JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Rencana pemindahan benda arkeologi oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Indonesia dari kantor BRIN Kawasan Kerja Bersama (CWS) Jayapura (bekas kantor Balai Arkeologi Papua) di Waena Kampung, kota Jayapura ke Gedung Koleksi Hayati Lantai 1 – 3 di kawasan Cibinong Science Center, Cibinong, Jawa Barat, merupakan bentuk peniadaan atau penghilangan sejarah orang asli Papua.
Klaim BRIN bahwa pemindahan tersebut sebagai upaya pelestarian dan perawatan benda arkeologi sesungguhnya sangat bertentangan dengan upaya pemajuan kebudayaan nasional sebagaimana isi UU nomor 5 tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan dan perlindungan benda budaya yang tertuang di dalam UU nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Rencana pemindahan benda arkeologi tidak ubahnya suatu tindak penjarahan yang biasanya dilakukan oleh kaum kolonial pada masa lampau. Banyak benda budaya yang telah dirampas dari tengah orang asli Papua dengan alasan menghilangkan kepercayaan tradisional suku-suku di Papua, justru saat ini dipamerkan pada berbagai museum di Eropa dan Amerika.
Benda arkeologi yang berada di kantor BRIN Kawasan Kerja Bersama (CWS) Jayapura (bekas kantor Balai Arkeologi Papua), merupakan hasil ekskavasi yang dilakukan pada beberapa wilayah di Papua, seperti Jayapura, Sarmi, Biak, Kaimana, Wamena, Sorong, Manokwari, Raja Ampat, Asmat, Merauke, Timika, dan beberapa tempat lainnya.
Koleksi benda arkeologi meliputi tulang manusia, tulang hewan, kulit kerang, aksesoris dari bahan hewan dan tumbuhan, perkakas hidup dari gerabah, patung, ukiran, dan sebagainya.
Perawatan benda arkeologi merupakan langkah strategis dalam menjaga dan melestarikan sejarah Papua, karena memiliki keterkaitan erat dengan sejarah perkembangan kebudayaan. Namun demikian, keberadaan benda arkeologi merupakan hak milik yang tidak dapat dipisahkan dengan orang Papua sebagai entitas budaya yang turut memperkaya kebudayaan nasional Indonesia. Rencana pemindahan benda arkeologi oleh BRIN dengan berbagai alasan, secara tidak langsung dapat dianggap sebagai bentuk tindakan menghapus sejarah kebudayaan orang Papua.
Manfun Apolos Sroyer, Katua Dewan Adat Kainkain Karkara Byak, mengatakan, berdasarkan informasi yang diterimanya, diketahui bahwa rencana pemindahan benda arkeologi oleh BRIN dari kantor BRIN Kawasan Kerja Bersama Jayapura akan dilakukan hingga 16 Desember 2024.
Masyarakat adat Papua yang mengetahui rencana BRIN untuk memindahkan benda arkeologi Papua menyatakan menolaknya.
“Benda arkeologi adalah kekayaan budaya dan kekayaan intelektual orang Papua yang tidak dapat dipindahkan, bahkan diperjualbelikan oleh siapa pun. Kami menolak dengan tegas rencana BRIN yang hendak memindahkan benda arkeologi Papua,” ujar Manfun Apolos Sroyer.
Pemerintah Indonesia pada 8 Juli 2024 lalu, telah menandatangani World Intellectual Property Organization (WIPO) Treaty on Intellectual Property, Genetic Resources and Associated Traditional Knowledge.
Traktat ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas, transparansi dan kualitas sistem paten terkait sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional yang berhubungan dengan sumber daya genetik.
Usai penandatangan traktat tersebut, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia menyatakan, “Penandatanganan traktat ini merupakan langkah strategis bagi Indonesia dalam melindungi sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional.”
Pemerintah Indonesia juga sedang mendaftarkan BRIN, khususnya Indonesian Culture Collection sebagai salah satu International Depositary Authority berdasarkan Budapest Treaty on the International Recognition of the Deposit of Microorganism for the Purposes of Patent Procedure.
Menyikapi rencana pemindahan benda arkeologi Papua oleh BRIN, pelaku dan pemerhati budaya Papua menyatakan sikap dan pendapat sebagai berikut:
- Menolak dengan tegas rencana dan upaya pemindahan benda arkeologi Papua yang sementara ini menjadi koleksi Kantor BRIN Kawasan Kerja Bersama (CWS) Jayapura.
- Meminta presiden Joko Widodo agar memerintahkan kepala BRIN segera menghentikan upaya pemindahan benda arkeologi Papua dengan tujuan apapun, karena tidak menghargai sejarah dan identitas orang Papua.
- Mendesak kantor BRIN Kawasan Kerja Bersama (CWS) Jayapura agar segera mempublikasikan koleksi benda arkeologi Papua untuk diketahui oleh orang Papua.
- Mendorong pemerintah lokal di Tanah Papua, baik dari tingkat provinsi maupun kabupaten/kota agar menyiapkan rumah koleksi benda arkeologi, sehingga dapat dirawat demi kepentingan pelestarian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
- Apabila terjadi alih fungsi penggunaan gedung kantor BRIN Kawasan Kerja Bersama (CWS) Jayapura untuk kepentingan lainnya, maka Museum Loka Budaya Uncen bersedia untuk menampung koleksi benda arkeologi, koleksi buku, dan peralatan ekskavasi arkeologi yang dihibahkan oleh pihak ketiga kepada Balai Arkeologi Papua di masa lalu.
Para pihak yang menyatakan menolak adalah Museum Loka Budaya Uncen, Program Studi Sejarah Uncen, Jurusan Antropologi Uncen, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Uncen, Dewan Adat Papua, Dewan Adat Papua Wilayah III Doberai, Dewan Adat Papua Wilayah La Pagi, Dewan Adat Kainkain Karkara Byak, Dewan Adat Daerah Hubula, Dewan Adat Mbaham Matta, Perkumpulan Mambesakologi Tanah Papua, Perkumpulan Byakologi Sup Papua, Perkumpulan Budaya Teges Papua, Perhimpunan Yoikatra, Bengkel Pembelajaran Antar Rakyat (BELANTARA) Sorong, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia (PAHAM) Papua, Lembaga Penelitian Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Tanah Papua, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Papuan Voices Nasional Papua, Komunitas Sastra Papua (KOSAPA), Lembaga Indonesia Social Community, dan Komunitas Cinta Sejarah.
Petisi penolakan pemindahan benda arkeologi Papua dapat diunduh di sini: https://chng.it/cgtDjTsfss. []