PartnersKunjungan Presiden Biden di PNG Dianggap Hanya Mengunjuk ‘Otot’ untuk Cina

Kunjungan Presiden Biden di PNG Dianggap Hanya Mengunjuk ‘Otot’ untuk Cina

Editor :
Elisa Sekenyap

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— PNG membutuhkan ‘uang dalam jumlah besar’, bukan basa-basi dari Presiden AS Joe Biden, kata kepala eksekutif sebuah lembaga pemikir Papua Nugini.

Presiden Amerika Serikat akan tiba di Papua Nugini selama tiga jam pada tanggal 22 Mei, menurut media PNG, usai menghadiri KTT G7 di Jepang dan pertemuan para pemimpin Quad di Australia.

Sebagaimana dilansir dari RNZ Pacific Sebuah kelompok Independen di PNG yang melobi pemerintah mengenai isu-isu penting termasuk geopolitik antara Cina dan AS, tidak yakin bahwa persinggahan tersebut akan berarti banyak bagi rakyat PNG.

“Saya tidak tahu apa maksud AS? Mereka pada dasarnya berpikir bahwa hanya dengan Presiden menghabiskan waktu tiga jam dengan kami dan menandatangani beberapa perjanjian yang akan menjauhkan Cina. Itu hanya omong kosong!” kata CEO PNG Think Tank Group Samson Komati.

Komati percaya bahwa AS memiliki rekam jejak dalam hal berbicara, namun ia mengatakan bahwa dengan tingkat pengangguran yang sangat tinggi di PNG, Biden harus melakukan lebih banyak hal dalam kunjungannya, daripada hanya sekedar basa-basi jika ia ingin meninggalkan kesan yang mendalam di PNG.

Kunjungan ini dilakukan di saat persaingan strategis antara Amerika Serikat dan Cina semakin meningkat, yang mana diperparah dengan perjanjian keamanan AUKUS baru-baru ini antara Amerika Serikat, Australia dan Inggris.

“Cara masuknya Tiongkok ke Pasifik sangat- sangat kuat, dan sangat besar. Mereka memiliki banyak uang. Kami ingin bekerjasama dengan Tiongkok. Orang Cina membawa uang. Mereka tidak berbicara dan menandatangani perjanjian, lalu mencampakkan kami dan pergi,” kata Komati.

Dia mengatakan bahwa dia melihat kunjungan tersebut tidak lebih dari sekedar pelenturan otot oleh Washington yang ditujukan kepada Cina yang memiliki hubungan yang kuat dengan PNG.

“Pesan yang akan saya sampaikan kepada Presiden Biden adalah, ‘tolong, kami membutuhkan banyak perusahaan Amerika, teknologi Amerika, investor Amerika, dan juga Korps Perdamaian Amerika dan misionaris Amerika ke negara kami’.

“Kami membutuhkan lebih banyak pembangunan di negara ini. Kami memiliki lebih banyak sumber daya, hanya saja kami tidak memiliki modal untuk mengubah sumber daya ini menjadi uang dan menumbuhkan ekonomi kami, serta mempekerjakan orang-orang kami dan memberdayakan rakyat kami. Jadi kita terjebak di sini,” tukas Komati.

Washington telah mengkonfirmasi bahwa Joe Biden akan bertemu dengan para pemimpin Pasifik setelah pertemuan dengan Perdana Menteri PNG James Marape dalam kunjungan singkatnya itu.

Dalam sebuah pernyataan, Gedung Putih menyebut AS sebagai bagian negara Pasifik.

“Sebagai negara Pasifik, Amerika Serikat memiliki hubungan historis dan hubungan antar masyarakat yang mendalam dengan Kepulauan Pasifik.”

Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari KTT Kepulauan Pasifik AS-Pasifik yang pertama kali diadakan di Washington tahun lalu.

Setelah pertemuan itu, Sekretaris Jenderal PIF Henry Puna menyoroti pentingnya hubungan tersebut ketika mengatakan kepada RNZ Pacific tentang prioritas PIF untuk tahun 2023 pada Januari.

“Prioritas pertama dan terpenting dalam daftar kami adalah peningkatan keterlibatan politik di tingkat diplomatik dengan Washington dan dalam hal ini saya dengan senang hati mengatakan bahwa Presiden Biden telah mengumumkan Frankie Reed sebagai Utusan Khusus AS untuk Forum ini.”

“Ini adalah kesepakatan yang sudah selesai – bagi saya, hal ini menunjukkan betapa seriusnya AS terhadap upaya yang mereka lakukan pada KTT tersebut,” katanya.

Menurut pernyataan Gedung Putih, para pemimpin Forum Kepulauan Pasifik akan membahas perubahan iklim, melindungi sumber daya maritim, dan memajukan “pertumbuhan ekonomi yang tangguh dan inklusif” dengan Joe Biden ketika berada di PNG.

Terkini

Populer Minggu Ini:

Mayor Enos Tipagau Gugur, TPNPB Umumkan Duka Nasional

0
“Dalam penyergapan pagi tadi oleh pasukan militer Indonesia, Mayor Enos Tipagau tidak melakukan perlawanan, tetapi dia ditembak mati dan tidak ada penyitaan barang bukti berupa senjata,” katanya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.