JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Lamberti Faan, seorang aktivis hak asasi manusia (HAM) Papua dan pengungsi internal dari kabupaten Maybrat, provinsi Papua Barat Daya dan rekannya mengalami serangkaian intimidasi setelah memberikan kesaksian di Sidang Reguler ke-56 Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHRC) pada Juni 2024.
Pernyataan yang disampaikan Lamberti Faan dalam sidang ke -56 sidang Dewan HAM PBB itu menyoroti kondisi para pengungsi internal di kabupaten Maybrat.
Sejak menyampaikan pernyataannya, Faan dan keluarganya mengalami pengintaian dan ancaman, sehingga menciptakan iklim ketakutan dan ketidakamanan.
Laporan yang dirilis Human Rights Monitor, sebuah lembaga internasional yang berbasis di Eropa itu bahwa intimidasi yang dialami keluarga Lamberti Faan termasuk pemantauan atau memata-matai yang dilakukan terus-menerus, ancaman langsung, dan upaya untuk mengumpulkan informasi pribadi, yang tidak hanya berdampak pada ibu Faan, tetapi juga pada keluarganya di Sorong dan Maybrat, Papua Barat Daya.
Menurut laporan HRM, intimidasi yang dialami mulai 25 Juni 2024, ketika Kapolres Maybrat menghubungi saudara laki-laki Faan untuk menanyakan keberadaannya.
Keesokan harinya, kakak Faan menerima telepon serupa dari Dandim Maybrat yang menanyakan keberadaan Faan.
Sementara, pada 27 Juni 2024, seseorang yang diduga petugas intelijen menghubungi kakak perempuan Faan, mencari informasi pribadi tentang Faan, termasuk nama lengkap, nama panggilan, agama, pekerjaan, dan tempat tinggalnya.
Pola pengawasan ini terus berlanjut di mana pada 1 Juli 2024, Lamberti Faan melihat seorang petugas polisi yang dikenalnya dari Maybrat dalam penerbangannya, yang mengindikasikan bahwa ia sedang diawasi secara ketat.
Ancaman meningkat pada awal Juli 2024, setelah pejabat pemerintah Maybrat memperhatikan pernyataannya di Sidang UNHRC.
Pada 3 Juli 2024, Lamberti Faan disarankan oleh seorang teman untuk pindah dari Maybrat, ke tempat yang aman selama satu bulan.
Sementara itu, kerabat Faan di Sorong dan Maybrat melaporkan adanya kunjungan dari orang tak dikenal dan pejabat kementerian, yang berusaha mengumpulkan informasi tentang keluarganya dengan dalih menawarkan tempat tinggal dan beasiswa.
Pada 5 Juli 2024, seorang petugas intelijen kembali menghubungi saudari perempuan Faan, menanyakan berbagai pertanyaan mendetail tentang dia dan keluarganya.
Hal ini diikuti oleh seorang pria tak dikenal yang mengunjungi rumah Lamberti Faan di Sorong pada 7 Juli 2024, dengan dalih mencari sayuran.
Pelecehan mencapai puncaknya dengan beberapa insiden pada pertengahan Juli. Pada 13 Juli 2024, saudari perempuan Lamberti Faan kembali menerima telepon dari petugas intelijen yang meminta untuk bertemu dan menanyakan tentang anak-anaknya.
Pada 15 Juli 2024, seorang kerabat dekat melaporkan didatangi oleh dua pria di sebuah restoran di kota Kumurkek, yang menunjukkan video pernyataan nyonya Lamberti Faan di PBB sambil mengajukan pertanyaan tentangnya.
Pada 16 Juli 2024, drone terlihat terbang di sekitar rumah Lamberti Faan di Sorong. Pada 17 Juli 2024, seorang pedagang memarkir kendaraannya dengan lirik mencurigakan di luar rumah Faan dalam waktu yang cukup lama, sehingga menambah beban psikologis keluarganya karena diduga terus terjadi intimidasi.
Menanggapi kejadian ini, Lamberti Faan dan anak-anaknya telah pindah ke kota lain demi keamanan.
Meskipun ancaman terus berlanjut, ia tetap berkomitmen pada pekerjaan advokasinya dan menyerukan perlindungan bagi para pembela hak asasi manusia.
Oleh sebab itu, Lamberti Faan meminta dan mendesak LSM dan badan-badan internasional serta pemerintah setempat untuk menyelidiki tindakan intimidasi dan memastikan keselamatannya dan keluarganya.
Pengintaian yang terus menerus terjadi menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan perlindungan yang lebih besar bagi mereka yang berbicara menentang pelanggaran hak asasi manusia di Papua Barat.
Hingga laporan ini diberitakan, belum ada konfirmasi kepada pihak-pihak yang diduga memata-matai aktivitas Lamberti Faan. []