JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Solidaritas peduli HAM Papua di Jakarta pada, Rabu (16/3/2022) melaporkan kasus penembakan sepuluh orang sipil Papua di Yahukimo yang terjadi ketika melakukan aksi unjuk rasa penolakan pemekaran DOB di Provinsi Papua kepada Komnas HAM RI.
Ambrosius Mulait, mantan salah satu Tapol Papua di Jakarta menjelaskan bahwa dalam pelaporan pihaknya di Komnas HAM RI diterima pihak Komnas HAM dari bagian pengaduhan.
Katanya, laporan yang disampaikan pihaknya ke Komnas HAM mencakup kronologis penembakan aparat kepada massa aksi dan jumlah korban.
Oleh sebab itu pihaknya mendesak Komnas HAM RI untuk segera membentuk tim investigasi independen guna melakukan penyelidikan kematian dua massa aksi dan 8 korban luka-luka berat maupun ringan akibat penembakan.
“Kami juga mendesak agar pelaku dihukum, karena tindakan dilakukan di luar hukum yang dilakukan oleh aparat terhadap 10 orang warga sipil di Yahukimo. Kami juga mendesak Komnas HAM segera menyurati Presiden Jokowi untuk menghentikan pembahasan pemekaran di Papua dan Papua Barat, karena akibatnya banyak memakan korban di Yahukimo,” tukasnya.
Karena menurut mereka, pemekaran DOB bukanlah urgensi khusus bagi masyarakat Papua, melainkan penegakan dignity yang harus dilakukan melalui dialog.
Selain itu, pihaknya menyayangkan pihak berwenang di Papua, karena pasca kejadian penembakan dan bentrok Dekai Yahukimo, tiba-tiba dilakukan pemutusan terhadap akses jaringan internet maupun telepon seluler.
“Hal ini berakibat pada sulitnya mendapatkan informasi sistuasi di Dekai, padahal publik memiliki hak untuk mendapatkan informasi dari daerah tersebut. Maka sekali lagi kami mendesak Komnas HAM segera menyurati Presiden Jokowi agar segera buka akses jurnalis nasional maupun asing meliput di Kabupaten Yahukimo dan Papua secara umum.”
Dalam laporan itu katanya, tertuang desakan kepada Komnas HAM untuk menyurati panglima TNI dan Kapolri agar menarik aparat organik dan non-organik yang berlebihan dari Kabupaten Yahukimo dan Papua secara umum. Sebab dengan pendekatan militer tidak pernah menyelesaikan masalah di Papua.
Kapolda Papua dan Kapolres Yahukimo juga diminta dicopot dari jabatan mereka, karena lalai dalam menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang hak menyampaikan pendapat yang diterjemakan dalam peraturan Kapolri nomor 9/2008 tentang implementasi standar dan pokok-pokok HAM dalam tugas kepolisian.
“Kematian rakyat sipil di Yahukimo merupakan kelalaian pimpinan Forkompimda, maka Kapolda Papua, Kapolres Yahukimo dan Bupati Yahukimo segera bertangung.”
Akhirnya laporan itu diterima pihak Komnas HAM bagian pengaduan dan pihaknya akan menindaklanjuti laporan tersebut kepada Komisioner Komnas HAM RI.
Usai menyerahkan laporan, pihaknya menyerahkan peti mati sebagai simbol duka atas penembakan aparat terhadap 10 orang massa aksi di Dekai Yahukimo.
Desakan serupa disampaikan pihak keluarga korban di Dekai Yahukimo yang mendesak Pemerintah Kabupaten Yahukimo, pihak aparat penegak hukum dan Komnas HAM RI utnuk mengusut tuntas kejadian tersebut. Dan mereka meminta pelaku dapat bertanggungjawab dan diadili dengan seadil-adilnya.
Pewarta: Elisa Sekenyap