BeritaSuara Mahasiswa61 Tahun Aneksasi Bangsa Papua Telah Melahirkan Penindasan Secara Sistematis

61 Tahun Aneksasi Bangsa Papua Telah Melahirkan Penindasan Secara Sistematis

Editor :
Elisa Sekenyap

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se-Indonesia (AMPTPI), Ikatan Mahasiswa Pelajar Indonesia Papua (IMPIP), dan Liga Mahasiswa Indonesia Untuk Demokrasi (LMID) di Gorontalo gelar aksi damai memperingati hari aneksasi Papua ke dalam Indonesia di depan pintu masuk utama Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Rabu (1/5/2024).

Dalam aksi itu, pihaknya menolak aneksasi West Papua ke dalam Indonesia selama 61 tahun (1 Mei 1963 – 1 Mei 2024).

“Karena bagi kami, 1 Mei adalah awal kekerasan kejahatan terhadap rakyat Papua, sekaligus upaya menggagalkan hak politik yang diamanatkan oleh hukum internasional tentang hak dekolonisasi dan Hak Penentuan Nasib sendiri (Self Determination) berdasarkan Piagam PBB 73 dan amanat resolusi 1514 tahun 1960,” kata Elia Edowai, Koordinator Lapangan aksi tersebut.

Baca Juga:  Mahasiswa Papua Melaporkan Kasus Pelanggaran HAM Ke Kantor PBB di Jakarta

Katanya, persengkokolan untuk menyerahkan Papua ke dalam Indonesia dilakukan oleh Amerika Serikat, Belanda dan Indoneia melalui persetujuan atau New Yort Agreement pada 15 Agustus 1962 tanpa melibatkan orang Papua sebagai subjek hukum berdasarkan hukum internasional. Maka hal itu adalah penghianatan terhadap bangsa Papua.”

“Selain itu kami juga menegaskan bahwa aneksasi 1 Mei 1963 adalah Ilegal. 61 tahun Indonesa menjajah bangsa Papua telah melahirkan penindasan secara sistematis masif dan terstruktur, kekerasan, penyiksaan penangkapan penjarahan, rasisme, mutilasi dan marginalisasi.”

Baca Juga:  Pengelolaan Tak Efektif, Pelajar dan Mahasiswa Nduga Kembalikan Dana Studi ke Pemkab

“Bangsa Papua Barat kini terancam akibat Genosida, Ekosida dan Etnosida yang dilakukan kolonialisme Indonesia dan konspirasi kapitalisasi serta imperialisme dan oligarki global.”

Serupa disampaikan Kenditon Kogoya, Koordinator Lapangan lainnya, katanya bahwa tanah Papua saat ini dijadikan sebagai wilayah operasi militer untuk melindungi kepentingan oligarki dan imperialisme.

Semua ini kata Kogoya telah melahirkan kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua Barat. Oleh karena itu pihaknya menuntut agar diberikan seluas-luasnya hak penentuan nasib sendiri dan menolak militerisme di tanah Papua.

Baca Juga:  Mahasiswa Yahukimo Minta Pos Brimob yang Diduga Menembak Tobias Silak Dibubarkan

“Kami mendesak tarik militer organik dan non organik dari tanah Papua dan hentikan operasi militer di atas tanah Papua. Cabut undang-undang Omnibus law, buka akses jurnalis asing dan nasional seluas-luasnya ke tanah Papua,” pungkasnya.

Terkini

Populer Minggu Ini:

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.