JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Aliansi organisasi mahasiswa Papua di kota studi Gorontalo, meminta pemerintah Republik Indonesia segera bertanggungjawab atas penembakan warga sipil yang dilakukan aparat keamanan di Wamena, kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan, 23 Februari 2023.
Dalam insiden berdarah itu, 11 warga sipil tewas tertembak peluru. Sementara, 23 lainnya luka-luka.
Selain segera investigasi di lapangan, dalam pernyataan sikapnya mahasiswa Papua menegaskan, para pelaku penembakan harus diproses sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Desakan disampaikan aliansi organisasi yang terdiri dari Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se-Indonesia (AMPTPI) Limboto, Ikatan Mahasiswa Pelajar Indonesia Papua (IMPIP), paguyuban wilayah Lapago dan Meepago di Gorontalo, Sabtu (4/3/2023).
Donai Yikwa, koordinator aliansi mahasiswa Papua di Gorontalo, menyatakan, peristiwa berdarah tersebut merupakan pelanggaran HAM Berat karena aparat Polri dan TNI diduga dengan sengaja menghilangkan nyawa manusia akibat menyalahgunakan senjata api.
“Karena para pelakunya adalah anggota polisi dan tentara, sementara yang menjadi korban adalah rakyat sipil,” ujarnya.
Dalam siaran pers yang dikirim ke suarapapua.com ditegaskan sikap mahasiswa menuntut negara menyelesaikan kasus berdarah tersebut secara hukum untuk memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban yang ditinggalkan.
Selain itu, pelaku penculikan yang diduga kuat sebagai penyebab kerusuhan juga ditangkap.
“Kami generasi penerus sangat kecewa dengan proses penyelesaian atas kasus penembakan yang hanya mau diselesaikan secara adat dengan membayar sejumlah uang untuk korban yang tewas dalam tragedi itu,” ujar Donai.
Nyawa manusia tidak bisa dihargai dengan sejumlah uang, mahasiswa Papua mendesak agar memproses pelaku untuk harus diadili secara hukum agar kedepannya penggunaan senjata api yang dapat menghilangkan nyawa warga Papua tidak terjadi lagi.
“Kami menuntut agar tragedi berdarah di Wamena diselesaikan secara hukum, karena kami tidak mau ada tragedi yang sama terjadi lagi di masa mendatang. Nanti kalau ada warga Papua yang mati tertembak lagi, kami tidak mau kasusnya hanya diselesaikan dengan bayar kepala korban. Kami mau kasus penembakan ini harus diproses secara hukum,” tegasnya.
Senada, David Faluk, ketua KNPB Konsulat Indonesia, menegaskan, proses penyelesaiannya harus melalui jalur hukum, tidak bisa dengan bayar denda dan lain-lain.
“Segera proses para pelaku dan dihukum seberat-beratnya. Kasus pelanggaran HAM di Papua terus meningkat akibat ulah dari institusi negara melalui aparat keamanan. Rakyat Papua sudah dianggap sebagai musuh negara. Hari ini West Papua krisis kemanusiaan dan darurat hak asasi manusia yang sangat serius,” ujar David.
Terpisah, Latifah Anum Siregar, direktur Aliansi Demokrasi untuk Papua (AlDP), mengatakan, investigasi yang dilakukan pihak Polri/TNI terhadap kasus kekerasan dan penembakan warga sipil di Wamena harus transparan.
Siregar menyatakan, para pelaku yang terlibat dalam insiden Wamena berdarah harus diproses sesuai aturan hukum.
Selain 11 warga sipil meninggal dunia dan 23 warga sipil lainnya terluka, dalam insiden itu dikabarkan 18 anggota Polri dan TNI juga terluka. Sedikitnya 13 rumah, 2 toko dan beberapa kendaraan dibakar massa dalam kerusuhan itu.
Pewarta: Agus Pabika
Editor: Markus You