Selpius Bobii, koordinator Jaringan Doa Rekonsiliasi untuk Pemulihan Papua (JDRP2). (Screenshot - SP)
adv
loading...

Oleh: Selpius Bobii*

*) Koordinator Jaringan Doa Rekonsiliasi untuk Pemulihan Papua (JDRP2)

Belajar dari negara Indonesia bahwa pada 17 Agustus 1945 bung Karno dan bung Hatta menyatakan proklamasi kemerdekaan Indonesia. UUD 1945 disahkan pada 18 Agustus 1945, termasuk pembentukan negara RI serta penunjukkan bung Karno dan bung Hatta sebagai presiden dan wakil presiden.

Khusus Papua, sudah dideklarasikan kemerdekaannya pada 19 Oktober 1961 dan diumumkan secara resmi dalam suatu upacara pada 1 Desember 1961, tetapi eksekutifnya berada di bawah perwalian Kerajaan Belanda. Sedangkan legislatif (Nieuw Guinea Raad – NGR) sudah dibentuk sejak April 1961. Legislatif NGR bersama utusan dari tujuh wilayah adat telah merumuskan dan mensahkan manifesto politik dan mengumumkannya pada 19 Oktober 1961 di mana pertemuan akbar itu difasilitasi oleh Komite Nasional Papua (KNP). Dan selanjutnya disahkan dalam sidang khusus NGR. Jadi, kemerdekaan Papua itu sah dan final.

Baca Juga:  Pendidikan Yulianus Dogopia dari Balik Gunung: Memori Hidup yang Berharap Simpati

Sebelum eksekutif (presiden Papua dan kabinetnya) dibentuk melalui Pemilu yang rencananya pada 1971, bung Karno telah mengumumkan Trikora (Tiga Komando Rakyat) pada 19 Desember 1961.

ads

Dalam Trikora, bung Karno mengakui adanya negara Papua dibentuk oleh Belanda. Ia juga mengakui adanya bendera Papua berkibar. Jadi, pengakuan bung Karno adanya “Negara Papua” ini sah dan funal.

Sebelum Kerajaan Belanda mengamandemen konstitusinya pada 1953, Uti Possidetis Juris itu berlaku dari Aceh sampai Merauke yang disebut Hindia Belanda (Nederland Indisch), tetapi pada 1953 sejak Parlemen Belanda mengamandemen konstitusi pada 1953 di mana Papua disebut Nederland Nieuw Guinea (Papua Belanda), sejak saat itu prinsip hukum “Uti Possidetis Juris” untuk wilayah Papua tidak berlaku lagi, karena pihak penjajah yaitu Kerajaan Belanda telah memisahkan wilayah Papua dari wilayah Indonesia (Republik Indonesia Serikat) yang sebelumnya diakui oleh Kerajaan Belanda pada tahun 1949 dalam pertemuan Meja Bundar di Deen Hag Belanda. Jadi, sejak 1953, secara legal wilayah Papua dipisahkan dari Hindia Belanda menjadi “Papua Belanda”.

Baca Juga:  Kebebasan Berekspresi Sue: Luka yang Belum Sembuh di Papua

Jadi, Deklarasi Manifesto 19 Oktober 1961 yang diumumkan 1 Desember 1961 adalah sah dan final. Negara Indonesia merdeka atas wilayah koloni “Nederland Indische” dan Negara Papua merdeka atas wilayah koloni “Nederland Nieuw Guinea”.

Jadi, saya tegaskan di sini bahwa sejak Parlemen Kerajaan Belanda mengubah konstitusi pada 1953 di mana wilayah Papua disebut Nederland Nieuw Guinea, maka klaim Indonesia atas Papua dengan dalil prinsip hukum “uti possidetis juris” tidak berlaku lagi.

Baca Juga:  Pembunuhan Pilot Glen dan Operasi Bela-Alama 1996

Trikora 19 Desember 1961 oleh bung Karno dan follow-upnya telah melanggar hukum internasional karena menganeksasi bangsa Papua yang sudah merdeka.

Maka itu, mari kita bersatu kawal pengakuan kemerdekaan bangsa Papua, 1 Desember 1961 sebagai solusi final untuk mengakhiri ekosida (penghancuran alam lingkungan Papua), etnosida (penghancuran tatanan sosial budaya Papua), spiritsida (penghancuran moral akhlak Papua), dan genosida (pemusnahan etnis Papua).

Atas pertolongan Tuhan, Papua pasti bisa!. (*)

Nabire, 25 Juli 2024

Artikel sebelumnyaKapolda Papua Barat Didesak Segera Ungkap Pelaku Penembakan Advokat Senior Papua
Artikel berikutnyaTurnamen Askab Lanny Jaya Cup I 2024 Dibuka, Pj Bupati Tekankan Jaga Sportivitas