JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Mengingat peran Majelis Rakyat Papua (MRP) sangat penting dalam mengakomodir hak-hak orang asli Papua (OAP) sesuai Undang-undang Otonomi Khusus (Otsus), Asosiasi Pendeta Indonesia (API) provinsi Papua meminta Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia segera mengesahkan dan melantik anggota MRP terpilih periode 2023-2028.
Permintaan tersebut mengingat hingga kini sudah mencapai 30 hari setelah diserahkan nama-nama calon anggota MRP. Sesuai aturan, sudah seharusnya dilantik, tetapi belum juga hngga sudah mencapai 64 hari.
Pdt. Jimmy A. H Koirewoa, ketua API provinsi Papua, mengemukakan hal itu saat jumpa pers di Jayapura, Rabu (26/7/2023).
“Mengingat peran lembaga kultur OAP yang semakin dibutuhkan di situasi persoalan Papua saat ini, konflik bersenjata, penyanderaan pilot, konflik di Dogiyai, masalah tanah di Wamena, dan lain-lain itu kan harusnya MRP yang bicara, tetapi belum juga dilantik dan sampai sekarang sudah masuk satu bulan terjadi kekosongan di lembaga MRP sejak tanggal 20 Juni 2023,” tuturnya.
MRP sebagai benteng untuk melindungi hak-hak orang asli Papua dari berbagai situasi ketidakadilan di Papua, Jimmy berharap, proses pelantikan segera dilakukan untuk meredam situasi yang sedang terjadi akhir-akhir ini baik di internal maupun eksternal.
“Situasi Papua saat ini membutuhkan kehadiran MRP untuk meredam setiap persoalan yang sedang terjadi di Tanah Papua. Lembaga kultur ini harus jadi benteng untuk melindungi harkat dan martabat orang asli Papua yang juga umat Tuhan di Tanah Papua,” tegasnya.
Karena nama-nama sudah diusulkan dan dikirim, ia merasa resah karena pengesahan dan pelantikan MRP belum juga dilakukan.
“Kami harap mereka yang terpilih dilantik cepat agar masalah-masalah yang terjadi sedang timbul di daerah saat ini bisa diatasi oleh MRP dari setiap Pokja yang diutus baik Adat, Perempuan maupun Agama,” harapnya.
Selain itu, pimpinan Gereja juga mengingatkan pihak tertentu baik perorangan atau kelompok untuk tidak membangun opini miring yang hanya mengkotak-kotakkan gereja karena akan berdampak pada pelayanan.
“Proses sudah jalan, hanya satu-dua orang saja yang bangun opini kontradiktif dalam pelayanan gereja, padahal mereka sudah diakomodir dalam denominasi sesuai naungan di dalam aras atau persekutuan gereja-gereja seperti PGI, PGKII, PGPI dan Katolik pada level keuskupan serta Islam pada organisasi seperti MUI provinsi Papua. Semuanya itu saling berkomunikasi dan berkoordinasi dalam PGGP (Persekutuan Gereja-Gereja Papua) dan FKUB (Forum Kerukunan antar Umat Beragama),” jelas Koirewoa.
Sementara itu, Pdt. Arkelaus Fonataba, anggota KPPJ GKI Klasis Port Numbay, mengatakan, sejak kekosongan jabatan gubernur dan MRP sudah timbul polemik ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah, sehingga perlu adanya lembaga MRP untuk menjadi kanal atau saluran demi menyuarakan suara umat ke pemerintah pusat dan provinsi.
“Lembaga Majelis Rakyat Papua merupakan kanalisasi untuk suarakan masalah umat lewat MRP jalur agama, adat dan perempuan ke pusat maupun provinsi agar diperhatikan sesuai amanat UU Otsus Papua. Oleh karena itu, kami minta Kemendagri RI agar segera melantik anggota MRP terpilih saat ini untuk mengemban tugas secepatnya,” ujar Arkelaus.
Merespons munculnya berbagai pendapat yang berpotensi buruk di tengah umat, Pdt. Ronald Waromi, ketua Majelis Pekerja Daerah (MPD) Sinode Gereja Bethany Indonesia provinsi Papua, menyarankan kelompok-kelompok gereja tidak memainkan ini miring. Sebaiknya berusaha menahan emosi agar menghindari polemik baru di antara denominasi gereja di Tanah Papua.
“Gereja dalam melakukan pelayanan itu bersifat universal. Jangan bangun isu yang tidak-tidak karena nanti bisa berdampak pada perpecahan dalam gereja itu sendiri. Perlu kita sadari bahwa saat ini gereja merupakan benteng terakhir orang asli Papua. Maka, mari dukung yang sudah terpilih, sebab mereka bagian dari kita dan melakukan pelayanan juga sama seperti kita sebagai hamba Tuhan. Jaga persatuan. Jaga mulut. Jangan umat apalagi seorang pendeta membangun narasi provokatif,” tegas Waromi. []