Masyarakat adat suku Awyu aksi demonstrasi damai di depan gedung Mahkamah Agung Republik Indonesia, Senin (27/5/2024) pekan lalu. (Dok. Greenpeace Indonesia)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Perjuangan hak masyarakat adat Awyu melawan pemerintah yang telah menggelapkan wilayah adatnya melalui penerbitan surat rekomendasi kelayakan lingkungan kepada PT Indo Asiana Lestari (IAL) belum berakhir meski harus dilaluinya di jalan berliku-liku yang cukup panjang.

Langkah pertama dimulai dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura, kemudian berlanjut ke PT TUN Manado pada tingkat banding, dan kini di Mahkamah Agung Republik Indonesia pada tingkat kasasi.

Emanuel Gobay, direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua menduga adanya kejanggalan dalam pengambilan putusan terhadap gugatan dari masyarakat adat suku Awyu.

Kata Emanuel, dalam proses yang dilalui sejak di tingkat pertama pada PTUN Jayapura ditemukan fakta Majelis Hakim mengabaikan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 1 tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup.

Dugaan itu menurutnya terlihat melalui sikap Majelis Hakim yang tidak membuka dokumen AMDAL yang ditandatangani oleh ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) yang tidak memiliki hak atas tanah adat marga di wilayah adat masyarakat Awyu.

ads
Baca Juga:  Rakor MRP dan KPU Membahas Tata Verifikasi Bacakada PBD

Begitupun di tingkat banding pada PT TUN Manado, Emanuel menyebutkan hal sama kembali terulang. Di sana ditemukan fakta Majelis Hakim Pemeriksa Perkara mengabaikan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 1 tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup karena Majelis Pemeriksa Perkara tidak memiliki lisensi Hakim Lingkungan.

“Kedua fakta tersebut merupakan tindakan yang jelas-jelas melanggar Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 1 tahun 2023, sehingga dalam pemeriksaan perkara di tingkat kasasi pada Mahkamah Agung Republik Indonesia ini akan membuktikan apakah Mahkamah Agung Republik Indonesia dapat menegakkan aturannya ataukah justru sebaliknya Mahkamah Agung Republik Indonesia akan melanggar aturannya sendiri?” ujarnya melalui keterangan tertulis ke suarapapua.com, Selasa (4/6/2024) sore.

Selain itu, kata Emanuel, melalui fakta tindak pidana penggelapan tanah adat sebagaimana diatur pada Pasal 385 KUHP yang terjadi melalui tindakan pelepasan tanah adat Awyu khususnya marga Woro yang dilakukan oleh ketua LMA sebagaimana dalam AMDAL PT IAL akan mempertanyakan apakah Mahkamah Agung Republik Indonesia mampu melindungi eksistensi hak masyarakat adat sesuai perintah Pasal 18b ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 28i ayat (3) UUD 1945 atau tidak?.

Baca Juga:  Tragedi Berdarah di Dekai: “Saya Tidak Terima Adik Tobias Silak Ditembak Mati”

Ditegaskan, perlindungan, penghormatan, pemajuan dan penegakan Hak Asasi Manusia merupakan tanggung jawab negara melalui pemerintah sesuai Pasal 28i ayat (4) UUD 1945. Maka, dalam kasus masyarakat adat Awyu dan masyarakat adat Moi yang mempertahankan hak-hak adatnya melalui sistem peradilan yang dibentuk negara itu akan diselamatkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia yang adalah representatif lembaga pemerintahan pada bagian Yudikatif yang memiliki kewajiban konstitusional untuk mengimplementasikan Pasal 28i ayat (4) UUD 1945 dari ancaman tindakan penggelapan tanah adat sesuai Pasal 385 KUHP yang dilakukan secara sistematik dan struktural oleh pemerintah demi meloloskan kepentingan eksploitasi sumber daya alam dalam wilayah adat masyarakat adat Papua khususnya masyarakat Adat Awyu dan masyarakat adat Moi.

Baca Juga:  Keluarga dan Kerabat Menuntut Keadilan Atas Eksekusi Mati Tobias Silak di Yahukimo

“Harapan kami, semoga ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia mendengar suara masyarakat adat Awyu dan masyarakat adat Moi yang melakukan aksi damai untuk mempertahankan wilayah adatnya bagi generasi penerus marganya di atas wilayah adatnya di depan kantor Mahkamah Agung Republik Indonesia pada hari Senin pekan lalu.”

“Semoga Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia Pemeriksa Perkara Masyarakat Adat versus pemerintah di tingkat kasasi dapat mengimplementasikan perintah Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup dan melindungi eksistensi masyarakat adat sesuai perintah Pasal 28i ayat (4) UUD 1945,” tuturnya.

Gobay menyatakan mendukung penuh perjuangan masyarakat adat Papua terutama masyarakat adat Awyu dan Moi demi generasi masa depan kedua suku itu.

Dukungan solidaritas berbagai pihak bahkan kian meluas hingga diluncurkan kampanye “All eyes on Papua” dengan dibuka laman penandatanganan petisi.

Untuk mengisi petisi tersebut dapat diklik di link ini: https://www.change.org/p/hutan-seluas-separuh-jakarta-akan-hilang-mahkamah-agung-cabut-izin-sawit-pt-ial?source_location=search. []

Artikel sebelumnyaSeruan Selamatkan Hutan Papua Melalui Kampanye “All Eyes on Papua”
Artikel berikutnyaPenjabat Bupati Lanny Jaya Tertibkan Satpol PP Aktif Kerja