papua dalam Menangani Victor Yeimo

0
2170

PANIAI, SUARAPAPUA.com — Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua (KPHHP) membeberkan tiga garis besar alasan pengajuan permohonan praperadilan terhadap kliennya Viktor Yeimo. Ketiga alasan diajukan berdasarkan beberapa fakta hukum dari penangkapan hingga selama jalani masa tahanan oleh penyidik sebagai tersangka di Rutan Mako Brimob Polda Papua.

“Penangkapan Viktor F Yeimo Dilakukan secara sewenang karena Satgas Gakkum Nemangkawi bukan penyidik yang berwenang menangkap Viktor F Yeimo dan penyidik terhadap Viktor F Yeimo dinilai cacat Yuridis sebab seluruh hak Viktor Yeimo sebagai tersangka diabaikan dengan cara penahanan di Rutan Mako Brimob Polda Papua,” tulis Emanuel Gobai, koordinator Litigasi Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua, melalui siaran pers diterima suarapapua.com, Kamis (19/8/2021).

Berdasarkan kesimpulan alasan di atas, pihaknya meminta kliennya Viktor Yeimo untuk segera dibebaskan tanpa syarat.

Gobay mengungkapkan bahwa Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua telah menemukan tiga fakta pelanggaran hukum yang dilakukan Polda Papua.

  1. Kapasita Satgas Gakkum Nemangkawi Menangkap Victor Yeimo

Pada 9 Mei 2021 Victor Yeimo ditangkap oleh Satgas Gakkum Nemangkawi. Namun fakta yang ditemukan dalam proses penanganan hukum, nama Satgas Gakkum Nemangkawi tidak pernah disebut.

ads

Fakta yang ditemukan itu adalah berdasarkan fakta pengangkapan terhadap Viktor F Yeimo yang dilakukan oleh Satgas Gakkum Nemangkawi pada jelas-jelas dalam Surat perintah tugas nomor: SPGas/545/IX/Res.1.24/2019/SPKT Polda Papua, 05 Agustus 2019 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sp-Sidik/547/IX/Res.24/2019/Dit Reskrimum tanggal 6 September 2019 serta Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sp-Sidik/253/V/Res.24/2021/Dit Reskrimum tanggal 9 Mei 2021, tidak pernah menyebutkan identitas Satgas Gakkum Nemangkawi.

Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan (Baca: Pasal 1 angka 1, UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana). Sementara penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini (Baca: Pasal 1 angka 3, UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana).

“Berdasarkan definisi penyidik dan penyidik pembantu, tidak perna menyebutkan kalimat Satgas Gakkum Nemangkawi. Karena berdasarkan pada ketentuan Penyidik, kewajibannya mempunyai wewenang melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan sebagaimana diatur pada pasal 7 ayat (1) huruf d, UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana,” ujarnya.

Maka, Gobai menegaskan berdasarkan fakta dalam surat tugas dan Surat Perintah Penyidikan yang tidak perna menyebutkan identitas Satgas Gakkum Nemangkawi dan tidak adanya kalimat Satgas Gakkum Nemangkawi dalam definisi penyidik dan penyidik pembantu diatas, jelas-jelas membuktikan bahwa Satgas Gakkum Nemangkawi bukan penyidik atau penyidik pembantu yang berwenang menangkap Viktor Yeimo.

Baca Juga:  Tragedi Penembakan Massa Aksi di Dekai 15 Maret 2022 Diminta Diungkap

“Atas dasar itu, secara langsung menunjukan bahwa penangkapan terhadap Viktor F Yeimo yang dilakukan oleh Satgas Gakkum Nemangkawi pada tanggal 9 Mei 2021 merupakan fakta penangkapan yang dilakukan bukan oleh penyidik dan atau penyidik pembantu,” bebernya.

Sehingga, dari fakta ini menunjukkan bahwa penangkapan itu jelas-jelas bertentangan dengan ketentuan pada pasal 16 ayat (1) dan ayat (2), UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana junto pasal 18 ayat (1) dan ayat (2), Perkap Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana,” bebernya.

Dan Satgas Gakkum Nemangkawi, lanjut telah mengabaikan kewajiban dalam melaksanakan tugas penegakan hukum, setiap petugas/anggota Polri wajib mematuhi ketentuan berperilaku (Code of Conduct) terkait menghormati dan melindungi martabat manusia dalam melaksanakan tugasnya dan ketentuan berperilaku dan kode etik” yang ada sebagaimana diatur pada pasal 10 huruf b, huruf c dan huruf h, Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian.

“Maka berdasarkan itu semua, sudah dapat disimpulkan bahwa “Satgas Gakkum Nemangkawi melakukan tindakan pelanggaran disiplin saat menangkap Viktor F Yeimo berupa menyalahgunakan wewenang” sesuai dengan ketentuan Pasal 6 huruf q Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia,” tekannya.

2. Penangkapan sewenang-wenang terhadap Fictor Yeimo 

Berdasarkan pada fakta penangkapan terhadap Viktor F Yeimo pada tanggal 9 Mei 2021, pukul 19:15 Wit disekitar wilayah Tanah Hitam, Abepura, Kota Jayapura, Satgas Gakkum Nemangkawi tidak (pernah) menunjukan Surat Tugas dan Surat Penangkapan.

“Menurut pemohon, surat penangkapan baru ditujukkan kepada pemohon setelah dirinya tiba di Polda Papua. Sementara itu, mewakili keluarga Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua selaku kuasa hukum Viktor F Yeimo baru mendapatkan salinan surat penangkapan dan surat penahanan di Mako Brimob Polda Papua pada tanggal 10 Mei 2021 usai pemeriksaan BAP tersangka yang kedua,” jelas Gobai.

Maka, menurutnya karena tidak menunjukkan surat tugas dan penangkapan, Satgas Gakkum Nemangkawi melanggar  Pasal 18 ayat (1), UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara junto Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2), Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana.

“Dimana tindakan tersebut secara langsung melanggar ketentuan “Setiap orang berhak atas kebebasan dan keamanan pribadi. Tidak seorang pun dapat ditangkap atau ditahan secara sewenang-wenang. Tidak seorang pun dapat dirampas kebebasannya kecuali berdasarkan alasan-alasan yang sah, sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh hukum” sebagaimana diatur pada pasal 9, Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi oleh Negara Republik Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights.”

Baca Juga:  Dua Anak Diterjang Peluru, Satu Tewas, Satu Kritis Dalam Konflik di Intan Jaya

“Selain itu, pelanggaran ketentuan “setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan,atau dibuang secara sewenang-wenang” sebagaimana diatur pada Pasal 34, Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,” ucapnya.

Sehingga disimpulkan berdasarkan pasal-pasal tersebut, Satgas Gakkum Nemangkawi telah jelas secara langsung terbukti melakukan tindakan pelanggaran HAM yang dimiliki Viktor F Yeimo.

3. Proses penyidikan tanpa pemenuhan hak Viktor F Yeimo termohon sebagai tersangka 

Gobay menerangkan, dalil ini disebutkan berdasarkan pada fakta penangkapan dan penetapan tersangka terhadap VIKTOR F YEIMO dilakukan berdasarkan LP/317/IX/Res.1.24/2019/SPKT Polda Papua tanggal 5 September 2019 dengan tuduhan melalukan dugaan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan Negara dan atau penghasutan untuk melakukan suatu perbuatan pidana dan atau bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang/barang dan atau kejahatan terhadap penguasa umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 jo 87 KUHP dan atau 110 KUHP dan atau Pasal 160 KUHP dan atau Pasal 170 ayat (1) dan ayat (2) Ke1 KUHP dan atau Pasal 213 angka 1 KUHP dan atau Pasal 214 KUHP ayat (1) dan ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 KUHP, sehingga tentunya ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP wajib diberlakukan untuk melindungi hak tersangka.

Hal tersebut, dikatakan, mengingat ketentuan “dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai Penasehat Hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses pemeriksaan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka” sebagaimana diatur pada Pasal 56 ayat (1), UU Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.

Dimana Penasihat hukum secara teknis berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaan perkaranya sebagaimana diatur pada pasal 70 ayat (1), UU Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.

“Namun pada prakteknya penasehat hukum tidak mendampingi disamping Viktor F Yeimo saat pemeriksaan BAP dilangsungkan dengan dalil Pasal 106 jo 87 KUHP dan atau 110 KUHP yang digunakan untuk menetapkan Viktor F Yeimo sebagai tersangka. Padahal ada juga Pasal 160 KUHP dan atau Pasal 170 ayat (1) dan ayat (2) Ke-1 KUHP lain yang dituduhkan kepada Viktor F Yeimo yang jelas-jelas memberikan ruang kepada penasehat hukum untuk mendampingi disamping Viktor F Yeimo saat pemeriksaan BAP dilangsungkan,” tuturnya.

Selain itu, sepanjang menjalani proses penahanan Viktor F Yeimo sebagai tersangka yang memiliki hak-hak sebagaimana terterah pada Pasal 50 sampai dengan Pasal 74, UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, pada prakteknya pemenuhan hak-hak tersangka tidak terimplementasi dengan maksimal.

Baca Juga:  PMKRI Kecam Tindakan Biadap Oknum Anggota TNI Siksa Warga Sipil di Papua

“Seperti tersangka atau terdakwa berhak secara Iangsung atau dengan perantaraan penasihat hukumnya menghubungi dan menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada hubungannya dengan perkara tersangka atau terdakwa untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan kekeluargaan sebagaimana diatur pada Pasal 61, UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.”

“Kedua, tersangka atau terdakwa berhak mengirim surat kepada penasihat hukumnya, dan menerima surat dari penasihat hukumnya dan sanak keluarga setiap kali yang diperlukan olehnya, untuk keperluan itu bagi tersangka atau terdakwa disediakan alat tulis menulis sebagaimana diatur pada Pasal 62 ayat (1), UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Dan berikut, tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniwan sebagaimana diatur pada Pasal 63, UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana,” ungkapnya.

Berdasarkan fakta proses penyidikan tanpa pemenuhan hak-hak Viktor F Yeimo sebagai tersangka telah melanggar Pasal 50 sampai dengan Pasal 74 dan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dalam pemeriksaan BAP Tersangka dan Penahanan terhadap PEMOHON, sehingga dapat dinyatakan bahwa proses penyidikan BAP dan Penahanan tersangka terhadap pemohon, cacat yuridis dan “tidak sah”.

Atas dasar itu, Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua selaku kuasa hukum Viktor F Yeimo menegaskan kepada :

  1. Ketua Pengadilan Negeri Jayapura C.q Hakim Tunggal Pemeriksa Perkara Praperadilan segera lepaskan Viktor F Yeimo sesuai perintah ketentuan “Dalam hal penangkapan tidak sah berdasarkan putusan praperadilan segera dilepaskan sejak dibacakan putusan atau diterima salinan putusan” sebagaimana diatur pada Pasal 18 ayat (5), Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana;
  2. Ketua Pengadilan Negeri Jayapura C.q Hakim Tunggal Pemeriksa Perkara Praperadilan Menyatakan proses penyidikan BAP terhadap Viktor F Yeimo tidak sah sebab Pasal 50 sampai dengan Pasal 74, UU Nomor 8 Tahun 1981 tidak terimplementasi sehingga dapat wajib dinyatakan cacat yuridis;
  3. Ketua Pengadilan Negeri Jayapura C.q Hakim Tunggal Pemeriksa Perkara Praperadilan menyatakan Satgas Gakkum Nemangkawi bukan sebagai Penyidik atau Penyidik Pembantu yang memiliki kewenangan penangkapan terhadap Viktor F Yeimo sesuai pasal 16 ayat (1) dan ayat (2), UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
  4. Presiden Repiblik Indonesia dan Kapolri segera Bubarkan Satgas Gakkum Nemangkawi bukan sebagai Penyidik atau Penyidik Pembantu namun terus melakukan penangkapan sewenang-wenang sehingga terus melanggar Pasal 34, Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999.

Pewarta: Stevanus Yogi

Editor: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaDicopot Bupati, 106 Kakam Dirikan Tenda di Kantor Bank Papua Paniai
Artikel berikutnyaGubernur Papua Copot Direktur RS Dok II dan Dua Pejabat Lainnya