BeritaLimbah Tailing Freeport Mengancam 6.000 Warga Mimika

Limbah Tailing Freeport Mengancam 6.000 Warga Mimika

SORONG, SUARAPAPUA.com — Kehadiran PT Freeport Indonesia membawa malapetaka bagi masyarakat setempat di kabupaten Mimika, Papua. Selama perusahaan raksasa itu beroperasi, kehidupan masyarakat adat selalu diabaikan dengan tebukti merusak ekosistem di sekitar wilayah tambangnya.

Demikian antara lain diungkapkan Adolfina Kuum, pegiat Yayasan Lembaga Peduli Masyarakat Mimika Timur Jauh (Lepemawi) dalam laporannya saat webinar bertema “Kejahatan Berulang Freeport Indonesia Setelah 54 Tahun Beroperasi dan Investasi Saham”. Rabu (1/2/2023) malam.

Diskusi publik diselenggarakan oleh Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) bersama Lepemawi, dihadiri sejumlah pihak terkait.

Adolfina menyatakan, kejahatan PT Freeport Indonesia membuang limbah tailing sejauh ini sudah 3.000 ton ke sungai Ajikwa atau Wanogong di pesisir Mimika. Tiga distrik yang terdampak secara langsung yakni distrik Jita, Mimika Timur Jauh, dan Agimuga. Di tiga distrik itu terdapat 23 kampung dengan enam ribu penduduk, sesuai data statistik tahun 2020.

“Faktanya banyak sungai tercemar mengakibatkan ekosistem di dalamnya seperti ikan pada mati, pendangkalan laut dan sungai, sehingga masyarakat yang bergantung pada itu tidak dapat lagi dijadikan sebagai mata pencaharian,” kata Adolfina.

Baca Juga:  Festival Angkat Sampah di Lembah Emereuw, Bentuk Kritik Terhadap Pemerintah

Tak hanya itu, ia membeberkan, limbah tailing Freeport juga telah menghilangkan sejumlah tempat yang dianggap keramat bagi masyarakat adat dari beberapa suku yang ada, juga sepanjang pesisir laut Mimika mata pencaharian masyarakat menjadi terbatas.

“Terjadi pendangkalan laut dan sungai dan akibat terkontaminasi limbah, sangat rentan bagi para mama-mama dan anak kecil, dimana banyak yang menderita penyakit kulit,” tuturnya.

Dalam webinar itu, John NR Gobay, anggota DPR Papua, mengungkapkan, apa yang dialami masyarakat adat di pesisir Mimika sering didengar dan dilihat dari sejumlah media.

Dengan rencana reses DPR RI dalam waktu dekat, John berharap agar fokus berkunjung ke daerah-daerah yang dikeluhkan masyarakat supaya bisa lihat langsung apa yang sesungguhnya terjadi.

“Tidak perlu saling mengklaim atau mengadu domba masyarakat. Persoalan ini harus diselesaikan secara terbuka dan berani oleh kita semua,” ujarnya.

Dengan kapasitasnya sebagai anggota DPRP, John menyatakan akan terus mencoba untuk memfasilitasi masyarakat agar persoalan tersebut mendapat solusi terbaik, baik oleh PT Freeport maupun pemerintah.

“Kami pasti akan terus mencoba untuk memfasilitasi masyarakat agar persoalan itu mendapat solusi terbaik, baik oleh PT Freeport dan pemerintah daerah maupun pusat dalam program-program kerja untuk selesaikan persoalannya,” kata John.

Baca Juga:  MRP Sesalkan Pernyataan Ismail Asso dan Mendukung Proses Hukum

DPR RI akan ke Papua

Dalam waktu dekat Komisi V DPR RI akan ke Papua. Wakil rakyat itu berjanji akan mengunjungi Mimika untuk melihat langsung kondisi yang terjadi dan dialami masyarakat setempat.

“Harapan kami, DPR RI langsung turun ke kampung-kampung yang terkena dampak langsung. Kami akan tunggu kedatangan DPR RI. Tetapi jangan jadikan aspirasi atau persoalan ini sebagai bargaining lagi mengingat sudah dekat dengan tahun politik,” ujar Adolfina.

Terkait masalah-masalah itu, Lepemawi dan masyarakat adat menuntut dan mendesak kepada presiden, DPR RI dan DPRP agar segera lakukan penegakan hukum yang tegas atas seluruh kerusakan akibat limbah penambangan, baik yang dirasakan masyarakat maupun lingkungan hidup oleh PT Freeport Indonesia.

“Mendesak agar segera memerintahkan Freeport untuk mengganti seluruh kerugian yang dialami oleh seluruh warga dan lingkungan hidup,” tegasnya.

Dedi Mulyadi, wakil ketua Komisi IV DPR RI, mengungkapkan rencananya untuk melakukan investigasi langsung ke lokasi yang terdampak limbah tailing PT Freeport Indonesia.

Baca Juga:  Pengurus Baru LMA Malamoi Diminta Merangkul Semua Pihak

“Kita berkunjung ke area yang menjadi sumber malapetaka bagi masyarakat. Karena proses advokasi kita jauh lebih mudah, apabila kita berkunjung dan kita bisa menunjukkan kepada Freeport langsung, ini loh dampak yang diakibatkan apabila memang itu dilakukan oleh PT Freeport,” bebernya, dilansir voaindonesia.com

Diizinkan Pemerintah

PT Freeport Indonesia telah beroperasi di kabupaten Mimika, Papua, sejak 1967. Pada tahun 2019, pemerintah mengambil alih kepemilikannya melalui proses divestasi 51 persen saham.

Dalam dokumen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tercatat PT Freeport sejak tahun 1974 hingga 2018 telah mengalirkan limbah tailing melalui sungai Aghawagon dan sungai Ajkwa. Limbah ini kemudian ditempatkan di Modified Ajkwa Deposition Area (ModADA) seluas 230 kilometer persegi.

Pembuangan tailing melalui dua sungai itu ternyata diizinkan oleh pemerintah provinsi Papua, melalui surat keputusan gubernur nomor 540 tahun 2002. Ada empat sungai yang masuk dalam izin itu, yaitu Aghawagon, Otomona, Ajkwa, dan Minajerwi.

Dokumen ini juga mencatat perhitungan limbah tailing yang dihasilkan oleh PT Freeport Indonesia adalah 167 juta metrik ton per hari.

Pewarta: Reiner Brabar
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

KKB Minta Komisi Tinggi HAM Investigasi Kasus Penyiksaan OAP

0
“Menyimak video penyiksaan terhadap rakyat sipil Papua yang dilakukan oleh aparat TNI adalah suatu tindakan melanggar dan mencabik-cabik harkat dan martabat manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling mulia,” ujar Mananwir Apolos Sroyer, melalui keterangan tertulis, Senin (25/3/2024).

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.