JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Keluarga korban kasus pembunuhan disertai mutiltasi empat warga sipili asal Nduga di Kabupaten Mimika pada 22 Agustus 2022 meminta agar pelaku yang adalah anggota militer dan sipil yang terlibat dalam pembunuhan dan mutilasi untuk tidak diberikan remisi dengan alasan apapun.
Pernyataan itu disampaikan keluarga korban dari Timika pada 22 Agustus 2024 sebagai bagian dari mengingat kembali kejadian yang menimpa korban pada 22 Agustus 2022 lalu.
Empat korban mutilasi yang dilakukan oleh oknum aparat TNI dan warga sipil itu adalah Arnold Lokbere, Leman Nirigi, Iran Nirigi, dan Atis Titini. Semuanya berasal dari Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan (sekarang).
Dalam pernyataan keluarga itu pihaknya menyatakan agar pelaku yang adalah oknum aparat TNI dan warga sipil itu tidak diberikan pengurangan atau remisi dalam bentuk apapun.
“Kami keluarga korban dengan tegas menyatakan, bahwabagi pelaku mutilasi [oleh oknum aparat] militer maupun sipil tidak sekali-kali diberikan remisi dengan alasan apapun,” tegas keluarga korban yang diwakili Pale Gwijangge dalam pernyataanya yang disampaikan melalui rekaman video 3 menit 49 detik kepada Suara Papua dari Timika, Papua Tengah pada, Kamis (22/8/2024).
“Kami keluarga korban menuntut kepada pihak pimpinan Lembaga Pemasyarakatan Tingkat IIb Timika bahwa alasan pemindahan para pelaku kejahatan kemanusiaan (kasus mutilasi) perlu ada kejelasan kepada keluarga korban,” tegas Gwijangge.
Namun demikian, Gwijangge menyatakan pihak keluarga kecewa dengan keputusan pengadilan banding militer tinggi yang mengurangi hukuman kepada Mayor Infanteri Fransiskus Helmanto Dakhi.
“Kami keluarga korban kecewa dengan putusan Pengadilan Banding Militer Tinggi Surabaya yang mengurangi putusan hukuman kepada Mayor Infanteri Fransiskus Helmanto Dakhi, dari sebelumnya putusan seumur hidup oleh Pengadilan Militer Jayapura yang mana menjadi 15 tahun penjara,” pungkasnya.
Sebelumnya, telah terjadi persidangan dengan agenda pembacaan putusan terhadap empat warga sipil yang menjadi terdakwa kasus pembunuhan dan mutilasi warga sipil Nduga di Kabupaten Mimika dilakukan di Pengadilan Negeri Mimika pada 6 Juni 2024. Keempat terdakwa divonis hukuman pidana penjara berbeda-beda.
Keempat terdakwa itu adalah Roy Marten Howay (berkas perkara nomor 8/Pid.B/2023/PN Kota Timika), Andre Pudjianto Lee alis Jainal alias Jack, Dul Umam alias Ustad alias Umam, dan Rafles Lakasa alis Rafles (berkas perkara ketiganya terdaftar dengan nomor perkara 7/Pid.B/2023/PN Kota Timika).
Di mana Roy Marten Howay, Andre Pudjianto Lee, dan Dul Umam dijatuhi hukuman pidana penjara seumur hidup. Sementara Rafles Lakasa dijatuhi hukuman pidana penjara 18 tahun dan dikurangi masa tahanan.
Pengadilan militer
Selain warga sipil, ada enam prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo terlibat dalam melakukan pembunuhan dan mutilasi di Mimika. Mereka diadili terpisah di Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya dan Pengadilan Militer III-19 Jayapura.
Mayor Inf Helmanto Fransiskus Dakhi yang perkaranya diperiksa majelis hakim Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya.
Sementara, dalam persidangan di Pengadilan Militer III-19 Jayapura, Kota Jayapura pada, 24 Januari 2023, majelis hakim yang dipimpin Hakim Ketua Kolonel Chk Sultan bersama Hakim Anggota I Kolonel Chk Agus Husin dan Kolonel Chk Prastiti Siswayani menyatakan Mayor Inf Helmanto Fransiskus Dakhi terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana, serta menjatuhkan vonis penjara seumur hidup dan pemecatan dari TNI AD.
Lima prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo lain yang menjadi terdakwa kasus pembunuhan dan mutilasi itu adalah Kapten Inf Dominggus Kainama (telah meninggal dunia pada 24 Desember 2022 karena penyakit jantung), Pratu Rahmat Amin Sese, Pratu Rizky Oktaf Muliawan, Pratu Robertus Putra Clinsman, dan Praka Pargo Rumbouw.
Pada 16 Februari 2023, Majelis Hakim Pengadilan Militer III-19 Jayapura menyatakan keempat terdakwa juga terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana.
Majelis Hakim Pengadilan Militer III-19 Jayapura yang diketuai Kolonel Chk Rudy Dwi Prakamto itu menjatuhkan vonis penjara seumur hidup kepada Pratu Rahmat Amin Sese dan Pratu Risky Oktav Mukiawan, dengan tambahan hukuman dipecat dari dinas TNI AD.
Pratu Robertus Putra Clinsman dijatuhi hukuman 20 tahun penjara dan dipecat dari dinas TNI AD. Sementara Praka Pargo Rumbouw 15 tahun penjara dan dipecat dari dinas TNI AD.
Mayor Inf Fransiskus Dakhi mengajukan banding atas putusan itu. Pada 12 April 2023, Majelis Hakim Banding Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya membatalkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya pada 24 Januari 2023.
Majelis Hakim Banding itu menyatakan Helmanto hanya terbukti bersalah melakukan pembunuhan secara bersama-sama yang diikuti, disertai, atau didahului perbuatan pidana dengan maksud mempermudah penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum.
Hukuman Helmanto pun dikurangi dari pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara 15 tahun, dan dipecat dari dinas TNI AD.