JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Straight Among Youths in School (STAYS) yang ada di bawa Departemen Pelayanan Kasih Sinode GKI di Tanah Papua gelar pelatihan terhadap 57 anak muda dan pelayan (pendeta) dari Klasis GKI Apawer tentang pencegahan HIV dan Aids.
Kegiatan yang bekerjasama dengan Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kabupaten Sarmi itu dilakukan pada 9 Agustus 2024 dalam dua sesi, yakni sesi pemuda gereja dan sesi pelayan atau pendeta jemaat.
Dr. Gbombo Bachongo Raymond, dari STAYS di Departemen Pelayanan Kasih Sinode GKI di Tanah Papua mengaku kegiatan tersebut berfokus pada pencegahan HIV dan Aids dan penyakit menular seksual di kalangan kaum muda dan pelayan jemaat.
“Kami memulai perjalanan pada, Kamis 8 Agustus 2024 dari Jayapura menuju Sarmi Kota, di mana tim bermalam. Tim ini terdiri dari Pdt. Leonora Balubun, Pdt. Esron Abisay, Bpk. Frans Omskarba dan saya sendiri Dr. Raymond Gbombo Bachongo, termasuk dua orang sukarelawan. Tanggal 9 menuju Apawer dan langsung melaksanakan kegaitan,” jelas dokter kebangsaan Conggo ini dalam keterangan tertulisnya kepada Suara Papua.
Dr. Raymond mengatakan, pada tanggal 9 Agustus ketika tiba di distrik Apawer, pihaknya disambut panitia lokal STAYS yakni, Pdt. Dimara, Pdt. Leonard dan Pdt. Maria Kopeuw.
“Kami berjalan karena kondisi jalan yang buruk dari Sarmi ke Apawer. Ketika kami tiba, semuanya sudah siap jadi langsung dengan kegiatan. Kami menghargai sambutan yang sangat hangat dan kerja sama dari tim Apawer. Setelah itu kami mulai dengan kagiatan.”
Kata Dr. Raymond, kegiatan itu diawali dengan ibadah yang dipipin oleh pendeta Dimara yang dilanjutkan dengan presentase materi di sesi pertama.
“Presentase pertama saya [Dr Raymond] yang bawakan, terutama tentang konsep HIV dan Aids, apa itu HIV dan AIDS, cara penularan HIV dan faktor-faktor yang berkontribusi, evolusi HIV menjadi AIDS, orang yang terinfeksi HIV dan kehidupan orang-orang di sekitarnya, tes skrining HIV saran sebelum dan sesudah tes, pengujian sukarela dan kerahasiaan profesional, dan perawatan sosio-psikologis dan ekonomi bagi orang yang hidup dengan HIV.”
Selain itu kata Dr Raymond, dirinya membawakan materi tentang “sikap kita terhadap orang yang hidup dengan HIV, informasi mengenai pengobatan antiretroviral dan manfaatnya, metode pencegahan HIV bagi mereka yang belum terlibat dalam kehidupan seksual yang aktif, perilaku sehat untuk pasangan, pengaruh narkoba dan alkoholisme dalam pencegahan HIV dan AIDS.”
Dari materi yang disampaikannya kata dia banyak penyebab kematian anak muda mengindap HIV dan Aids karena kesepian dan mengalami diskriminasi dari lingkungan yang cukup tinggi.
Dari materi yang disampaikannya ia menyarankan kepada peserta pelatihan tentang proses perawatan dan pengobatan HIV itu.
Pertama ia menyarankan agar hidup yang positif , sikap positif, nutrisi yang cukup dan mesti melawan stigma pengungkapan, tetapi juga olahraga yang teratur.
Selain itu perlunya dukungan dari keluarga, konselor, staf klinik (dokter atau perawat) gereja, kelompok pendukung, pihak LSM, termasuk pendidikan dan penghasilan atau pekerjaan.
“Perlunya pencegahan infeksi oportunistik, pengobatan untuk infeksi oportunistik, pengobatan antiretroviral, perawatan gratis (akupunktur, yoga dan pengobatan herbal). Kunjungan dari pihak klinik yang rutin.”
“Presentasi tersebut diikuti dengan sesi pertanyaan panjang dari para peserta. Saya dan dua perawat dari Puskesmas setempat terlibat banyak perdebatan dengan peserta tentang masalah penularan HIV. Karena kaum muda mengaku bahwa di sebagian besar keluarganya takut untuk tinggal dengan orang yang positif HIV.”
“Tetapi kami jelaskan dengan baik bahwa cara tinggal se rumah tidak menimbulkan penularan HIV dan itu tidak berbahaya yang tidak boleh mereka tolak untuk mendukung mereka yang positif HIV,” pungkasnya.
Sementara, pendeta Leonora Balubun, Sekretaris Departemen Pelayanan Kasih Sinode GKI di Tanah Papua dalam materinya di sesi kedua menyampaikan tentang pendampingan secara pastoral terhadap orang dengan HIV dan Aids.
Dia menjelaskan berbagai teknik yang digunakan untuk memberikan perawatan psiko-spiritual kepada orang-orang yang mengalami trauma atau luka batin. Terutama mereka yang trauma dan luka batin tidak dapat dilihat. Hal ini penting agar memahaminya orang dengan HIV untuk menempatkan mereka pada posisi yang membuat mereka percaya.
Pdt. Dora sapaan akrabnya Pdt. Leonora menjelaskan secara garis besar berbagai metode yang dapat digunakan untuk menenangkan tekanan darah para klien. Bagaimana mengatasi tekanan darah tinggi tanpa pengobatan medis, karena dapat terjadi pada orang yang tidak menderita hipertensi.
“Hal ini dapat disebabkan karena stres. Oleh sebab itu saya mengajak para peserta untuk mencoba berbagai metode yang ada,” jelasnya.
Setelah itu dilanjutkan dengan sesi diskusi tentang berbagai metode yang digunakan program STAYS untuk mengakses kaum muda.
“Pendeta Maria menjelaskan kepada kami tentang sesi komunikasi tentang pencegahan HIV sebagai bagian dari sosialisasi aksi. Saya mengawasi beberapa anak muda di jemaat, terutama karena saya memiliki tempat untuk menampung anak-anak muda tersebut,” ujar Pdt. Dora.
Dari penjelasan tiga perwakilan kaum muda mengatakan bahwa mereka telah melakukan restitusi kepada kaum muda sebagai bagian dari pertemuan dengan kaum muda di tingkat sidang jemaat masing-masing.
Pesan utama dari pelatihan yang disampaikan tim STAYS adalah peran generasi muda gereja untuk dapat mengatakan “tidak” pada semua pengaruh negatif dalam hidup, untuk dapat melindungi diri sendiri dari hal-hal yang berpotensi menularkan HIV, terus menyampaikan informasi HIV dan AIDS yang benar kepada sesama umat, dan terlibat aktif dalam program pencegahan dan pengendalian HIV dan AIDS berbasis jemaat.
Selain itu, tim STAYS GKI di Tanah Papua yang bekerjasama dengan KPA Kabupaten Sarmi dan Kerkin Actie juga mencetak baju kaos dengan pesan-pesan pencegahan yang mengingatkan kaum muda tentang perilaku yang berisiko.
Salah satu pesannya adalah “anak muda, masa depanmu penuh dengan harapan tetapi satu menit perilaku berisiko dapat merusaknya selamanya, maka jadilah bijak”.
Usai menyampaikan materi, Tim STAYS menyalurkan bantuan peralatan olahraga kepada kaum muda untuk kegiatan-kegiatan di Klasis Apawer.
Sebelumnya, pada April 2024, tim STAYS juga mendatangi Klasis GKI Sarmi Barat dalam gelar pertemuan di salah satu ruang pertemuan SMA YPK Ebenezer Sarmi.
Dalam pertemuas itu memperkenalkan proyek STAYS dan strategi dan pendekatan yang akan digunakan dalam melaksanakan proyek STAYS. Hadir dalampertemuan itu adalah Pdt. Leonora Balubun, Pdt. Esron Abisay, Pdt Ratna Somalingi, Dr. Raymond Gbombo Bachongo, Pnt Frans Omskarba dan Tuflasa Talsar, termasuk 7 orang lainnya.
Setelah pertemuan, tim melanjutkan perjalanan ke Klasis GKI Apawer, yang mana ditempuh selama 2 jam 50 menit melalui jalur darat.
Pertemuan di Klasis GKI Apawer difasilitasi Badan Pekerjan Klasis (BPK) GKI Apawer. Setela itu Pdt. Leonora Balubun memperkenalkan tim STAYS yang mendatangi Apawer.