Tanah PapuaMamtaMajelis Hakim Segera Hentikan Kriminalisasi Pasal Makar Terhadap Victor Yeimo

Majelis Hakim Segera Hentikan Kriminalisasi Pasal Makar Terhadap Victor Yeimo

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua mendesak Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Jayapura segera menghentikan praktek kriminalisasi Pasal Makar terhadap terdakwa Victor Yeimo.

Pernyataan disampaikan Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua yang terdiri dari LBH Papua, PAHAM Papua, AlDP, PBH Cenderawasih, KPKC Sinode Tanah Papua, SKP Fransiskan Jayapura, Elsham Papua, Yadupa, Walhi Papua, dan lain-lain, dalam siaran persnya, Kamis (19/1/2023).

Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua mengungkapkan, praktek kriminalisasi terhadap aktivis Papua pasca aksi demostrasi anti rasisme 19 Agustus 2019 dan 29 Agustus 2019 di kota Jayapura menggunakan Pasal Makar dialami oleh Agus Kossay, Buchtar Tabuni, Alexander Gobay, Hengki Hilapok, Fery Kombo, dan Irwanus Uropmabin, serta Franis Wasini dan Victor Yeimo.

“Proses hukum terhadap para aktivis Papua yang menjadi korban kriminalisasi menggunakan Pasal Makar sudah dan sedang diperiksa pada Pengadilan Negeri yang berbeda-beda. Dan Victor Yeimo diperiksa di Pengadilan Negeri Kelas IA Jayapura,” jelasnya.

Emanuel Gobay, koordinator litigasi, menyatakan, dengan adanya putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jayapura yang menyatakan terdakwa Franis Wasini tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan Penuntut Umum dan membebaskannya yang mampu menunjukan fakta adanya praktek kriminalisasi Pasal Makar menggunakan sistem peradilan pidana yang dilakukan oleh aparat penegak hukum terhadap aktivis Papua.

Baca Juga:  Mahasiswa Berharap Empat Keuskupan Juga Dipimpin Imam Asli Papua

“Maka, muncul pertanyaan bahwa untuk apa Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Jayapura masih melakukan penuntutan terhadap terdakwa Victor Yeimo?.”

Berdasarkan ketentuan Pasal 76 ayat (1) dan ayat (2), KUHP ditegaskan bahwa: (1) Kecuali dalam hal putusan hakim masih mungkin diulangi, orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap. Dalam artian hakim Indonesia, termasuk juga hakim pengadilan swapraja dan adat, di tempat-tempat yang mempunyai pengadilan-pengadilan tersebut. (2) Jika putusan yang menjadi tetap itu berasal dari hakim lain, maka terhadap orang itu dan karena tindak pidana itu pula, tidak boleh diadakan penuntutan dalam hal: 1. putusan berupa pembebasan dari tuduhan atau lepas dari tuntutan hukum; 2. putusan berupa pemidanaan dan telah dijalani seluruhnya atau telah diberi ampun atau wewenang untuk menjalankannya telah hapus karena daluwarsa maka semestinya praktek penuntutan terhadap terdakwa Victor Yeimo dihentikan sebab atas peritiwa aksi demostrasi anti rasisme pada tanggal 19 Agustus 2019 dan 29 Agustus 2019 di Jayapura, Pengadilan telah memeriksa dan memvonis Agus Kossay, Buchtar Tabuni, Hengki Hilapok, Alexander Gobay, Irwanus Uropmabin dan Fery Kombo, serta Franis Wasini.

Baca Juga:  Sebelum Natal, Polda Papua Didesak Mengungkap Pelaku Teror Bom Jubi dan Penembakan Advokat Warinussy

Emanuel menyatakan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Jayapura masih menuntut terdakwa Victor Yeimo memperlihatkan praktek yang bertentangan dengan tujuan dari perumusan Pasal 76 KUHP.

“Hal itu bertentangan dengan tujuan dari perumusan Pasal 76 KUHP, yaitu jangan sampai pemerintah berulang-ulang membicarakan tentang peristiwa yang sama itu juga, sehingga dalam satu peristiwa ada beberapa putusan yang rupa-rupa yang akan mengurangkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintahnya.”

Selain itu, mengutip pendapat R Soesilo dalam Politeia halaman 90 terbit tahun 1980, “Sekali orang sebagai terdakwa harus diberi ketenangan hati, janganlah orang dibiarkan terus menerus dengan perasaan terancam oleh bahaya penuntutan kembali dalam peristiwa yang sekali telah diputus.”

Baca Juga:  HUT ke-13, Markus You: Suara Papua Tetap Menyuarakan Nilai-nilai Kebenaran Berdasarkan Fakta

Dengan putusan nomor 27/PID/2022/PT JAP dan pendapat R Soesilo terkait Pasal 76 ayat (2) angka 1 KUHP, tegas Gobay, majelis hakim pemeriksa perkara terdakwa Victor Yeimo semestinya tidak boleh mengadakan tuntutan terhadap terdakwa Victor Yeimo demi melindungi hak asasi manusia terdakwa dan menghentikan praktek kriminalisasi Pasal Makar menggunakan sistem peradilan pidana terhadap aktivis Papua yang selama ini sudah sering dipraktekan oleh aparat penegak hukum di Papua.

Oleh karean itu, Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua selaku kuasa hukum Viktor Yeimo menyampaikan tuntutan:

Pertama, Majelis Hakim pemeriksa terdakwa Victor Yeimo segera menghentikan praktek kriminalisasi Pasal Makar terhadap terdakwa Victor Yeimo.

Kedua, Ketua Pengadilan Negeri Kelas IA Jayapura segera hentikan proses penuntutan terhadap peristiwa hukum yang sudah berkekuatan hukum tetap sebagaimana dalam putusan nomor 27/PID/2022/PT JAP.

Ketiga, Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia segera mengawasi proses pemeriksaan perkara nomor PDM-42/JPR/Eku.2/08/2021 terhadap terdakwa Victor Yeimo di Pengadilan Negeri Kelas IA Jayapura.

REDAKSI

Terkini

Populer Minggu Ini:

Kinerja Pansel DPRPT Dinilai Terbuka, Forum Intelektual Puncak: Seleksinya Tidak Sesuai...

0
“Kalau sudah ada hasil, segera ajukan ke Mendagri untuk penerbitan SK. Kami minta agar hasil seleksi itu secepatnya diumumkan ke publik melalui media, lengkap dengan nilai dan peringkat dari 1 sampai 33, agar masyarakat adat bisa melihat hasil tes yang diikuti oleh 33 orang calon,” tutur Yosep Zonggonau.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.