JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Upaya Majelis Rakyat Papua (MRP) dari enam provinsi di Tanah Papua memperjuangkan hak politik untuk jabatan bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota harus orang asli Papua (OAP) mengundang perdebatan berbagai pihak. Ada yang kontra, tetapi banyak yang pro dengan hal itu.
John NR Gobai, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) provinsi Papua, berpendapat, sangat wajar dengan perjuangan Asosiasi MRP se-Tanah Papua. Sebab ini aspirasi lama yang hingga kini belum direspons.
”Undang-undang Otsus Papua berlaku sampai ke kabupaten kota. Bukan hanya di tingkat provinsi saja. Maka, bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota harus OAP yang sedang diperjuangkan oleh Asosiasi MRP se-Tanah Papua itu sudah sesuai dan tepat,” ujarnya, Sabtu (1/6/2024).
Dikemukakan, ketika Undang-undang Otsus nomor 21 tahun 2001 disahkan, dari isinya dapat disimpulkan bahwa Otsus berlaku di tingkat provinsi, sementara di tingkat kabupaten kota terlihat terdapat standar ganda, di mana pemerintah kabupaten/kota dapat melaksanakan Perdasi dan Perdasus, juga Undang-undang sektoral lainnya.
John menyebut di tingkat provinsi juga terdapat standar ganda dalam pengelolaan pemerintahan yaitu mengacu kepada Undang-undang Otonomi Khusus maupun Undang-undang lainnya.
Mengutip putusan MKRI nomor 34/PUU-XÌV/2016, ketika pimpinan dan anggota MRP, Hofni Simbiak, Roberth Wanggai dan Benyamin Wayangkau, menguji UU Otsus guna menambah pasal dalam UU Otsus Papua bahwa bupati wakil bupati, walikota wakil walikota, harus OAP, Mahkamah berpendapat, bahwa Otsus yang berlaku di provinsi, bukan di kabupaten/kota.
Dalam amar putusannya menyatakan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya.
”Seiring dengan perubahan Undang-undang nomor 21 tahun 2001 menjadi Undang-undang nomor 2 tahun 2021, maka telah terjadi perubahan di dalam pengelolaan pemerintahan, dimana dengan adanya turunan dari Undang-undang nomor 2 tahun 2021 telah disusun yang disebut peraturan pemerintah nomor 106 tahun 2021,” urainya.
Dalam PP nomor 106 tahun 2021, lanjut John, jelas terdapat pembagian kewenangan antara pemerintah provinsi dan kabupaten, ada DPRP dan DPRK, dana Otsus langsung masuk rekening kabupaten/kota.
”Artinya, Otsus berlaku juga di kabupaten/kota, titik berat ataupun prioritas dan dalam melaksanakan pembangunan adalah kepada orang asli Papua,” kata John.
Dengan dasar pemikiran tersebut, Gobai menilai sangatlah realistis bila hari ini terdapat tuntutan agar bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota dijabat oleh OAP agar dengan sungguh-sungguh melaksanakan amanat Undang-undang nomor 2 tahun 2021 dan Peraturan Pemerintah nomor 106 tahun 2021 yang mana titik beratnya adalah kepada orang asli Papua.
”Pertanyaannya, bila bukan orang asli Papua, apakah benar-benar yang bersangkutan akan melaksanakan amanat ini ataukah melihat sesuatu yang tidak adil? Bisa ya, bisa tidak. Karena pasti juga ada orang baik. Kita semua tentu tahu ada kata-kata bijak, yaitu di mana bumi berpijak di situ langit dijunjung. Artinya, kita harus betul-betul mengabdi kepada bumi di mana terdapat masyarakatnya yang sekaligus sebagai ibadah kepada Tuhan, yang dalam konteks ini adalah melayani orang asli Papua. Tetapi ada juga kata bijak yang lain bahwa hanyalah anak negeri yang dapat merusak dan membangun kembali negeri leluhurnya yaitu Tanah Papua,” paparnya.
John kemudian menyatakan, ”Jadi bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil wali kota harus orang asli Papua adalah sesuatu yang wajar.”
Sebelumnya, Agustinus Anggaibak, koordinator Asosiasi MRP se-Tanah Papua, menegaskan, perjuangannya tetap dilanjutkan hingga ada kebijakan pemerintah pusat sebelum Pilkada serentak tahun 2024.
Sejumlah upaya tengah dilakukan pihaknya semenjak lahir keputusan kolektif MRP enam provinsi di Tanah Papua sehubungan dengan hak politik rakyat Papua yakni jabatan bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota harus OAP.
Saat konferensi pers di Jakarta, ketua MRP Papua Tengah ini berharap segera ada angin segar dari presiden Joko Widodo sebelum masa jabatan berakhir. Dengan itu, prosesnya dapat diberlakukan di Pilkada serentak yang akan diselenggarakan November mendatang. []