NABIRE, SUARAPAPUA.com — Titus Pekei, penggagas Noken ke UNESCO (The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization), mengaku kecewa terhadap sikap cuek pemerintah terhadap perayaan hari ulang tahun Noken se-dunia, 4 Desember.
Tahun ini genap sembilan tahun Noken Papua diakui dunia sebagai warisan budaya takbenda yang membutuhkan perlindungan mendesak.
Noken didaftarkan UNESCO pada tanggal 4 Desember 2012 atas perjuangan Titus Pekei. Ketika itu di Paris, Prancis, 184 negara anggota UNESCO hadir dan bahas hingga tanpa keberatan mengakui salah satu karya peradaban bangsa Papua.
“Noken warisan budaya Papua genap sembilan tahun pada Sabtu 4 Desember 2021. Masyarakat Papua tidak merayakan hari warisan budaya takbenda ini secara pantas,” ujarnya dalam press release yang dikirim ke redaksi suarapapua.com.
Meski merasa kecewa, alumnus Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta ini meluangkan waktu untuk menghargai Noken sebagai warisan budaya Papua yang telah disahkan UNESCO.
“Pada hari bersejarah ini saya sampaikan ucapan selamat merayakan ulang tahun Noken warisan budaya takbenda yang ke-9 tahun. Salam satu noken. Noken itu kita. Kita adalah noken,” cetusnya.
Titus hadir merayakan hari ulang tahun noken bersama mama-mama Papua di gedung Karel Gobay, Nabire, Sabtu (4/12/2021). Komunitas Asosiasi Pedagang Asli Papua (APAP) memfasilitasi mama-mama Papua menggelar hasil karya tangan mereka di halaman maupun dalam gedung tersebut. Meski minim pembeli.
“Saya mengamati, perayaan hari Noken Papua tidak meriah dirayakan seperti halnya penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) di Tanah Papua 1-15 Oktober 2021,” kata pemilik nama lengkap Titus Christhoforus Pekei ini.
PON XX Papua diselenggarakan sangat meriah, berbeda dengan hari Noken UNESCO.
“Pemerintah Indonesia baik pusat dan daerah di seluruh Tanah Papua, satu pun tidak merayakan hari Noken se-dunia, tidak semeriah PON XX. Pada hari Noken, pusat pemerintahan kota, kabupaten dan provinsi se-Tanah Papua tampak sunyi. Ini bukti tidak menghargai Noken sebagai warisan budaya Papua. Pantas tidak merayakan tanpa keberpihakan terhadap perajin Noken di tujuh wilayah adat Papua,” tutur Titus.
Penggagas Noken Papua ke UNESCO berharap, presiden Joko Widodo segera menjelaskan kepada setiap perajin mama-mama Noken yang ada di seluruh Tanah Papua.
“Jelaskan mengapa setiap pemerintahan daerah membisu ketika presiden ke Papua membeli Noken? Pemerintah pusat dan daerah tidak memiliki keberpihakan untuk memeriahkan hari Noken warisan kebudayaan dunia ini, mohon jelaskan kepada publik. Karena ini hari ulang tahun yang ke-sembilan. Yayasan Noken Papua sebagai lembaga warisan budaya takbenda di Tanah Papua pun tidak pernah dihargai,” tandasnya.
Pekei menilai perayaan hari ulang tahun Noken Papua secara sederhana ini bukan akhir dari segalanya. Noken ada dari sejak zaman nenek moyang hingga telah terdaftar dalam daftar warisan budaya tak benda dunia di UNESCO hingga kini dan selamanya.
“Pakai Noken kita mengusir Corona, karena kita adalah Noken. Kita merayakan hari Noken Papua, karena Noken telah dalam terdaftar di UNESCO sebagai warisan budaya takbenda yang membutuhkan perlindungan mendesak, pasal 17 Konvensi 2003.”
Ia mengaku melawan virus Corona yang menyebar sejak 2019 dengan taat pakai masker Noken.
“Pesan ilmu Noken kepada badan kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) yang tengah mendalami dampak potensial varian virus Corona Omicron terhadap vaksin Covid-19. Tema perayaan pun mengangkat itu sesuaikan dengan kondisi hari ini. Terutama manusia Papua harus taat pakai masker Noken mengusir Covid-19. Untuk hidup bebas tanpa virus ini.”
Lulusan Pasca Sarjana Universitas Indonesia ini menyebut Noken multifungsi hasil kerajinan tangan masyarakat Papua patut dihargai. Tema hari Noken tahun 2021 “Manusia Papua melawan Covid-19 pakai masker Noken”, kata Titus, memiliki makna bawha Noken melindungi masyarakat Papua.
“Noken sebagai rahim kedua dalam kehidupan sehari-hari. Noken adalah identitas orang asli Papua. Dengan identitas jelas bisa melindungi diri dan siap menghadapi perubahan dunia,” imbuh Pekei.
Noken sudah populer, bahkan presiden Jokowi beli dua Noken dari mama Papua di pinggir jalan raya Sentani, Jumat (1/10/2021) lalu. Satu Noken dikalungkan di leher dan satunya di pundak.
“Apa pesan filosofis Noken, kalau pak Jokowi gantungkan Noken di tubuhnya termasuk juga gantungkan semua persoalan yang terjadi di Tanah Papua sebagai tanggung jawabnya? Semoga tidak dilihat hanya sebatas cenderamata, tetapi bagaimana pengakuan akan kearifan lokal OAP itu penting,” harapnya.
Titus kemudian membeberkan beberapa hal ketika mendalami nilai, makna, fungsi filosofis Noken Papua dalam pemerintahan saat ini.
Pertama, tidak mengizinkan badan usaha berinvestasi di atas tanah hak ulayat masyarakat adat telah terbukti meniadakan keragaman hayati, kebiasaan hidup rakyat terancam.
Kedua, tidak merestui terdegradasinya kearifan lokal, ketika mulai membabat bahan pohon Noken atas nama pemerintah melalui perusahaan kelapa sawit, kayu, mineral tabang tanpa mendukung Noken warisan budaya Papua.
Ketiga, perubahan hutan paru-paru bumi di Tanah Papua terus berubah secara sadar, sengaja pelanggaran hak asasi manusia pun terus terjadi tanpa solusi damai.
Keempat, hutan tropis Papua mesti diselamatkan tanpa menjadikan proyek pemusnahan kehidupan ekologis Noken kehidupan di Tanah Papua.
Kelima, manusia berperan utama selamatkan kehidupan dirinya dan alam semesta tanpa mengobyekkan manusia Papua dengan tujuan sesaat, difasilitasi atau sebaliknya untuk menciptakan atau mengundang masalah baru, seperti pemekaran wilayah dari terkecil hingga provinsi akan dapat menambah beban masalah bagi Tanah Papua.
Keenam, pemekaran daerah otonomi baru (DOB) di tujuh wilayah adat Papua hanyalah membawa masalah baru karena sudah ditetapkan dalam konservasi Noken warisan budaya takbenda oleh UNESCO pada tanggal 4 Desember 2012.
Titus menyebut teater global kini semua orang menjadi pemain dalam drama kehidupan global yang membuat dunia menciut, jarak mengerucut, ruang dan waktu lenyap.
“Menghadapi teater global yang diperankan pada masa kini, kita harus melindungi diri kita dengan memakai Noken dan menaati protokol kesehatan. Noken dalam daftar yang membutuhkan perlindungan mendesak. Karena sedang dalam kepunahan, sehingga terhindar dari virus yang mematikan itu. Noken sebagai kearifan lokal masyarakat Papua, hadir untuk melindungi warganya. Noken itu kita, kita adalah Noken. Salam Noken membutuhkan perlindungan mendesak.”
Selain Titus Pekei, hadir sebagai pembicara dalam seminar sehari dalam rangka HUT ke-9 Noken Papua, Sambena Inggeruhi, anggota DPRD Nabire, Edmar Ukago, seniman Papua, Mince Adii, pengrajin noken, Melianus Kotouki, praktisi psikologi, serta Mikael Kudiai, aktivis APAP.
REDAKSI