SORONG, SURAPAPUA.com— Massa aksi yang tergabung dalam aksi nasional Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Wilayah Sorong Raya yang dilakukan di kota Sorong dalam rangka memperingati New York Agreement pada, Kamis (15/8/2024), meminta kepada Paus Fransiskus menggunakan pengaruh dan suara kenabiannya yang dimiliki untuk menyuarakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua.
Appull Heluka, koordinator lapangan aksi tersebut membacakan pernyataan KNPB Wilayah Sorong Raya. Appull mengatakan, dalam pernyataan tersebut ada dua poin seruan permohonan kepada Paus Fransiskus agar menggunakan suara kenabiannya untuk menyuarakan penindasan, stop kekerasan, dan perdamaian terjadi di tanah Papua.
“Kami bangsa Papua dengan hormat menyampaikan permohonan khusus kepada yang mulia Paus Fransiskus yang akan berkunjung ke Indonesia agar menggunakan suara kenabiannya untuk kasus HAM di Tanah Papua. Termasuk ketidakadilan, penindasan, dan pelanggaran HAM lainnya serta menyerukan agar stop kekerasan militer di seluruh tanah Papua,’ tukas Appull.
Selain itu Appul mengatakan KNPB Wilayah Sorong Raya, meminta Paus Fransiskus menyuarakan dukungan terhadap hak bangsa Papua untuk menentukan nasip sendiri sesuai dengan prinsip -prinsip keadilan yang diakui dalam ajaran gereja Katholik.
Selain itu meminta Paua Fransiskus agar mendesak Indonesia untuk menghormati hak hidup untuk merdeka dan berdaulat di atas tanahnya sendiri.
“Kami mohon yang mulia Paus Fransiskus menyuarakan dukungan terhadap hak penentuan nasib sendiri dan juga meminta Paus untuk mendesak Indonesia untuk menghormati hak hidup untuk merdeka di atas tanahnya sendiri.”
Senada disampaikan Welfin Kareth, sekertaris korlap dalam orasinya menegaskan bahwa rakyat Papua dengan tegas menolak perjanjian New York pada 1962 yang dibuat dan disepakati sepihak oleh kekuatan kolonial Belanda bersama Indonesia di bawah desakan imperialis Amerika Serikat tanpa melibatkan bangsa Papua.
Selain itu, ia minta pemerintah Indonesia untuk penghentian semua bentuk operasi militer, eksplorasi dan penindasan terhadap rakyat Papua. Mestinya jika jujur maka pemerintah Indonesia menghormati perjuangan bangsa Papua untuk penentuan nasipnya sendiri sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional.
“Kami juga menolak hasil Pepera 1969 yang dilaksanakan dengan manipulasi, intimidasi dan kekerasan. Proses Pepera hanya melibatkan 1.023 orang dari sekitar 809.337 rakyat Papua dan di bawah ancaman senjata yang tidak mencerminkan prinsip satu orang satu suara (one man one vote) yang diatur dalam hukum Internasional itu,” paparnya.
Aksi yang dimediasi KNPB Wilayah Sorong Raya itu dapat dilaksanakan dengan aman dan damai.
Di mana aparat kepolisian dari Polres Sorong tiba di lokasi aksi pada pukul 12 siang. Mereka lalu melalukan komunikasi dan negosiasi dengan massa aksi. Hasilnya negosiasi pun berjalan baik dan aksipun berjalan baik.