JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Aliansi Demokrasi untuk Papua (AlDP) merilis laporan baru yang berjudul “Makar dan Tahanan Politik di Tanah Papua” pada Jumat 26 Juli 2024. Laporan tersebut merupakan hasil riset bersama dengan TAPOL, organisasi hak asasi manusia yang berbasis di Inggris.
Acara peluncuran laporan tersebut dikemas dalam bentuk diskusi dengan topik yang sama.
Diskusi yang digelar secara luring dan daring ini menghadirkan tiga pembicara, yakni Prof. Dr. Melkias Hetharia selaku ahli hukum dan HAM Universitas Cenderawasih, Latifah Anum Siregar, Direktur AlDP, serta Papang Hidayat, peneliti HAM.
Kegiatan diskusi ini sendiri dimoderatori oleh Latifah Buswarimba Alhamid dari ALDP.
Dalam penyusunannya, para penulis menggunakan metode studi literatur, kajian atas putusan-putusan pengadilan, serta wawancara baik kepada para ahli, pengacara, hingga sejumlah mantan tapol di Papua.
Laporan yang terdiri dari 10 bab ini membahas berbagai topik penting, mulai dari pidana makar dalam kacamata hukum HAM internasional, sejarah pasal makar, subjektifitas pasal makar di Papua, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, pembuktian dan nalar dalam persidangan, pemenuhan hak tapol dan penyiksaan yang dialami, vonis-vonis yang dipengaruhi aspek politik, hukum, dan nurani, tantangan bagi kebebasan berekspresi, tuduhan makar sebagai alat represi dan ditutup dengan kesimpulan serta rekomendasi.
Dengan diterbitkannya laporan ini, Direktur AlDP Latifah Anum Siregar berharap, “Pemerintah menghormati dan menjamin hak warga negara untuk berekspresi dalam bentuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat di muka umum serta pemenuhan hak-hak dasar masyarakat adat.”
“Syarat untuk itu,” lanjut Anum, “adalah dengan menghilangkan stigma terhadap masyarakat sipil, khususnya Orang Asli Papua.”
Steve Alston, Ketua Dewan Direksi TAPOL, menyatakan, “Penggunaan pasal makar yang ditujukan kepada masyarakat terutama para aktivis di tanah Papua dalam upaya mereka untuk memperjuangkan hak-haknya secara ekonomi, sosial, budaya, hingga politik, telah memperlihatkan upaya pembungkaman sekaligus kegagalan negara dalam mempraktikkan nilai-nilai demokrasi, HAM, yang pada akhirnya hanya menjauhkan cita-cita menuju perdamaian.”