JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Mahasiswa kabupaten Puncak Jaya yang berstudi di kota Manado, Sulawesi Utara, mendesak Komnas HAM RI untuk segera melakukan investigasi kasus penembakan terhadap 3 warga sipil yang meninggal dunia di Mulia, Puncak Jaya, provinsi Papua Tengah, berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.
Mereka yang tertembak hingga meninggal dunia di Mulia, ibu kota kabupaten Puncak Jaya adalah Pemerintah Murib, kepala kampung Porbalo, distrik Dokome, Tonda Wanimbo, Bamuskam kampung Kalome, distrik Mepogolok, dan Dominus Enumbi adalah warga sipil dari kampung Karubate, distrik Muara.
Selain itu, dilaporkan sejumlah warga sipil lainnya mengalami luka tembak yang belum diidentifikasi identitasnya.
Pernyataan itu disampaikan mahasiswa Puncak Jaya di kota studi Manado, Selasa, 13 Agustus 2024.
Pernyataan tersebut disampaikan mahasiswa sebagai bentuk tindaklanjut dari hasil diskusi tingkat pimpinan organisasi se-Indonesia terkait penembakan 3 warga sipil di Puncak Jaya pada Juli 2024.
Tindaklanjut ini juga mengingat usai insiden yang terjadi distrik Mulia pada 16 Juli 2024 itu belum ada tindakan yang diambil oleh aparat, terutama tuntutan yang dilayangkan kepada pihak TNI dan oknum pelaku.
Siron Kogoya, pengurus ikatan mahasiswa Puncak Jaya di kota Manado mendesak kepada oknum-oknum yang terlibat penembakan untuk diproses hukum.
“Kekerasan serupa terus menimpa orang tua kami. Sebelumnya juga terjadi dan hingga yang terakhir tiga orang warga sipil yang ditembak, sampai pada pelakunya diabaikan, belum diproses hukum,” kata Kogoya.
Kata Siron, pengabaian ini berdampak buruk bagi penegakan hukum di Tanah Papua. Banyak kasus dibiarkan tanpa diproses hukum, sehingga terjadi pengulangan dan pelanggaran HAM yang berdampak terhadap masyarakat sipil di Puncak Jaya dan daerah-daerah konflik di Tanah Papua
Senada juga disampaikan Tresya Telenggen.
“Kekecewaan kami atas beragam insiden yang terjadi tentu karena kehadiran aparat militer di sana [Papua] dengan alasan keamanan. Ini semua omong kosong, karena terjadi penembakan terhadap warga sipil. Jadi, ini bukan namanya keamanan atau pengamanan warga sipil,” tukasnya.
“Kami juga sangat khawatirkan ketika pembiaran terhadap pelaku pembunuhan diabaikan tanpa diproses hukum. Maka ke depan eskalasi tingkat penembakan warga sipil bisa terus meningkat mengingat akhir-akhir ini warga sipil banyak yang disasar aparat,” tukas Telenggen.
Oleh sebab itu, ia juga desak agar pasukan non organik TNI dan Polri yang ada di daerah pegunungan segera ditarik.
“Kami juga mendesak Komnas HAM RI dan presiden RI segera membentuk tim investigasi untuk mengusut kasus pembunuhan yang terjadi di luar hukum, termasuk kasus kekerasan sebelumnya dan yang baru terjadi. Diproses hukum dan jika terbukti, maka divonis seberat-beratnya, dan dicopot dari kesatuan, sementara keluarga korban perlu diberikan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi.”
Mahasiswa Puncak Jaya di Manado juga mendesak agar:
- Komnas HAM dan LBH Papua melakukan investigasi terhadap 3 korban warga sipil di Puncak Jaya.
- Meminta Panglima TNI segera mencopot Pangdam XVII/Cenderawasih dan Dandim 1714/Puncak Jaya.
- Pemerintah provinsi Papua Tengah, MRP, DPRD, tokoh pemuda, tokoh agama, tokoh adat dan tokoh perempuan Puncak Jaya untuk segera menyikapi kasus ini dengan serius.
- Meminta pihak berwajib segera menangkap dan mengadili pelaku penembakan ketiga warga sipil di Puncak Jaya.
- Meminta pemerintah melalui aparat TNI dan Polri untuk hentikan invasi militer dan menarik militer organik dan non-organik dari wilayah kabupaten Puncak Jaya.
- Pemerintah Republik Indonesia segera buka akses jurnalis internasional dan LSM internasional seluas-luasnya masuk di seluruh Tanah Papua.
- Bila pernyataan sikap kami tidak ditanggapi, maka mahasiswa Puncak Jaya se-Indonesia akan melakukan mobilisasi umum memboikot Pilkada serentak tahun 2024 di kabupaten Puncak Jaya. []