ArtikelNoken Pengganti Kantong Plastik, Bebaskan Ancaman Sampah

Noken Pengganti Kantong Plastik, Bebaskan Ancaman Sampah

Oleh: Titus Pekei)*
)* Penggagas Noken Papua ke UNESCO dan Peneliti di Ecology Papua Institute (EPI)

Suara Pemikul Noken (Agiya’dokii) Papua di tengah kebisuan konglomerat plastik dunia sebagai sumber penghasil sampah nomor satu dan ancaman besar terhadap pencemaran planet bumi.

Tanggal 3 Juli setiap tahun diperingati sebagai hari bebas kantong plastik sedunia (International Plastic Bag Free Day). Kesadaran publik untuk mengurangi penggunaan kantong plastik belum terlihat, sementara dampaknya sangat besar. Indonesia tercatat sebagai salah satu negara penghasil sampah plastik terbesar di dunia.

Mengutip data dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS), sampah plastik di Indonesia sudah mencapai 64 juta ton per tahun. Ini tingkat parah. Apalagi, sampah plastik butuh waktu hingga ratusan tahun untuk bisa terurai.

Sebagai bagian dari kampanye tentang pentingnya kesadaran orang mencegah menjadi produser sampah, saya penggagas Noken Papua di UNESCO menulis catatan refleksi ini bahwa fungsi kantong Noken sangat penting dalam kaitannya dengan menjaga planet bumi dari ancaman sampah dan pencemaran di kemudian hari.

Selama beberapa hari mengikuti sidang hingga sidang penetapan Noken Papua sebagai Warisan Budaya Tak Benda di markas UNESCO, Paris, Prancis, pada 4 Desember 2012, saya mencatat beberapa poin penting terutama sehubungan dengan satu tanggung jawab besar dalam perlindungan warisan budaya tak benda yakni Konvensi 2003 UNESCO.

Saya memulai kegiatan besar ini sejak November 2008. Tidak terlepas dari kajian selama belajar di Program Studi Kajian Ilmu Lingkungan pada Program Pascasarjana Universitas Indonesia yang saya tuntaskan Desember 2006 dengan selesai ujian tesis berjudul “Penegakan Hukum Lingkungan Hidup, Studi Lokasi Pencemaran PT Newmont Minahasa Sulawesi Utara”. Sejak 3 Februari 2007, terdaftar sebagai anggota Perwaku (Perhimpunan Cendekia Lingkungan Indonesia), sampai sekarang.

Bicara soal Noken Papua, tentu tidak terlepas dari pengakuan komunitas kebudayaan dunia semenjak Noken dari Papua diperjuangkan hingga disahkan oleh UNESCO. Noken ditetapkan karena adanya komunitas 250 suku perajin noken warisan budaya di Tanah Papua. Bukan karena pemerintah pusat dan atau daerah yang pandai mengambil identitas dan foto atas nama perajin Noken lewat dinas teknis, tetapi tidak pandai berdayakan masyarakat perajin noken di tujuh wilayah adat peta Konservasi UNESCO se-Tanah Papua.

Baca Juga:  Mempersoalkan Transmigrasi di Tanah Papua

Nominasi Noken Papua atas dasar konstribusi pikiran, masukan, pendapat dari komunitas perajin noken tujuh wilayah masyarakat adat asli Papua. Bukan karena pihak tertentu mengatasnamakan, pemerhati, pegiat, kolektor noken saat itu tidak ada. Ini murni dari perajin masyarakat Papua terutama perajin (bapak perajin Noken Anggrek) noken mama Papua.

Pada kesempatan itu, penggagas Noken Papua sebagai anak mama Noken hadir kawal dalam sidang warisan dunia atas nama masyarakat Papua. Pertahankan dan mengemukakan beberapa hal menjadi perhatian serius komunitas kebudayaan dunia (negara-negara anggota UNESCO) kedepan.

Beberapa hal yang menjadi perhatian serius komunitas kebudayaan dunia itu antara lain:

  1. Noken Warisan Budaya Papua terdaftar sebagai warisan budaya tak benda atau warisan dunia UNESCO.
  2. Noken adalah rahim kedua dari mama, perempuan, ibu Papua untuk mama dunia yang melahirkan dan membesarkan anak (buah hati) kandungnya:
  3. Noken adalah kantong multifungsi dibuat dari bahan alam kulit kayu, serat pohon yang mudah didaur ulang (tidak sulit seperti kantong plastik), sehingga harus dibudidayakan demi selamatkan hutan dan lingkungan satu planet bumi dari pulau New Guinea (Noken Papua) ini.
  4. Noken Papua adalah paru-paru satu planet bumi, untuk generasi masa kini dan masa depan dunia.
  5. Noken Papua adalah wadah pulau New Guinea (Papua, komunitas Noken) membutuhkan perlindungan mendesak agar menjadi perhatian bersama kedepan.
  6. Noken warisan budaya Papua sedang (menuju) punah dari masyarakat adat noken Papua, apa yang terjadi pada hari ini adalah sangat serius menurut Konvensi 2003 UNESCO yang dalam daftar membutuhkan perlindungan mendesak dalam perlindungan (konservasi) tujuh wilayah adat Papua.
  7. Noken adalah warisan budaya Papua yang memiliki nilai, makna, fungsi filosofi, perajin membuat dan membawa, namun dibuat berdampak sistemik dari sistem pemerintahan kolonial.
  8. Noken adalah wadah warisan budaya dunia yang telah dikeruk sumberdaya alam selama ini tanpa mendapat restu dari masyarakat pemilik hak ulayat, identik negara buta nurani terus merobek, kuras isi Noken alam Papua.
  9. Noken adalah segala sumber daya alam Papua termasuk insan budaya masa kini dan mendatang sebagai satu komunitas budaya dunia.
  10. Noken adalah setiap manusia berbudaya, beradat dan beretika dengan ilmu perajin wadah hidup secara faktual di Tanah Papua.
Baca Juga:  Mempersoalkan Transmigrasi di Tanah Papua

Selama ini, kelompok pemerhati dan pegiat lingkungan tentu memperingati hari bebas kantong plastik sedunia dengan kampanye untuk mengurangi penggunaan kantong plastik setiap tahunnya. Hal ini wajar dilakukan karena kantong plastik yang dibuang sembarang dapat mencemari lingkungan di planet bumi pada umumnya. Juga termasuk di seluruh Tanah Papua.

Peringatan hari bebas kantong plastik sedunia meski dianggap sekadar formalitas saja, tetapi esensinya sangat luar biasa karena mau mengingatkan kita akan pentingnya mengurangi sampah plastik mengingat penguraiannya memerlukan waktu yang sangat lama dan akan berdampak negatif pada masa mendatang.

Saya sangat setuju kalau konsisten dilakukan atas kebijakan pemerintah provinsi Papua dan Papua Barat yang sudah tetapkan mesti setiap hari bukan hari tertentu saja pikul Noken. Termasuk bagaimana Noken diupayakan sebagai pengganti kantong plastik.

Noken bagi orang Papua adalah identitas bangsa Papua. Tepat kalau sudah dilaksanakan di seluruh kabupaten/kota, provinsi Papua dan Papua Barat.

Baca Juga:  Mempersoalkan Transmigrasi di Tanah Papua

Sementara di daerah otonom baru (DOB) akan menambah masalah sampah kantong plastik dan bahan baku noken terdegradasi karena proyek negara, sebaiknya dibatalkan dulu karena kondisi Papua tidak mendukung lantaran masih konflik (antara TPNPB OPM dan TNI-Polri) serta masalah pelanggaran hak-hak asasi manusia pun belum selesaikan. Soal pelayanan administrasi publik se-Papua masih belum maksimal, pejabat pimpinan daerah jarang bertugas di tempat, hanya gemar hadiri undangan dari Jakarta tanpa tanya pun menjadi beban masalah baru di Tanah Papua.

Untuk mengurangi penggunaan kantong plastik sekali pakai, alangkah lebih baik lagi apabila pemerintah turut serta juga menyediakan pengganti kantong plastik yang memiliki fungsi sama, namun ramah lingkungan seperti diterapkan oleh mantan Walikota Jayapura, Benhur Tomi Mano.

Beliau undang pencetus gagasan noken Papua hadir di studio RRI Jayapura, juga pada hari Senin di lapangan apel ASN Kota Jayapura. Ketika itu beliau menyampaikan bahwa mulai saat UNESCO tetapkan Noken Papua, sudah berfungsi sebagai bak sampah, kalau gunakan plastik pasti menambah beban masalah sampah karena sulit daur ulang. Maka itu, gunakan Noken multifungsi sebagai kantong, menggantikan posisi kantong plastik sumber masalah sampah dimana-mana di atas Tanah Papua.

Mulai sejak sekarang harus kurangi penggunaan kantong plastik sekali pakai adalah hal amat penting yang harus terus menerus dikampanyekan. Saat ini memang belum begitu terasa, tetapi beberapa tahun kemudian daerah kita akan terdampak juga seperti dialami berbagai daerah di Indonesia yang pusing urus masalah sampah akibat penggunaan kantong plastik.

Karena itulah perlu digelorakan berbagai cara sejak dini demi menghindari kemungkinan buruk menimpa di kemudian hari.

Penggunaan Noken Papua sebagai pengganti kantong plastik sangat penting demi menjaga kelestarian lingkungan kita bebas dari persoalan sampah, juga menghindari ancaman pencemaran di Tanah Papua. (*)

Terkini

Populer Minggu Ini:

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.