JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Perjuangan panjang yang dilalui akhirnya sampai pada kesepakatan untuk mengatasi dampak tailing PT Freeport Indonesia terhadap masyarakat setempat di kabupaten Mimika. Hal itu mengemuka dalam rapat kerja (Raker) Komite Il DPD RI bersama sejumlah pihak terkait, Senin (11/9/2023).
Raker membahas tindak lanjut hasil pertemuan Komite Il DPD RI dengan para pemangku kepentingan terkait dampak limbah tailing Freeport terhadap penduduk di wilayah distrik Mimika Timur Jauh, Jita, dan Agimuga, kabupaten Mimika, provinsi Papua Tengah, digelar di ruang rapat GBHN (Bawah) Gedung Nusantara V MPR/DPR/DPD RI Jl. Jenderal Gatot Subroto No. 6, Jakarta Pusat.
Raker dihadiri perwakilan dari beberapa kementerian, Pj gubernur provinsi Papua Tengah Ribka Haluk, presiden direktur PT Freeport Indonesia Clayton Allen Wenas, direktur PT Freeport Indonesia Claus Wamafma, dan wakil presiden direktur PT Freeport Indonesia, Jenpino Ngabdi.
Hadir pula ketua Poksus DPR Papua, John NR Gobai dan ketua Lepemawil, Adolfina Doly Kuum.
Dengan dihadiri puluhan Anggota Komite II DPD RI, rapat dipimpin Yoris Raweyai, ketua Komite II DPD RI.
Dalam Raker telah ditandatangani beberapa kesepakatan untuk dapat menjadi pekerjaan yang harus dikerjakan oleh PT Freeport bersama dengan masyarakat, tentu Lepemawil harus dilibatkan dan membentuk Tim Pengawas atas kesepakatan tersebut.
John NR Gobai mengatakan, selain meminta agar ada kesepakatan yang ditandatangani sejumlah pihak, juga mengingatkan PT Freeport mempertimbangkan perlunya kompensasi atas kerusakan akibat limbah tailing perusahaan.
“Dari awal saya meminta agar ada kesepakatan yang ditandatangani. Syukur, hari ini kami tandatangani kesepakatan. Isinya ada lima point kesepakatan,” kata Gobai.
John kemudian sebutkan lima kesepakatan itu.
Pertama, pengelolaan pendangkalan sungai yang terdampak limbah tailing harus menjadi prioritas penyelesaian.
Kedua program-program PT FI yang diberikan kepada masyarakat yang terdampak harus sesuai dengan kebutuhan dan kearifan lokal masyarakat setempat.
Ketiga, PT FI membangun rumah singgah dengan catatan tanah disiapkan oleh masyarakat.
Keempat, PT FI mendukung pembangunan pelabuhan baru di Otawa bersama pemerintah.
Kelima, Komite II DPD RI membentuk tim bersama dalam rangka pengawasan pengelolaan limbah tailing PT FI.
Selain lima kesepakatan itu, PT Freeport juga harus mempertimbangkan kompensasi kerusakan yang terjadi selama ini.
“Kami juga meminta agar Freeport mempertimbangkan kompensasi kerusakan yang terjadi, apakah dianggap sudah cukup dengan CSR yang diberikan atau perlu ada dana lagi. Kemudian, menyediakan airboat untuk sarana transportasi yang bisa dilewati di daerah pendangkalan,” ujarnya.
Lanjut John, “Kami juga meminta PT Freeport mengganti penggunaan kapur dengan yang lain untuk campuran dalam pengolahan tambang agar lebih ramah lingkungan.”
Gobai menyatakan, tailing tersebut dapat dilihat dari dua sudut pandang berbeda. Di satu sisi, berkat bagi pemerintah, tetapi tailing merupakan masalah bagi masyarakat.
“Tailing itu berkat bagi pemerintah, tapi masalah bagi masyarakat. Karena itu, PT Freeport harus membuat program yang menjawab kebutuhan, bukan proyek bagi kontraktor. Kami juga meminta agar dibangun pabrik semen mortal yang dimiliki dan dikelola oleh anak-anak asli Mimika,” ujar Gobai. []