JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Dewan Pers dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menandatangani perjanjian kerja sama (PKS) tentang perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum dalam kaitan dengan penyalahgunaan profesi wartawan.
Kerja sama ini tertuang dalam surat nomor 03/DP/MoU/III/2022 dan nomor NK/4/III/2022.
PKS pertama ini merupakan turunan dari nota kesepahaman Dewan Pers-Mabes Polri yang dilakukan beberapa bulan lalu.
Tujuan utama PKS ini untuk meminimalisir kriminalisasi terhadap karya jurnalistik.
PKS ini ditandatangani oleh Arif Zulkifli, ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers, dan Komjen Agus Andrianto, Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Polri, Kamis (10/11/2022) di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Kabareskrim mendukung penuh kerja sama dengan Dewan Pers ini.
“Kami akan melakukan sosialisasi kesepakatan kerja sama ini ke seluruh jajaran Polri,” ujar Andrianto.
Pada kesempatan itu, Arif Zulkifli menjelaskan, PKS tersebut sebagai pedoman bagi Dewan Pers dan Polri dalam rangka pelaksanaan teknis perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum terhadap penyalahgunaan profesi wartawan.
Menurut Arif, dengan kerja sama ini diharapkan tidak ada lagi wartawan yang dilaporkan kepada polisi dengan menggunakan regulasi selain Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
“Kami berharap tidak ada lagi kriminalisasi terhadap wartawan ketika mengalami sengketa dalam pemberitaan. Sengketa pemberitaan hanya diselesaikan lewat Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers dengan direkomendasikan oleh Dewan Pers,” kata Arif.
Sesuai kesepakatan ini, apabila Polri menerima laporan dari masyarakat terkait pemberitaan, maka hal itu akan dikoordinasikan dengan Dewan Pers.
“Ini untuk menentukan apakah yang dilaporkan itu masuk kategori karya jurnalistik/produk pers atau bukan,” ujarnya.
Apabila hasil koordinasi memutuskan bahwa kasus yang dilaporkan itu merupakan karya jurnalistik, maka penyelesaiannya melalui mekanisme hak jawab dan hak koreksi atau menyerahkan penyelesaian laporan tersebut ke Dewan Pers.
“Sebaliknya, jika koordinasi kedua pihak memutuskan laporan masyarakat itu masuk kategori perbuatan penyalahgunaan profesi wartawan di luar koridor UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), maka Polri menindaklanjuti secara proses hukum sesuai ketentuan perundang-undangan,” ujar Arif.
Sumber: Dewan Pers