Gustaf Kawer, Human Rait Loya bilong West Papua. (Ist - SP)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Gustaf Kawer, direktur Perhimpunan Advokat Hak Asasi Manusia (PAHAM) Papua, mengatakan, dengan adanya penembakan tiga warga sipil di Mulia, kabupaten Puncak Jaya, Papua Tengah, pada 16 Juli 2024, menunjukkan adanya sikap penghinaan terhadap masyarakat Papua di Puncak Jaya.

“Dengan adanya situasi penembakan yang terjadi lagi, seolah-olah masyarakat sipil di Puncak Jaya adalah binatang buruan yang situasinya memprihatinkan. Peristiwa seperti ini terjadi berulang-ulang tanpa penyelesaian. Kita baru saja dikejutkan oleh video viral kekerasan TNI dari Yonif 300/Braja Wijaya Kodam Siliwangi terhadap 3 masyarakat sipil, yang mana salah satunya disiksa di dalam drum, yang terjadi awal tahun ini,” ujar Kawer dalam pernyataannya kepada Suara Papua, Rabu (17/7/2024).

Menurutnya, perulangan kekerasan terhadap masyarakat sipil di Puncak Jaya dan daerah-daerah konflik di Tanah Papua disebabkan karena minimnya penegakan HAM dan sanksi yang berat terhadap pelaku kekerasan (TNI/Polri).

Baca Juga:  Wartawan dan Organisasi Sipil di Papua Tengah Desak Polda Papua Ungkap Pelaku Teror Bom Kantor Jubi

Ditambah lagi lemahnya institusi sipil seperti pemerintah daerah, DPRD, MRP dan DPRP (kini Majelis Rakyat Papua Tengah dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua Tengah). Institusi-institusi ini yang menghabiskan anggaran rakyat dan negara tanpa mampu memproteksi rakyat setempat (OAP).

“Kita di Papua seperti lama kelamaan mendengar orang ditembak menjadi hal biasa, padahal ini peristiwa luar biasa (extra judicial killing), tanpa empati pemerintah dan aparat penegak hukum serta institusi sipil seperti di atas. Ini pertanda nurani kita soal kemanusiaan menjelang mati,” ujarnya.

ads

Oleh sebab itu, Gustaf berharap ini saatnya pasukan non organik yang ada di daerah pegunungan yang berperilaku layaknya “preman haus darah rakyat sipil” ditarik dari daerah-daerah konflik. Karena rakyat Papua di Puncak Jaya sudah terbiasa hidup damai tanpa bunyi-bunyi senjata dan korban berdarah.

Baca Juga:  Mahasiswa Intan Jaya Desak Pemerintah Lindungi Warga Sipil

Kawer lalu mendesak Komnas HAM RI dan presiden RI segera membentuk tim investigasi untuk mengusut kasus pembunuhan yang terjadi di luar hukum, termasuk kasus kekerasan sebelumnya. Diproses hukum dan jika terbukti, maka divonis seberat-beratnya, dan dicopot dari kesatuan, sementara keluarga korban perlu diberikan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi.

Kawer juga menyatakan, kasus-kasus kekerasan terhadap warga sipil yang terjadi berulang-ulang ini perlu mendapat respons dari Dewan HAM PBB, Komisi Tinggi PBB, Special Report tentang pembunuhan di luar hukum serta lembaga-lembaga HAM internasional.

Di mana mereka mendorong pemerintah Indonesia menaati kewajiban internasionalnya, termasuk membuka ruang dialog untuk penyelesaian masalah Papua secara komprehensif, baik mengenai sejarah masa lalu maupun pelanggaran HAM sebelum dan pasca aneksasi oleh NKRI.

Tiga Warga Sipil Tertembak

Mereka yang tertembak di Mulai, kabupaten Puncak Jaya, adalah Tonda Wanimbo, kepala kampung Kalome distrik Mepogolok, Pemerintah Murib, kepala kampung Dokkome dan Dominus Enumbi, warga sipil. Selain itu, dilaporkan sejumlah warga lainnya mengalami luka tembak yang belum diidentifikasi identitasnya.

Baca Juga:  Polisi Diminta Tangkap Penyebar Ancaman Hoaks Jelang Peringatan 1 Desember

Berdasarkan informasi yang dihimpun Suara Papua, awal kejadian itu terjadi lantaran anggota TPNPB dari Kodap Sinak memasuki kota Mulia, Puncak Jaya.

Di mana pukul 20:00 WIT malam, Terinus Enumbi, salah satu anggota TPNPB Sinak yang bermarkas di Nusineri memasuki kota Mulia untuk ke kios.

Lalu keberadaan Terianus diketahui aparat TNI dari Satgas 753, tim Maleo dan Elang yang bertugas di Puncak Jaya, sehingga aparat TNI melakukan pengejaran. Terianus sempat tertembak, namun tidak kena, lalu melarikan diri dari lokasi penembakan di depan SD YPPGI Mulia.

Tidak lama kemudian, sekitar pukul 20.10 WIT diketahui tiga warga sipil tertembak mati senjata api. []

Artikel sebelumnyaULMWP Kutuk Tindakan Tidak Berperikemanusiaan Negara di West Papua
Artikel berikutnyaUNICEF dan Pemerintah Australia Bersama Indonesia Luncurkan Program Pembelajaran Kelas Awal di Tanah Papua